18. KAMU

711 83 0
                                    


Seseorang yang datang tak diundang,
dan memporak porandakan
duniaku, kamu.

***

Wajah cantiknya terbalut dalam kekesalan. Sebuah mangkuk ukuran sedang menempel erat ditangannya. Kini mentari mulai menaiki singgasananya. Pelangi menggerutu pelan dihadapan orang yang dibencinya. Ia menyuapi orang itu dengan tidak benar tanpa protes.

"Pembantu kok nyuruh!" Pelangi kembali menjejelkan makanan ke dalam mulut seseorang di depannya dengan kasar membuat bibir orang itu berdarah. Namun gadis itu tak peduli perbuatannya. "Alasannya Pak Wika yang suruh."

"Gara-gara dia, gue jadi bolos 'kan!"

Ia terus menyuapi orang dihadapannya dengan cepat tanpa memperhatikan bibir itu mengeluarkan darah yang perlahan banyak akibat terkena sendok. Lama-kelamaan air mata Kela jatuh menikmati sensasi perih lukanya.

"Gue juga ngapain nurut sih?"

Pelangi menatap Kela sinis, "Bisa ngehasilin darah lo?"

"Ngomong dong, lo bisu?" kesalnya.

"Dia.emang.bisu," Suara itu tiba-tiba muncul dari balik tubuhnya. Tanpa menoleh ia tahu bahwa itu adalah pembantunya, Siti. "dan kamu jangan pernah melukainya lagi."

Tanpa berbicara lebih lanjut wanita itu membawa gadis bernama Kela pergi, menjauh dari titik koordinat Pelangi. Ia membeku tanpa menoleh dengan posisi kaki kanannya menumpu dirumput dan kaki kirinya naik. Tangannya berdiam diri di atas kaki kirinya.

"Gue ... nyakitin dia?" ucap Pelangi disusul desis kesalnya. Matanya berkaca-kaca tak suka. "bukannya kehadiran dia yang nyakitin gue?"

Ia berjalan meninggalkan taman rumahnya menuju ke kamar. Hening. Gadis itu seakan berada di ruangan yang hanya berisi dirinya. Meskipun sudah lama dan kekosongan memenuhi dirinya. Namun terselip rasa ingin kehidupan dan haus kebahagiaan.

Tangannya mengunci pintu kamar tidur dengan pelan dari dalam. Tubuhnya jatuh di atas kotak empuk kamarnya. Ia menunduk dengan tangan yang terselip diantara helai-helai rambut. Matanya lelah mengeluarkan air kesedihannya. Akan tetapi hatinya sesak, ingin mengutarakan entah pada siapa.

"Dengan mudahnya dia bilang gue yang nyakitin," gumam Pelangi dengan suara serak.

Air matanya mulai menetes. "Orang selalu menyimpulkan apa yang mereka lihat ya?"

Ia menegakkan dirinya dan berjalan ke arah meja belajarnya mengambil earphone-nya yang beberapa hari telah jauh darinya dan memasangkan ke telinga dan ponselnya. Memulai menyetel sederet lagu-lagu sedih dengan volume full yang membuat air matanya tak terbendung.

"Kenapa takdir gue begini?" tanyanya entah pada siapa dengan suara putus-putus.

"Mama nggak ada, Papa seakan lenyap dari kehidupan. Saudara? Siapa saudara gue?"

"Dan gue, seakan terlahir dengan garis kesendirian."

"Kenapa harus gue?"

***

Ponselnya terus berbunyi sedari tadi. Perpaduan antara dering telfon dan pesan yang berpadu terselip diantara lagu-lagu sedih yang Pelangi setel. Matanya menatap langit-langit kamar dengan lemah. Matanya lelah menangisi apa yang ia hadapi.

Dengan malas ia mengecek ponselnya dan menampakkan sederet pesan dari Semesta, Hanin, dan Bintang. Sekaligus telfon tak terjawab dari kedua kakak kelas laki-lakinya. Pelangi lebih memilih untuk membuka pesan temannya.

Feels Far [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang