16. ANTARA

717 83 5
                                    


Tanpa kita sadari, konflik antara rasa dan keluarga sering tercipta bersama.

***

Pelangi menatap lantai bersih di bawah mejanya dengan pandangan kosong. Suasana hatinya selalu buruk sejak kejadian kemarin di ruang kerja papanya. Ditambah lagi ia harus sering menemani gadis yang suruh dianggap kakaknya itu. Sangat memuakkan.

"Hei, kenapa?"

Suara berat itu menyadarkan pikirannya dari masalah kehidupannya. Menyadarkan bahwa ia masih di sekolah, bukan tempat di mana ia bebas melakukan sesuatu. Matanya melirik sekilas dengan sedikit paksaan kedua sudutnya sedikit terangkat dan menggeleng pelan.

"Tadi gue tanya Hanin kenapa lo nggak sama dia, jadi gue bawain ini." Harum nasi goreng menyelusup ke dalam penciuman Pelangi, tanpa bertanya ia sudah pasti tahu isinya. Matanya menatap sebuah nasi goreng terbungkus dan satu botol minuman yang sudah tergeletak di hadapannya.

Mulut Pelangi baru saja terbuka, untuk mengucapkan terima kasih. Tapi tingkah seseorang menghentikan dirinya bersuara.

Laki-laki itu mengambil botol minum dan meminumnya, sekaligus sebungkus nasi goreng itu. "Makasih!"

"Lo apa-apaan sih, setan?" kesal gadis itu dengan suasana semakin memburuk. Wajahnya tampak bertambah datar.

"Sorry, gue laper," saut Semesta cepat.

Tepat saat itu juga Hanin datang dengan kebingungan dengan banyak anak-anak yang berkumpul di kelasnya. Membuatnya harus pintar-pintar nyelip diantara mereka dan masuk ke kelas. Baru saja terbebas dari orang-orang, matanya menangkap perdebatan kakak kelasnya. Tanpa pikir panjang ia mendekati mereka.

"Permisi, ini kursi saya. Kak Bintang dan Kak Semesta boleh pergi untuk melanjutkan perdebatan. Itu ... " ucap Hanin sambil mengacung ragu ke arah bungkusan kertas minyak. "silahkan bawa Kak Semesta atau ambil balik Kak Bintang. Saya bawa makanan titipannya."

Pelangi sedikit membelalak tak percaya menatap tingkah Hanin yang berani mengusir kakak kelasnya tanpa ragu dengan halus. Matanya fokus menatap sisi lain Hanin yang tiba-tiba.

"Kakak tau permisi?" Hanin menatap Bintang yang masih tetap dikursinya dengan Semesta yang tak menunjukkan reaksi.

"Permisi tuh!" ledek Semesta pada Bintang.

Tanpa suara Bintang berdiri dan menyingkir kursi Hanin dan meninggalkan kelas X Bahasa dua. Sedangkan Semesta masih diam di belakang Pelangi. Hanin mulai duduk dikursinya sambil memikirkan cara mengusir salah satu kakak kelasnya lagi.

Pelangi menoleh, "Ngapain di situ, temen lo udah pergi."

"Ngapain kalian di situ? Nggak ada yg perlu kalian liatin," ucap Semesta meniru kata-kata awal Pelangi kepada siswa-siswi yang berkumpul di pintu dengan suara keras. Melihat pada membubarkan diri, ia berani berbisik pada Pelangi. "gue tau ada sesuatu yang terjadi dan mengusik pikiran lo, gue di sini."

"Kak, nggak pergi juga?" geram Hanin yang terus melirik kakak kelasnya membisikkan sesuatu yang membuat raut wajah teman sebangkunya itu berubah semakin datar.

"Iya, gue pergi," jawab Semesta pada akhirnya sambil melangkah mendekati pintu. Namun tiba-tiba berbalik dan menatap Pelangi dengan kedua jadi yang menarik sudut bibirnya sendiri, lalu menghilang dari pandangan.

"Lo nggak apa-apa, La?"

"Nggak papa. Betewe saya juga habis ngusir orang, keren kan?"

"LAAA!!"

***

G

adis itu kembali ke rumah dengan wajah kusut karena melalui hari dengan mata pelajaran yang tiba-tiba memusingkan. Tangannya membuka pintu kamarnya dengan lemas. Akan tetapi matanya langsung terbelalak menatap seseorang yang tiba-tiba berada di kamarnya.

"Kemarin kamu yang angkat telfon saya 'kan?" tanyanya tanpa basa basi.

"Iya, jadi selama ini mama masih hidup 'kan? Papa sadar telah banyak berbohong?" ungkap Pelangi langsung tanpa beranjak dari posisinya.

"Saya tidak tau apakah mama kamu masih hidup atau tidak," jawabnya.

"Mama kamu?" tanya Pelangi mencoba memastikan. "apa ibu dari anak itu juga disebut 'mama kamu' dihadapan orangmya atau istri pertama kesayangan? Pasti Papa mudah mengatakan itu karena mama Pela istri kedua kan?"

Wika hanya diam menatap Pelangi datar. Ia masih memilah kata untuk menjawab  pertanyaan anaknya dan memikirkan waktu yang tepat.

"Papa bahkan nggak menyangkal, hebat." Gadis itu menatap sosok orang tuanya tak percaya.

"Kenapa Papa diam?"

"Kapan Papa terus menunda dan menyembunyikan mama?!"

"Papa, Pela kecewa."





***


A/N


Selamat malam, pagi, siang sore para pembaca setia cerita dari Feels Far ini.

Terima kasih telah membaca Feels Far sejauh ini dan tetap bertahan di sini, saya sangat berterima kasih untuk kalian yang bersedia vote dan comment. Jangan lupa terus dukung saya pada part-part berikutnya dengan vote dan comment <3.

See you again~

Salam manis,

Marsyaulya
(Pacar Sah Hwang Hyunjin)

Feels Far [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang