Chapter 35

3K 406 83
                                    

Kedua lelaki itu melangkahkan kakinya menuju tempat di mana [ Name ] berada, suatu rumah di pedalaman hutan di Gunung Sagiri. Lokasinya sendiri hampir berdekatan dengan rumah yang dulunya dihuni oleh keluarga Kamado. Hanya sedikit lebih jauh lagi.

Ketika Tanjiro menatap sekitar, ia merasakan nostalgia dadakan karena tidak pernah mengunjungi tempat ini selama lima bulan terakhir. Tempat yang mereka tuju masihlah jauh jadi ia berniat mengunjungi ibunya. Tanjiro memisahkan diri dari Sabito, yang sebelumnya, anak lelaki itu sudah mendapatkan izin untuk menyusul saja.

Sabito pun hanya mengangguk tanda menyetujui. Lelaki berambut peach kembali melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda. Tak ia sangka, di saat dirinya melihat ke depan, ada penampakan sosok yang berlari menjauhi dirinya. Sebuah bayangan samar tetapi warna hijau mendominasi sosok itu. Maksud Sabito adalah warna pakaiannya.

Sebenarnya ia bingung mengapa ada anak kecil, menurutnya orang itu masihlah kanak-kanan, di Gunung saat senja. Tetapi ia hanya mengabaikan hal itu karena menurutnya tak penting. Dasar pillar hati dingin.

Melihat cahaya mentari yang semakin samar, Sabito segera mempercepat langkahnya. Bahkan kini ia berlari.

Bukan karena ia takut kegelapan. Tetapi rumah yang dihuni oleh [ Name ] belum diterangi sedikit cahaya pun. Ia khawatir, hanya itu.
Dan sebenarnya ia juga mengkhawatirkan bocah merah itu, tetapi Tanjiro adalah iblis dan setidaknya dapat melindungi diri. Berbeda dengan [ Name ] yang tertidur itu. Apalagi baru saja ia melihat sosok yang mencurigakan.

Sabito telah sampai duluan di tempat [ Name ] berada. Dengan perlahan, ia membuka lantas menutup kembali shoji* rumah itu. Melepaskan zori* sembari menyalakan lampu penerangan.

Zori* : sandal Jepang dengan alas datar.
Shoji* : pintu geser di Jepang yang masih dapat ditembus cahaya.

Segera saja ketika lelaki itu hendak duduk tepat di sebelah [ Name ], suara ketukan pintu terdengar.

"Sabito-san, Sabito-san. Apakah kau sudah sampai?" Suara Tanjiro terdengar. Sedikit ada kecemasan dalam nada bicaranya, jika kau mendengarkan baik-baik. Terdengar sedikit aneh juga. Namun, itu hanya sekilas sehingga Sabito tak terlalu curiga.

Lelaki dengan haori putih gading itu berjalan untuk menggeser shoji tanpa curiga sama sekali. Lagipula untuk apa. Toh entah bagaimana bisa, Tanjiro adalah satu-satunya iblis yang dapat menembus perlindungan di sekitar rumah ini.

Menggeser shoji, Sabito dapat melihat raut wajah Tanjiro yang tampak kelelahan. Menaikkan sebelah alis, lantas Sabito bertanya, "Kau kenapa?"

Mendengar pertanyaan yang ditujukan padanya, Tanjiro menyengir kecil sebelum menjawab, "A,ah hanya lelah karena menyusul ke sini secepat mungkin."

Anak lelaki itu kemudian mengucapkan salam lantas masuk dan melepaskan zori-nya. Dengan cepat ia duduk bersimpuh di sebelah kiri [ Name ].

Sabito mengangkat bahunya tak peduli. Ia beranjak menutup pintu dan mengambil posisi di sebelah kanan [ Name ]. Mengeluarkan suntikan khusus pengambilan darah. Dengan perlahan dan lemah lembut ia menusuk kulit [ Name ] dan mengambil darahnya.

"Tanjiro, cepat berikan botol darahnya!" Sabito mengulurkan tangannya. Memberi tanda pada anak lelaki itu untuk segera menyerahkan botol yang tadi ia bawa.

Namun, aneh. Tanjiro justru memiringkan kepalanya dan menatap Sabito dengan raut kebingungan.

"Apa maksudmu, Sabito-san?"

Kedua alis Sabito sekali lagi bertaut. Dirinya ikutan bingung. Bukankah tadi Tanjiro masih membawa botolnya?

"Tanjiro, jangan bercanda." Nada suaranya merendah. Biasanya ketika ia telah merendahkan suaranya, Tanjiro langsung patuh dalam keadaan apapun itu. Tetapi, kali ini tidak. Dan itu sedikit mengganggunya.

You in Kimetsu no Yaiba《HIAT》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang