O5. TUKANG RUSUH

1.3K 125 20
                                    

Pelangi menggerutu kesal dengan tingkah Semesta yang seketika jungkir balik dari kebiasaannya. Akan tetapi hal itu tak dapat bertahan lama. Kelakuannya berubah-ubah disetiap kondisi tertentu.

Dengan segera ia mengambil langkah seribu menjauhi diri dari tempat ia memulai perdebatan pagi menuju ruangan yang akan ia tempati sampai satu tahun ke depan. Bel telah bersuara lantang dibeberapa tempat yang bisa terdengar dari mana pun. Batinnya merapalkan doa agar guru yang mengisi pelajaran belum datang.

Matanya seketika membelalak saat melihat Mars—guru Bahasa Indonesia—sedang melangkah menuju ruang kelasnya. Tanpa membuang waktu, Pelangi langsung masuk ke dalam kelas dengan cepat dan duduk dibangkunya dengan tenang.

"Kerasukan apa lo jam segini baru masuk kelas?" tanya Hanin curiga. Namun raut wajah Hanin langsung berubah menjadi menggoda. "Tadi ada yang lihat lo jalan ke gedung IPS."

Tiba-tiba suasana kelas menjadi bisu dan seluruh siswa menatap ke arah mereka. Pelangi menginjak sepatu Hanin sambil tersenyum bersalah ke arah teman-teman dan gurunya.

"Lo mau ketemu— mph." Hanin membelalakkan matanya tak terima saat Pelangi menginjak kakinya dan membekap mulutnya. Tetapi ia baru sadar bahwa kelakuan Pelangi ada sebabnya.

Pelangi membuka buku tulis dan menyiapkan pulpen hitamnya untuk menulis. Perlahan kepalanya mendekat ke arah Hanin.

"Lo nggak peka," ucap Pelangi lirih.

Hanin membuat iris matanya menyudut ke arah keberadaan Pelangi sambil menulis di belakang buku pelajarannya itu dan menggesernya pada Pelangi.

LO JUGA!

Kata-kata itu tertulis besar di halaman putih itu. Tanpa berniat menanggapinya, Pelangi mengembalikan buku itu pada sang pemiliknya.

"Baiklah, saya akan membagikan kelompok sesuai yang saya janjikan kemarin." Mars menatap buku absen ditangannya.

"Aileen dengan Pelangi," timpal Mars.

Pelangi menoleh pada Aileen yang sedang tersenyum ramah. Diam-diam perasaan aneh menyusup ke dalam dirinya. Mereka teman sekelas tetapi tidak begitu dekat. Apakah akan baik-baik saja?

***

Bel pulang bersuara, menyebar ke sudut gedung. Tangan gesit Pelangi menata buku-buku ke dalam tasnya. Ia tak ingin terlambat untuk kesempatan besar kali ini.

"Semangat banget nih mau diajarin kak Yunis." Hanin menatap gerakan kilat Pelangi tak percaya.

"Kesempatan besar, kan?" ucap Pelangi dengan wajah sumringahnya. "Betewe, makasih ya udah kasih tau tentang Kak Yunis."

"Iya," jawab Hanin turut senang. "Semangat, La!"

"Pasti!" jawab Pelangi bersemangat. "makasih ya. Gue cabut duluan ya, Nin."

Hanin mengangguk singkat. Gadis itu menata bukunya ke dalam tas sambil memperhatikan Pelangi yang kian menjauh.

Pelangi melangkah sambil membayangkan kejadian yang telah lalu. Langkah kakinya tetap berjalan pasti menuju perpustakaan.

Gadis bermata sembab itu memejamkan matanya. Ia sedang ingin menjauhkan pikirannya dari konflik dengan Wika. Beberapa menit lalu jemarinya baru saja terhenti menulis serangkaian cerita. Namun hal itu belum cukup. Cerita itu terlihat sangat pendek dan tampak tak ada istimewanya.

Secercah harapan menyusup ke dalam otak Pelangi yang mulai mendingin. Dengan gerakan gesit ia langsung mengambil ponselnya dan mencari kontak seseorang.

Feels Far [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang