O2. KESIALAN

2.3K 224 49
                                    

"Disatu sisi gue ingin mengumpat,
tapi disisi lain terselip perasaan aneh,
yaitu bahagia."

***

Pelangi duduk dibangku kelasnya tanpa berkedip. Bahkan tasnya saja belum ia letakkan. Cewek itu menggigit bibir bawahnya, cemas.

"Bagaimana ini bisa terjadi?" Pelangi memangku wajahnya dengan kedua tangan.

"Dor!"

Cewek itu hanya melirik tanpa minat pada seseorang yang sangat ia kenali itu. Lalu menghembuskan nafas kasar sebelum menenggelamkan kepalanya di atas meja dengan tangannya.

"Kok nggak kaget?" tanya Hanin heran. "Curang!"

"Hm,"

"Lo kenapa?"

"Buku Bahasa Jerman gue ilang."

"Kok bisa?" Hanin mulai tertarik dengan pembicaraan meskipun hilangnya buku Pelangi seperti sudah biasa baginya. Ralat, bukan hilang tapi tertinggal di rumah.

"Nggak tauu ...." Pelangi mencebikkan bibirnya kesal karena ia sama sekali tidak ingat dimana ia terakhir menaruhnya.

"Udah coba tanya Mam— ups ... sori, La," Hanin memukul mulutnya sendiri karena kecerobohannya.

Pelangi tersenyum samar, "Gapapa."

***

"Seperti biasa ya, gue yang ke kantin dan lo yang cari tempat di taman."

Pelangi mengacungkan ibu jarinya tanpa berniat mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya.

Sepanjang jalan ke taman ia beberapa kali menabrak siswa karena melamun. Sebanyak itu pula ia meminta maaf dan mendapat cibiran. Bagaimana tidak melamun kalau masalah pikirannya saja belum terselesaikan.

Cewek itu menghela nafas lega setelah perjalanan yang terasa sangat lama. Pemilik iris mata coklat tua itu mengedarkan matanya ke penjuru arah, mencari tempat.

Baru saja bersyukur melihat tempat duduk kosong, tapi tiba-tiba ia ingin mengumpat karena di sana tempat yang paling ramai.

"Ini hari kesialan gue ya?" batin Pelangi.

Akhirnya Pelangi menuju tempat itu sedikit tidak ikhlas. Tidak ada pilihan lain selain di bagian kanan taman. Cewek itu mempercepat langkahnya agar tempat itu tidak didulukan siswa lain.

"Tau nggak, tempat jatuh yang nggak sakit?"

"Kasur?"

"Bukan, tapi jatuh dihati lo."

Baru saja ia duduk langsung mendengar gombalan dari seseorang. Tanpa menoleh pun Pelangi sudah tahu siapa orang itu. Siapa lagi kalau bukan Esther—kakak kelasnya—yang sering sekali tebar pesona dimana-mana.

"Kita pernah ketemu?" tanya suara berat di sebelah kanannya.

Pelangi menoleh ke sumber suara, "Iya Kak."

"Pantes, gue kayak pernah liat lo," Esther mencoba mengingat-ingat. "Tapi dimana ya?"

"Perusahaan Papanya Kak Latania."

Feels Far [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang