Mata tajamnya memicing. Kedua tangannya dilipat di depan dada. Pandangan angkuh masih melekat pada wajahnya yang rupawan itu. Ia mengawasi setiap gerakan seseorang dari jauh.
Melihat gerakan melayang lalu berputar yang dilakukan oleh seorang gadis. Seringai kembali tersungging. Gerakan yang cukup indah menurutnya.
"Ternyata dia memiliki gerakan bertarung yang fleksibel," gumamnya santai.
Alis kanannya terangkat ketika melihat wajah gadis itu yang terlihat kerepotan. Sebuah seringai kecil kembali menghiasi wajah rupawannya.
"Cukup bagus dan merepotkan. Hey kau, perhatikan dia dan pahami kelemahannya." Sosok itu berbicara dengan orang yang berada di sebelahnya, anak lelaki albino.
"Ya." Anak itu terlihat menanggapi secara ogah-ogahan. Dirinya sebenarnya muak berurusan dengan orang di sebelahnya. Tetapi orang ini begitu kuat dan lebih tinggi kedudukan dibanding dengannya sehingga mau tak mau ia harus mengikuti setiap titah manusia menyebalkan ini. Menyadari itu, anak itu berdecih.
"Kau tahu, Rui, kau termasuk bawahan yang penurut. Itu luar biasa, hahahaha." Tawa pelan mengalun lembut di udara. Sosok lelaki di sebelah Rui berbicara tanpa mengalihkan pandangannya ke Rui. Ia asyik menatap gadis yang tengah berjuang di depan sana.
"Dia dan saudara lelakinya akan melawanmu di masa depan," ucapnya terjeda, "dan kau akan mati karenanya."
Rui memutar bola matanya jengah. Lagi, lelaki di depannya itu hanya mengoceh tanpa bukti. Mengatakan jika pada akhirnya nanti kaum iblis akan musnah lalu seenaknya menyuruh mereka untuk menuruti setiap titah tirani miliknya.
Rui sedikit heran, kenapa Muzan mau diperbudak dan memperbudak orang di sebelahnya ini? Apa gunanya?
"Kau hanya ingin mengatakan itu? Sungguh tak berguna. Berhentilah bermain-main, mana mungkin aku mati karena dipojokkan oleh mereka." Rui merotasikan matanya jengah. Sudah cukup mengenai bualan tentang kematian. Ia merasa kuat setidaknya lebih kuat daripada manusia-manusia itu. Tetapi kenapa orang di sebelahnya ini terlalu meremehkannya? Menyebalkan sekali, begitu pikirnya.
Lelaki itu tertawa. Menertawakan ucapan masa bodo milik Rui.
"Kau bodoh sekali. Bukankah sudah aku bilang? Aku mampu melihat ke masa depan." Sebulir air mata menetes melalui sudut mata kanannya. Air mata yang tercipta karena terlalu banyak tertawa.
Lelaki itu mengerjapkan matanya beberapa kali. Membuat warna biru dari mata itu memunculkan beberapa tulisan kanji. Kanji yang tertulis, 'Dendam' pada bagian kornea mata kanan dan 'Kesedihan' pada bagian kornea mata kiri. Tulisan itu berwarna putih mencolok.
"Oh ayolah, Tuan Muda Kenji Pertama. Jangan berbicara omong kosong!" Meski jabatan Kenji lebih tinggi darinya, tetapi Kenji tak benar-benar memerlakukannya sebagai seorang budak. Bahkan Kenji sendirilah yang meminta mereka bersikap santai padanya.
Kenji kembali tergelak setelah mendengar panggilan yang terucap dari bibir Rui. Entahlah, ia merasa sedikit lucu akan panggilan tersebut. Padahal ia sendiri yang meminta dipanggil begitu.
"Cukup cukup, pffttt. Pe-perutku sakit karena terlalu banyak tertawa!"
Suara tawanya untunglah tidak terlalu kencang sehingga Nezuko tidak mungkin mendengarnya dalam jarak sejauh 53 meter itu. Kenji masih asyik tergelak mengabaikan wajah Rui yang sedikit memerah kesal.
"Kau!" Memilih untuk merotasikan matanya, Rui tak mampu menyalurkan kekesalannya lebih dari itu.
"Aduh-aduh maaf. Nah, baiklah, bagaimana? Bagaimana kemampuan gadis itu menurutmu?"
Kenji terkekeh sebentar sebelum menatap Nezuko dengan pandangan memicing. Kedua tangannya terlipat di depan dadanya ... lagi.
Mendengar pertanyaan sama yang terlontar, Rui kembali berdecih,

KAMU SEDANG MEMBACA
You in Kimetsu no Yaiba《HIAT》
FanfictionDipublikasikan pada tanggal 1 Desember 2019. Dihentikan untuk dirombak ulang. Masih bisa dibaca, hanya saja kemungkinan akan jauh berbeda. Status : belum dirombak. . . . Saito [ Name ], gadis yang baru saja lulus ujian masuk universitas impiannya, m...