Terkadang fakta tak mampu terungkap, hingga kitalah yang harus
mencarinya sendiri.***
Di bawah langit yang syahdu dengan hembusan sang bayu yang mengelus mulus. Teriknya mentari membuat kedua remaja yang berdiri tegak itu mencolok. Tatapan salah satu pemilik iris coklat tua itu layu. Pertanyaan tak terjawabnya itu terus saja berjalan mondar-mandir dalam pikirannya.
"Gara-gara lo nih!" keluh Bintang tiba-tiba.
"Kalau lo nggak ikuti ide konyol gue, lo nggak bakal ada di sini," jawab Semesta datar tanpa menoleh.
Seketika ruang di antara mereka sunyi. Tak ada yang bersuara kembali meski tangan mereka sama-sama sudah lelah terus mengangkat. Sinar sang mentari masih mengukuhkan mereka.
Setelah beberapa menit terlewati, Bintang kembali bersuara. "Lo masih menerka-nerka jawaban Pelangi 'kan?"
Semesta menoleh ke arah Bintang cepat. "Kenapa?"
"Orang yang lo pikirin, nggak mau ada di otak lo." Bintang menurunkan tangannya dari sikap hormat diikuti gerakan yang sama oleh Semesta.
"Jangan bilang, lo juga suka sama Pelangi?"
"Gue nggak bilang,"
Seketika tangan Semesta mencengkeram kerah seragam milik Bintang. Matanya yang layu berbalik menjadi menggebu-gebu. Kadar emosinya langsung naik dari titik rendah.
Semesta menurunkan tangannya. "Lo mau menyaingi gue?"
"Kenapa nggak, disaat posisi lo melemah dalam kehidupan dia?"
***
Langkah panjang Hanin bisa terekam penglihatan siapapun. Tasnya menggantung dipunggung dan pergelangan tangannya. Salah satu tas itu adalah milik temannya, Pelangi. Gadis itu belum kembali ke kelas sampai jam pulang bersuara lantang.
"Pelangi?" panggil Hanin yang sudah memasuki UKS seraya mendekati kawannya.
Pelangi menoleh dengan sudut bibirnya yang tertarik ke atas. Ia tetap membisu, membiarkan Hanin berjalan mendekat padanya.
"Lo belum pulang?" tanya Hanin dengan tangannya yang tiba-tiba menempel pada dahi orang dihadapannya.
"Gue masih di sini, pakai ditanya lagi." Pelangi pura-pura mendatarkan wajahnya.
"Efek bandel jadi gini 'kan? Udah tau demam masih aja ngeyel berangkat sekolah. Bukannya istirahat di rumah."
"Dari pada ketinggalan pelajaran," saut Pelangi.
"Sok rajin!" ungkap Hanin. "kenapa nggak telfon nyokap atau bokap aja?"
Deg!
Pelangi tersenyum simpul. Sepanjang hidupnya ia sering ditanya seperti ini. Tidak sulit untuknya menutupi kebenaran orang tuanya.
"Gue nggak mau ganggu mereka."
"Ganggu bentar nggak papa kali," tanggap Hanin, "betewe, lo tau kalau Kak Semesta dan Kak Bintang dihukum dilapangan buat hormat sampe jam pulang selama satu minggu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Feels Far [COMPLETED]
JugendliteraturBersama Semesta adalah kesalahan fatal. Semua yang mulai membaik, langsung berbalik dua kali lipat dalam sedetik. Kehancuran semakin terlihat jelas. Misteri yang muncul tiba-tiba dalam hidup Pelangi, seperti menemukan catatan lama yang hilang. Tak j...