O9. PERGI

927 107 24
                                    

Pada saatnya orang akan
mulai lenyap dari lingkup hidup.

***

Ruang redup itu mulai benderang berkat mentari. Cahayanya perlahan menembus celah tirai jendela. Membangunkan lelapnya sang putri tidur. Tubuhnya masih melekat, enggan terpisah. Hatinya mendadak berdenyut nyeri.

"Apa semuanya akan kembali semula?" batin Pelangi.

Setelah berdiam diri beberapa menit mengumpulkan nyawanya, Pelangi mulai menjauhi kasurnya. Ia mulai membersihkan diri.

Dengan perasaan segar ia melangkah ke arah tempat sumber tenaganya. Gadis itu mulai menimbang-nimbang apa yang akan dibuatnya. Cacing perutnya sudah berteriak ingin makan.

"Buat mie aja kalau gitu," putus Pelangi setelah berpikir panjang.

Setelah beberapa menit terlewati untuk memasak mie, gadis itu langsung menyantapnya dengan lahap. Akan tetapi ia tiba-tiba teringat masalah dengan papanya. Membuat nafsu makannya hilang meskipun tinggal satu suapan lagi.

Tanpa sadar ia mulai melamun di hadapan semangkuk mie. Pikiran tentang masalahnya berkelebat. Satu pertanyaan terlintas di benaknya.

"Papa di mana?"

"Beliau sudah pergi sejak subuh tadi," jawab suara berat.

Pelangi menoleh ke sumber suara, "Ke mana?"

"Ke bandara."

Gadis itu tersenyum kecut seraya mengaduk-aduk makanannya. Ia mulai mengerti, segala yang baik tak selalu berjalan lancar. Akan selalu datang awan hitam yang menutupi bagaskara pada waktunya.

"Non, saya ingin mengundurkan diri. Saya sudah cukup menua, saya pikir sekarang waktunya saya berhenti dan menikmati hidup bersama keluarga," ucap Pak Hadi tiba-tiba.

Pelangi menatap orang satu-satunya yang sering bersamanya. Akan tetapi ia berusaha mempertampilkan senyumnya dan mengangguk.

"Pak Hadi sudah diberi gaji oleh Papa?"

"Sudah, Non."

"Baiklah, Pak Hadi boleh pergi. Lagi pula saya terbiasa sendiri."

Pak Hadi menatap Pelangi berat. Kata-kata terakhirnya membuat sosok laki-laki tua itu merasa bersalah. Akan tetapi ia tetap melangkahkan kakinya perlahan meninggalkan Pelangi.

Gadis itu menghembuskan nafas berat. Kini ia benar-benar sendiri di rumah besar rancangan papanya. Kediaman itu bagai telah mati dalam sekejap.

***

"Gue gabut," keluh Pelagi seraya sedikit melempar ponselnya ke sebelah kanannya.

Ia telah menghabiskan berjam-jam dengan menonton utub, lalu ke wattstagram, kemudian beralih ke gugel men-scroll tidak jelas. Terus diulang-ulang sampai jarinya mulai lelah.

"Rebahan emang enak, tapi kalau nggak ada kerjaan tetap aja bosan," gerutunya.

"Kapan hari Senin?"

"Kapan masuk sekolah?"

"Kapan gue nggak gabut lagi?"

"Kenapa dari tadi jamnya lelet?"

Gadis itu berusaha telepas dari gravitasi kasur yang sangat kuat itu. Dengan susah payah ia berhasil berdiri dan mendekat pada jam. Ia menatap jam itu tanpa berkedip. Telinganya menempel pada permukaan jam dinding dalam beberapa detik.

Feels Far [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang