Chapter 20

4.6K 685 87
                                    

"Kau.... dari awal kau memang merencanakan ini bukan?"

[ Name ] terdiam. Ia tak dapat membela dirinya sendiri. Tak ada satu kalimat keluar dari bibirnya yang kecil itu.

Ia takut. Bagaimana jika, jika nanti kalimat yang ia lontarkan hanya menjadi angin lalu bagi mereka? Bagaimana jika.....

[ Name ] menunduk, dirinya sedang berpikir. Berpikir akan kalimat apa yang akan ia ucapkan. Dan akan konsekuensi jika ia berkata demikian.

"Oy bocah!" Pillar ular kembali bicara dengan nada yang tak enak.

Suasana di sana semakin terasa mencekam.

Oh ayolah beri waktu untuk gadis itu berpikir, dasar pawang uler *author.

[ Name ] terdiam. Ah ia sangat membenci dirinya yang seperti ini. Yang hanya diam ketika orang-orang mulai menekannya. Tak bisa membela dirinya. Ia harus segera memerbaiki sikapnya itu.

Gadis kecil itu menatap Obanai mantap. Tak ada lagi rasa takut dimatanya.

"Tidak."

Mereka menatap gadis rubah itu bingung.

"Aku tidak merencanakan apa pun dari awal. Dan baik Shinazugawa san maupun saya tak bersalah. Jadi, mari kita sudahi pembicaraan ini." Gadis kecil itu hendak berbalik arah sebelum seseorang mencegahnya.

[ Name ] menatapnya kesal. Obanai tak menyerah. Entah ada dendam kesumat apa hingga dia begitu kukuh mencari kesalahan [ Name ].

[ Name ] menepis tangan Obanai. Gadis itu menatap Obanai dengan datar.

"Apa sih maumu? Kau membenciku?"

Pillar ular itu terdiam.

"Atau kau merasa iri karena Kanroji san baik padaku?"

Obanai mengernyit. Ia heran mengapa gadis itu tahu jika ia suka pada Mitsuri.

"Kenapa kau mencari kesalahanku?"

[ Name ] menatap muak pada Obanai.

"Maaf saja ya Iguro san, saya ingin menjadi anggota pillar itu untuk melindungi umat manusia. Bukan untuk mengibarkan bendera perang dengan anda. Jika anda keberatan dengan kehadiran saya, mengapa anda tidak protes di awal tadi?"

Tangan [ Name ] terkepal erat. Kemudian dia beralih menatap Sanemi dengan pandangan lembut.

"Shinazugawa san, maafkan saya. Saya menangis karena wajah anda mengingatkan saya pada kejadian buruk di masa lalu. Saya sungguh minta maaf." Alibinya.

Gadis itu menunduk hormat pada Sanemi.

Kemudian ia menatap para pillar tersisa. Dirinya tersenyum ceria seakan tak terjadi apa-apa.

"Maafkan dan saya undur diri."

[ Name ] menghilang dari sana sebelum ada persetujuan dari mereka.

▪︎▪︎▪︎

Sudah seminggu berlalu semenjak kejadian itu. Kejadian yang mana membuat suasana canggung di antara mereka semua.

Yah sebenarnya [ Name ] tak terlalu peduli dengan suasana canggung itu. Namun bagaimana mereka bisa bekerja sama jika suasananya begitu terus?

"Onee chan~."

Seorang gadis kecil berlarian menuju gadis itu.

"Hanako? Ada apa?"

Gadis kecil itu tersenyum malu.

"Ka,kami lapar, Onee chan."

[ Name ] tersenyum. Gadis itu kemudian mulai menyiapkan bahan-bahan untuk memasak.

[ Name ] mengikat rambut pendeknya. Kemudian gadis itu disibukkan akan kegiatan memasaknya.

Beberapa menit berlalu. Terdengar suara langkah kaki mendekat.

"[ Name ] Nee chan, ada burung gagak hitam yang sepertinya mencarimu." Lelaki kecil itu berbicara.

[ Name ], yang pada dasarnya selesai memasak, menatap lelaki itu bingung.

"Dan di kakinya terdapat surat. Mungkin itu untukmu...."

[ Name ] mengangguk dia meminta bocah itu memanggil adik-adiknya untuk makan. Bocah itu menurut dan segera memanggil adiknya.

[ Name ] menyiapkan ruang makan dan meletakkan berbagai macam makanan di sana. Selesai dengan kegiatan itu, barulah ia menghampiri burung gagak miliknya.

Gadis itu berjalan menuju teras rumahnya. Di sana terlihat gagak hitam bertengger manis pada pembatas rumahnya.

"*kwak* surat dari Urokodaki san *kwak*."

Gadis rubah mengerutkan alisnya. Ia mengambil surat tersebut dengan tangan lentiknya.

Matanya mulai menjelajahi kata demi kata yang tertulis di kertas kecokelatan itu. Rautnya berubah-ubah selama membacanya. Namun pada bagian akhir, gadis itu membelalak lebar dan meremas surat tersebut.

"Sialan!"

Segera gadis rubah itu mengenakan haori miliknya dan menguncir rambutnya secara asal. Mengambil nichirin miliknya dan berpamitan pada Kamado bersaudara.

"Ingat jangan keluar dari rumah ini. Mungkin aku akan segera kembali beberapa hari lagi."

Keempat bersaudara itu mengangguk. Takeo mengacungkan jempol nya dengan raut wajah serius. Meyakinkan pada [ Name ] untuk tak terlalu mencemaskan mereka.

Tapi [ Name ] tetap merasa cemas pada mereka berempat. Gadis itu ragu. Ia tak berani meninggalkan mereka di sini sendirian tanpa adanya penjagaan. Tapi jika ia ingin menitipkannya pada salah satu pillar, bukannya mereka sedang saling marahan? Bahkan sepertinya Sabito dan Giyu agak menjauh darinya.

Gadis itu memijat dahinya frustasi.

"Akh, dasar Muzan sialan."

Pada akhirnya ia hanya bisa mengumpat pada keadaan.

•••
T. B. C.

Yosh chapter kali ini selesai >o<

Gimana gimana...
Penasaran ga kenapa dirimu ngumpat?

Penasaran akan isi surat Urokodaki?
bakal terlunasi (?) Kamis malam besok >o<

Hehehe~

Jika ada kesalahan dalam penulisan ataupun ketidaksesuaian pada alur, mohon beri tahu saya...jangan sungkan...agar cerita ini menjadi lebih baik....

Jika ada saran bisa beri tahu saya juga...agar cerita ini dapat berkembang saya nya juga^^

Saya berterima kasih karena kalian meluangkan waktunya untuk membaca, vote ,ataupun komen di cerita ini....

Terima kasih banyak^^

Dapat salam nih dari Kamaboko squad :v

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Dapat salam nih dari Kamaboko squad :v

Selamat menjalani hari, semuanya
Tetap semangat >o<

Salam dari ku,
Ryche~♡

You in Kimetsu no Yaiba《HIAT》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang