Serapat apapun usahanya,
rahasia akan tetap berbalik 180° pada waktunya.***
Tubuhnya membeku dalam kilas hening. Kedua tangannya mengepal lemah. Kaki jenjangnya enggan melangkah. Dilema memenuhi isi otaknya."Apa aku harus lari?" batin Pelangi.
Tubuhnya menghianati perasaannya. Ia melangkah semakin mempertipis jarak dengan mobil Wika. Tak ada secuil keberanian yang tersisa. Namun, gadis itu butuh penyelesaian bukan pelarian.
Pandangannya terus menunduk bahkan saat sudah masuk dalam mobil. Aura dingin Wika memancar ke segala sisi menyelimuti mobil itu. Namun laki-laki paruh baya itu tak mengeluarkan sepatah kata sedikit pun dan menarik pedal gas sedikit lebih cepat dari biasanya. Ketegangan melapisi tubuh Pelangi.
Sesampainya di rumah, tak ada interaksi sedikit pun. Rumah cerah itu kembali menyuram tiba-tiba. Gemulai dedaunan dan angin yang berhembus berusaha menenangkan Pelangi. Derap langkahnya terdengar lebih bising dari biasanya.
"Lebih baik diomeli dari pada begini," batin Pelangi kembali bersuara.
Langkah Wika seketika berhenti di ruang tengah membuat gadis itu langsung mengikuti pergerakannya. Tubuh laki-laki tegap itu sama sekali tak bergerak kembali.
"Keluar dari dunia modelmu," ucap Wika bersama langkahnya yang kembali mengguncang ubin lirih.
"Kenapa?" tanya Pelangi yang berhasil membuat papanya terhenti. Kini mata elang itu menatap mata bulat anaknya seperkian detik hingga akhirnya kembali melangkah tanpa memberikan pernyataan sepatah kata pun.
***
Pelangi menenggelamkan kepalanya dalam boneka beruang coklat besar miliknya. Telinganya tersumpal earphone dengan alunan lagu sendu yang terus mengalir berganti arus. Membuatnya semakin terisak tertahan. Mulutnya terbuka mengikuti lirik lagu yang terputar dengan suara bergetar.
Batinnya sesak saat tak tahu apapun namun dipaksa menerima. Papanya terlalu misterius dan dingin untuk dikorek pernyataan.
"Biasanya cowok misterius dan dingin itu sepantaran, ini malah orang tua sendiri," gerutu Pelangi setelah tangisnya mulai mereda.
Tangan kanannya menyentuh letak hatinya, "Masih sakit."
Perlahan kelopak matanya menurun. Kesadarannya belum hilang, hanya percobaan melenyapkannya. Pertanyaan atas teka-teki itu terus menari-nari tak tentu arah dalam otaknya. Berusaha mencari secercah kilau dalam ruang gelap bisu itu.
Mata Pelangi teralu berat untuk menutup lama. Ia sama sekali tak bisa tidur sekarang. Pikirannya terlalu banyak hingga bingung mana yang perlu dibuang.
"Gue nggak perlu keluar eskul, Papa juga nggak tau kan?" tebak Pelangi.
Ting!
Gadis itu mengerutkan kedua alis tipisnya. Pemberitahuan pesan masuk tertera atas nama Hanin. Biasanya temannya itu jarang mengirim pesan padanya.
Hanin : Lo udah liat videonya?
Pelangi semakin mengerutkan dahinya heran. Hanin bertanya hanya untuk itu, gadis itu tampak tak tertarik dengan apa yang Hanin tanyakan. Akan tetapi ia tetap memberi balasan pada Hanin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Feels Far [COMPLETED]
Teen FictionBersama Semesta adalah kesalahan fatal. Semua yang mulai membaik, langsung berbalik dua kali lipat dalam sedetik. Kehancuran semakin terlihat jelas. Misteri yang muncul tiba-tiba dalam hidup Pelangi, seperti menemukan catatan lama yang hilang. Tak j...