O7. TERUNGKAP

1.1K 120 16
                                    

Yang seharusnya tetap
terjaga, tak lagi jadi nyata

***

Tatapan mata hangat itu kembali lenyap ditelan konflik. Butir-butir salju kembali menutupi hati lebih tebal. Kemurkaan telah mencapai titik pusatnya. Awan putih mulai suram di ruang garis hidup. Cahaya yang benderang perlahan meredup menyelimuti gadis itu.

Hawa dalam ruangan itu mencekik Pelangi. Pasokan udara disekitarnya seakan pergi meninggalkannya sendiri. Tubuhnya bergetar tanpa sadar. Rasa dingin mulai menyelimuti permukaan kulit gadis itu.

"Apa ini?" tanya Wika tanpa mengalihkan matanya pada majalah yang baru saja ia lempar ke meja.

Lidah Pelangi kelu, tak ada sepatah kata pun yang membela dirinya sendiri. Perasaan geram dan takut memenuhi dirinya. Tangannya mengepal lemah.

Setelah beberapa menit membisu gadis itu mengeluarkan suaranya. "Itu Pela ... model."

"Papa sudah bilang kan bahwa kamu tidak boleh ikut apapun berkaitan dengan model?" tanya Wika tegas. "apa kurang jelas?"

Gadis berambut panjang itu menggeleng lemah. Air matanya telah menggenang dipelupuk matanya. Mencipta pandangan tak jelas.

"Papa emang membiarkan kamu untuk memilih menjadi apapun. Tapi jangan model!" tegasnya dengan geram. "jangan model Pela!"

Tembok pertahanannya hancur. Buliran air mata jatuh membasahi pipi lembutnya. Pertama kalinya ia dibentak oleh orang tua satu-satunya.

"Kenapa Papa menentang Pela jadi model?" tanya Pelangi dengan suara bergetar.

Matanya seketika terbuka berkat guncangan seseorang. Pelangi langsung terduduk diam dengan pipi lembabnya. Air matanya benar-benar terjatuh.

"Mimpi buruk?" tanya Papa sambil memberikan segelas air yang diberikan bibi.

Gadis itu hanya mengangguk lemah tak bersuara. Rambutnya berantakan dengan kelopak mata sembab dan air mata yang masih menggenang. Dirinya benar-benar terlihat menyedihkan.

"Cepat siap-siap," suruh Wika.

***

Pelangi melangkah tanpa meninggalkan jejak dengan kepala tertunduk. Rambut panjang lurusnya hampir menutupi seluruh wajahnya. Sekilas ia tampak bak kuntilanak pagi yang berjalan-jalan di koridor. Langkahnya lebih cepat dari biasanya.

"Ayam!" jerit Hanin saat ingin keluar kelas dan bertepatan dengan kemunculan Pelangi. Teman-teman sekelasnya sontak menertawai Hanin yang latah.

"Dia udah kayak hantu malah dibilang ayam," celetuk salah satu siswi kelasnya.

Hanin menoleh cepat. "Terserah gue lah."

Pelangi hanya mengintip dibalik rambut hitamnya perdebatan pagi ini. Akan tetapi ia langsung menarik Hanin menuju tempat duduknya.

"Pelangi!" seru Hanin. "Wajah cantik lo itu mendadak sirna dan berubah jadi seram tau nggak?"

"Sori." Pelangi tertawa lirih. "Mata gue bengkak, makanya nunduk."

"Tumben, kenapa?" Hanin tiba-tiba mulai serius.

"Gue mimpi buruk," jawab Pelangi pelan.

"Astaga, cuma mimpi buruk?" tanya Hanin tak percaya.

"Ini bukan sekedar cuma, Han." Pelangi mengangkat kepalanya. "Gue ngerasa ini bahaya."

Feels Far [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang