Chapter 9

5.8K 921 432
                                    

Satu tahun telah berlalu.

Gadis dengan haori putih-pink itu berjalan mengelilingi kota dengan bahagia. Kata Urokodaki, ketiga anak tersayangnya telah menjadi pemburu iblis.

"Ah, anak-anakku yang terbaik." Dirinya terkekeh kecil.

Omong-omong dirinya ingin sekali melihat wajah mereka.

"Setelah Sabito sadar, aku langsung berkelana kembali, meski mereka sempat merengek padaku untuk tetap tinggal. Sudah enam tahun aku tak bertemu mereka." Gadis itu menatap langit malam.

"Kira-kira wajah Sabito dan Makomo terlihat seperti apa ya?" Ia terkekeh ketika membayangkan wajah dewasa kedua anak itu.

Bersenandung kecil, dirinya melangkah menuju hutan. Dia berencana melatih teknik pernafasan miliknya. Itu kabar baiknya, dia sudah dapat memadukan kekuatan rubahnya dengan katana dan mendapatkan beberapa jurus.

Disaat dirinya semakin masuk ke dalam hutan, dia mendengar percakapan antara dua orang.

Karena dirinya sudah dapat mengendalikan 'aroma tubuhnya', dia pun mendekat ke arah sumber suara.

Mengintip sedikit, dirinya dikejutkan akan sosok itu.

"Muzan dan Kokushibo? Mereka kenapa ada di sini?"

Dia ingin sekali pergi dari sana. Tapi Dia memustuskan untuk menunggu.

"Kokushibo, berjaga-jagalah di sekitar sini." Pria itu berkata dengan tajam.

"Apa tujuan Anda membawa saya?"

Pria bermata merah menyala itu tersenyum keji.

"Aku baru saja menemukan 'wadah' baru." Pria itu kemudian berjalan menjauh meninggalkan Kokushibo tanpa melanjutkan perkataannya yang tidak jelas itu.

[ Name ] tersentak.

"Jangan-jangan...."

Gadis rubah itu segera menyelinap tanpa sepengetahuan Kokushibo. Dia mengikuti pria bermata merah itu dengan perlahan.

Liku pegunungan dilalui [ Name ] demi mengetahui tujuan pria itu berada di dalam gunung.

Dirinya dikejutkan setelah mengetahui kebenarannya.

"I,inikan rumah Tanjiro!"

Dia bertransformasi menjadi rubah dan segera mencegat di depan pria itu.

"Pergi dari sini, Muzan!" ujarnya sarkas.

Muzan tersenyum tajam.

"Sudah lama kita tak bertemu, Kitsune."

Dengan santai Muzan melangkah mendekati rumah itu. Mengabaikan kata-kata yang diucapkan [ Name ].

"Sudah cukup Muzan, pergilah." Gadis rubah itu menggeram kesal. Kedua tangannya terbuka lebar, seakan-akan ingin melindungi rumah itu.

Muzan berhenti. Ia memandangi [ Name ] dengan cermat.

"Hee~ ternyata kau juga iblis sama sepertiku, [ Name ]." Dirinya mulai menyeringai.

Bulu halus [ Name ] mulai berdiri, ia merasa sesuatu yang buruk akan terjadi. Dan benar saja, urat-urat nadi Muzan muncul dan ia tertawa jahat.

"Kau, tau darimana mengenai namaku?" Gadis itu menatap nyalang pada Muzan.

Dirinya merasa setiap gerakan atau kegiatan yang dilakukannya pasti akan diketahui oleh pria iblis itu. Istilahnya Muzan memata-matai [ Name ].

"Ghah... ternyata-ternyata selama ini ada iblis selain Oni dan dia dapat bertahan di bawah sinar matahari." Muzan tertawa sadis. Dirinya menatap [ Name ] penuh minat.

"Bersatulah denganku, [ Name ]!" Muzan menarik tangan [ Name ] kasar.

"Aku dapat menciptakan dunia tanpa manusia untukmu."

Muzan menggenggam tangan mungil [ Name ]. Tak ada urat-urat yang menonjol, tak ada lagi taring, tak ada lagi cakar tajam. Hanya ada kelembutan terpancar dari matanya.

[ Name ] tersentak. Bingung, mengapa sikap Muzan menjadi seperti ini.

"Akan ku ralat kata-kata yang ku ucapkan. [ Name ], menikahlah denganku. Kita akan menciptakan dunia tanpa manusia, mahkluk yang tidak abadi itu."

Sebuah senyum terpasang indah di wajah pucat itu. Tangan yang besar itu mengusap kepala [ Name ] sayang.

[ Name ] terpaku. Mata merah yang indah itu memikat pandangannya. Seakan-akan mata itu memiliki sihir.

Muzan secara pelan menyeringai. Ia merasa yakin akan kata-kata yang ia keluarkan. Ia merasa bahwa Kitsune itu tertarik akan penawarannya.

"Tidak."

Muzan tersentak. Dirinya menatap mata emas milik Kitsune.

"Aku tak akan bergabung denganmu. Aku tak akan membiarkanmu merajalela di dunia ini. Aku akan membunuhmu meski harus memasuki neraka sekalipun."

[ Name ] melompat mundur. Dirinya memasang kewaspadaan tingkat tinggi. Dirinya tahu jika perkataan yang terlontar itu akan membuat Muzan marah.

Muzan terdiam. Dia menatap hamparan salju di bawah kakinya. Tak bergerak sedikit pun. Seakan-akan dirinya membeku.

Namun [ Name ] tak mengurangi tingkat kewaspadaannya.

Detik demi detik berlalu. Detik menjadi menit. Menit menjadi jam. Sudah tiga jam Muzan terdiam dengan posisi seperti itu.

Sesungguhnya, [ Name ] merasa lelah. Dirinya baru saja kembali dari perjalanan jauhnya dan belum beristirahat. Namun demi menyelamatkan keluarga Tanjiro, ia rela mati sekali pun.

Dia mulai mengurangi kewaspadaannya. Benar, langkah yang ia ambil salah. Bagimana pun juga, Muzan tak terlihat ingin menyerang.

[ Name ] melihat ke sekelilingnya. Belum ada tanda-tanda matahari mau terbit. Padahal dirinya sudah sangat lelah, ia ingin beristirahat. Ia hanya menyerahkan ini pada Sang Mentari.

"Kau melihat ke mana?"

•••
T. B. C.

Nah...

Maaf telat update...
Padahal biasanya saya update pagi hari jam 6-an...

Nah kalian ketemu ama Muzan nih...
Sapa yang seneng? Komen dong hehehehe ^^

Ano kalau ada keluhan... laporkan saja pada saya... tak perlu sungkan... saya ga gigit kok

Aduh...
Sepertinya bakalan slow update soalnya tabungan abis...
Jadi, mulai minggu depan hanya update tiap hari Senin aja...

Makasih udah mau mahami^^

Makasih juga buat yang baca, komen maupun vote ^^

Salam,
Ryche^^

You in Kimetsu no Yaiba《HIAT》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang