Pain

3.4K 287 63
                                    

Crying is how your heart speaks, when your lips can't explain the pain you feel.








Prangg!!

Terdengar suara benda pecah dari lantai satu rumah milik Lee Jeno. Suara tersebut pasti berasal dari kedua orang tua Jeno yang sedang bertengkar.

Bertengkar mungkin sudah menjadi rutinitas kedua orang tua Jeno. Sudah satu bulan ini selalu ada suara benda pecah yang menggangu kegiatan tidur Lee Jeno di malam hari.

Penyebab utama pertengkaran tersebut adalah tak lain karena Mama Jeno yang tidak sengaja berteriak bahwa Jeno bukanlah anak kandungnya melainkan anak pungut. Ia dipungut agar Mama Jeno dapat menikahi Papanya.

Dan ternyata Papa Jeno berdiri didepan pintu rumahnya, mendengar hal itu dengan amarah yang sudah memuncak. Merasa tertipu dengan semuanya. Padahal dia rela meninggalkan kekasih yang dulu amat ia cintai karena Mama Jeno berkata telah hamil anaknya.

Jeno tentu saja sangat terpukul karena pernyataan Mamanya. Sejak saat itu, hidup Jeno sudah tidak ada gunanya.

Jika dulu saat Jeno mendapat peringkat pertama di kelasnya pasti di hadiahi sesuatu oleh Papa, sekarang hanya ada dengusan yang Jeno dapat.

Jika dulu Jeno selalu di manja oleh Mamanya jika ia berhasil membawa pulang piala hasil olimpiade matematika nya, sekarang hanya delikan sinis yang didapatnya.

Jeno sudah melakukan percobaan bunuh diri 2 minggu yang lalu dengan cara menjatuhkan dirinya dari jembatan sungai Han. Tetapi gagal. Jeno masih hidup sampai sekarang. Berkat seorang lelaki yang saat ini tengah memeluknya karena Jeno sedang berada di titik lemahnya.

"Menangislah Jeno, tak apa. Keluarkan semua keluh kesahmu." Renjun lelaki itu. Teman sekelas Jeno yang tidak pernah berinteraksi dengan orang lain.

Entah mengapa, ia sangatlah terkejut mendapati teman sekelasnya yang mempunyai image ramah menjadi seperti ini. Bahkan sudah mencoba untuk membunuh dirinya sendiri.

Renjun mengelus surai hitam milik Jeno dengan penuh kelembutan. Jeno memang saat ini tinggal bersama Renjun. Renjun tidak mempermasalahkan hal itu karena memang dia hanya seorang diri di Korea. Orang tuanya di China sedangkan Renjun memilih untuk bersekolah di Korea.

"Renjun... Jangan tinggalin aku." Jeno berbisik sangat pelan. Untung saja suasana apartemen Renjun sedang hening, jadi Renjun masih bisa mendengarnya.

"Tentu saja, aku akan selalu bersamamu Jeno."

Renjun juga tidak tau mengapa dirinya begitu nyaman berbincang dengan Jeno. Meskipun Jeno tengah dilanda depresi ringan, tetapi Renjun tetap merasa nyaman.

"Besok, mau ke sekolah?" Renjun bertanya pada Jeno.

Dibalas dengan anggukan.

"Serius?" Mata Renjun berbinar-binar.

Jeno memang sudah empat hari ini tidak ingin bersekolah. Ia kabur dari rumah dan menumpang tinggal di apartemen Renjun. Meninggalkan kedua orangtuanya yang masih saja bertengkar.

Biarlah mereka berdua menyelesaikan urusannya sendiri. Jeno sudah lelah. Hanya Renjun yang saat ini Jeno punya.

Untungnya seluruh biaya sekolah Jeno sudah dibayar lunas oleh Papanya. Jadi Jeno bersyukur masih bisa bersekolah.

Dan untuk uang saku, ia tidak membutuhkannya karena Renjun sudah bersedia membuatkan bekal untuk nya. Jeno sangat beruntung memiliki Renjun.

"Jeno." Renjun memanggil Jeno yang saat ini tengah melamun di kamar mandi.

Chéri [JenoxRenjun] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang