O3. HAL YANG DIRAHASIAKAN

1.9K 179 25
                                    

Tidak ada yang perlu tau,
Apa yang aku rasakan saat ini.
Cukup aku dan Tuhan saja.

***

Bel pulang sudah berbunyi sekitar 30 menit yang lalu, tapi Pelangi enggan beranjak dari kursinya. Kelasnya sudah kosong, menyisakan Pelangi sendiri dalam keheningannya. Hanya terdengar hembusan nafas cewek itu, sebelum suara langkah kaki terdengar.

Pelangi tak menghiraukan suara itu. Ia masih ingin berada lama di sekolahnya. Hanya di Alpha Destiny ia merasakan warna berbeda dan sisi baiknya. Tiba-tiba sebuah kepala yang menyembul miring dari luar kelas, membuat pemilik kepala itu langsung mengerjap-meyakinkan penglihatannya tidak salah.

"Lo ngapain masih di sini?"

Suara itu membuat perhatian Pelangi langsung berfokus pada sosok itu. Pelangi ingin sekali menjawab yang pastinya akan membuat sang Tuan Menyebalkan menjadi diam. Tapi sangat disayangkan, mulutnya mendadak terkunci rapat. Ia hanya mampu tersenyum lemah-menampakkan sisi dirinya yang lain.

Sosok tersebut melangkah perlahan, berjaga-jaga jika yang dilihatnya bukan Pelangi melainkan penunggu kelas itu. Semakin mendekat, mata orang itu melihat ke arah kaki Pelangi. Orang itu menghembuskan nafas lega saat melihat kaki Pelangi masih menyentuh lantai.

"Kenapa belum pulang?" tanyanya sekali lagi.

"Karena gue masih di sini," jawab Pelangi dengan wajah tanpa dosa.

"Belum dijemput?"

"Nggak tau."

"Kok nggak tau?"

"Karena emang nggak tau."

Semesta menatap Pelangi dengan sebal. Sifat menyebalkannya seakan berpindah pada diri Pelangi sementara waktu.

Saat melihat Pelangi masih berada di dalam kelas membuat jiwa jahilnya muncul. Tapi melihat raut wajah cewek itu, membuat keinginannya seakan lenyap begitu saja.

"Lo ngapain di sini?" Pelangi menoleh pada Semesta. "Nyasar?"

Pelangi terkekeh pelan karena ucapannya sendiri. Ia sangat tahu bahwa cowok itu tidak akan mungkin salah gedung, mengingat cowok itu lebih dulu satu tahun di sekolah ini sebelumnya. Sedangkan Semesta hanya memandang Pelangi bingung, raut wajah cewek itu cepat sekali berubah.

"Lo nggak papa?"

Andai saja Semesta bisa mengucapkan kata itu dengan suaranya. Namun pertanyaan itu hanya bisa terucap di dalam batinnya.

"Malah ngelamun," ucap Pelangi dengan nada datar. "Gue pergi."

Semesta menahan salah satu tangan Pelangi agar tidak pergi. Mata mereka saling menatap lawan bicara. Semesta tahu ada yang tidak baik-baik saja saat menatap mata Pelangi.

"Lo kenapa, Tang?"

***

Pelangi masuk ke dalam mobil dengan kesal tanpa memperhatikan seseorang yang ada di dalam mobil tersebut. Suasana hatinya menjadi sangat rusak gara-gara kakak kelasnya itu.

"50 menit," ucap pemilik suara berat dengan aura dinginnya.

Batin Pelangi berteriak kesal pada orang yang sangat ia kenali itu. Matanya menatap lebih datar dari seseorang itu. Seseorang yang telah membuatnya terpisah dari Ibu kandungnya dan menghentikan impiannya, Papa.

Cewek itu berharap akan cepat sampai rumah. Ia sangat butuh pelampiasan emosinya atau sesuatu yang bisa meredam seluruh kekesalannya.

Tidak ada suara sepanjang perjalanan. Aura dingin yang ada didiri sosok Papa Pelangi membuat suasananya menjadi terlihat tegang.

"Berhenti," perintah Papa.

Perintah yang mendadak itu membuat Pelangi hampir terbentur tempat duduk di depannya. Cewek bermata besar itu menatap keluar jendela. Mereka berhenti di restoran yang terkenal dengan kelezatan makanannya.

Wika-Papa Pelangi-keluar dari mobil dan menatap Pelangi dari luar mobil seakan memerintahkan anaknya untuk keluar. Dengan terpaksa Pelangi melakukan perintah bisu dari Wika.

Mereka saling mengunci rapat mulutnya. Tidak ada satu pun dari mereka yang berniat membuka suara mencari topik meskipun sudah hampir satu tahun tidak bertemu.

Setelah Wika memesan makanan, ia terus memainkan ponselnya. Pelangi seakan melihat-lihat buku menu dipandangan orang lain. Padahal ia sedang berkutat dengan pikirannya.

"Kenapa Papa ngelakuin ini?"

***

Pelangi merebahkan tubuhnya yang lelah menghadapi hari ini. Ada yang harus ia sembunyikan dan ada yang harus ia ketahui secara bersamaan. Jika diingat-ingat, hari ini begitu menyebalkan, lebih menyebalkan dari Semesta.

Matanya menangkap buku tulis sampul biru diatas meja belajarnya. Membuat sesuatu yang dari tadi tertahan ingin tersalurkan. Ia beranjak dari kasur menuju meja belajar, mendaratkan dirinya diatas kursi khusus belajar, nyatanya tidak selalu untuk belajar.

Jari-jarinya menarik pulpen hitam di samping buku. Tangan satunya membuka buku ke halaman kosong. Jarinya bergerak lincah, menulis sebuah cerita pendek.

Kekesalannya tersalurkan secara positif. Hanya dengan menulis, suasana hatinya yang buruk bisa kembali secara perlahan dan melunturkan emosinya sedikit demi sedikit.

Diam-diam bulir-bulir dari mata Pelangi meluncur bebas ke bawah, membasahi pipi lembut cewek itu. Terkadang menulis membuatnya teringat akan masa lalu yang suram.

Ia menghentikan kegiatan menulisnya dan mengambil tisu untuk menyeka air matanya. Setelah beberapa menit setelah merasa lebih tenang, cewek berambut panjang itu melanjutkan ceritanya yang sempat terpotong.

"Aeleashaa berharap suatu saat tak perlu bermain petak umpat dengan hidupnya, tanpa perlu menyembunyikan luka." Pelangi mengakhiri kalimatnya dengan secercah harapan. Menutup buku itu dan menyimpannya diantara buku-buku pelajaran, agar tidak ada yang menemukan. Tidak ada yang perlu mengerti perasaan cewek berambut lurus itu. Tak perlu berusaha mengerti, karena itu akan menyulitkan.

***

A/N

Hai, gimana dengan part ini?

Aku benar-benar berterima kasih pada kalian yang mau baca ceritaku dan dukung aku dengan vote dan comment kalian.

Semoga cerita ini bisa menghibur hari Rabu menyebalkan kalian.

Kalau ada kesalahan kalimat, tanda baca, dll. Kalian bisa ingatkan aku ya, karena sesungguhnya manusia tak pernah luput dari kesalahan.

Pesanku untuk kalian ... jangan bosan baca cerita ini ya, hehe.

Jangan lupa tinggalkan vote dan comment untuk part ke-3 ini <3

Salam manis,

Marsyaulya
(Pacar sah Hyunjin)

Feels Far [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang