Suasana desa memang selalu menjadi favorit Nara sejak dulu. Angin yang berhembus terasa begitu sejuk bersama dedaunan yang meliuk-liuk tertiup. Sesekali telinganya disesaki oleh suara cicitan burung sejak pagi bahkan suara lenguhan sapi dari peternakan keluarganya, menambah khas suasana di desa.
Namun, bagi Nara, suasana tenang di sekitarnya, tak sanggup menetralisir keramaian di kepalanya.
Sudah satu minggu lamanya sejak peristiwa di rumah sakit ketika Nara mengatakan suatu hal yang sungguh tidak diduga yaitu, untuk berhenti bekerja.
Jujur, hingga detik ini saja, Nara belum bisa benar-benar memutuskan ucapannya di hadapan ayah, ibu, dan adiknya waktu itu. Entah mengapa, ada perasaan yang mengganjal di hatinya untuk sekedar memutuskan benar-benar keluar dari pekerjaan menjadi manager.
Selama satu minggu ini pula, Nara mematikan ponselnya. Ia tidak mau ada yang menghubunginya untuk saat ini. Terlebih lagi para member Bangtan yang pasti akan menanyakan banyak hal karena sikapnya.
Ia tahu, sikapnya saat ini terlalu kekanak-kanakan, tidak berprinsip, dan bahkan terlalu lemah untuk dianggap masalah. Entah hatinya yang terlalu mudah sakit hati, atau jalan pikirannya yang terlalu sempit, Nara tidak tahu. Ia hanya merasa menyesal atas apa yang telah ia lakukan selama ini. Ia merasa apa yang ia lakukan adalah hal yang akan menimbulkan kesalahan fatal di kemudian hari. Ia takut, jika ia kembali, Jungkook akan benar-benar membenci dirinya.
Satu minggu yang seharusnya melelahkan bagi Nara. Karena setiap harinya diisi oleh banyak pekerjaan yang sengaja Nara lakukan semata-mata untuk melupakan sejenak semua masalah yang tak henti memenuhi pikirannya.
Pagi hari, ia membersihkan seluruh rumah. Dari mulai menyapu, mencuci pakaian, memasak, mencuci piring, bahkan mengganti seluruh taplak meja dan sprei kasur yang ada di rumahnya.
Siang hari ia habiskan untuk menanam sayur di kebun milik keluarganya yang cukup luas di belakang rumahnya. Beberapa juga ia petik setiap hari, padahal kulkas di rumahnya masih penuh, bahkan beberapa mulai layu dan busuk karena hanya dibiarkan berada di kulkas tanpa kunjung dimasak.
Pada sore hari, ia pergi ke peternakan, membantu para pekerja di sana untuk sekedar memberi makan sapi-sapi atau bahkan memandikannya.
Segala hal ia lakukan untuk melupakan masalah yang ada. Hingga terkadang dirinya sendiri lupa untuk makan karena terlalu sibuk melakukan ini itu tanpa ampun.
"Nara~ya. Sudah cukup kau melakukan pekerjaan di sini. Selesaikan saja pekerjaanmu di Seoul." Suara Ji Ae mengisi keheningan suasana makan malam.
Nara yang duduk tepat di hadapannya menghentikan gerakan makannya, mendengar ucapan sang ibu.
"Ibumu benar Nara~ya. Ayah baik-baik saja. Sebaiknya kamu selesaikan apa yang sudah kamu mulai. Ayah tidak pernah mengajarimu untuk lari dari tanggung jawab."
Nara semakin merasa terdesak mendengar ayahnya ikut bicara. Apa benar? Apa dia salah memilih keputusan ini? Apakah dia harus kembali? Apakah semua akan membaik atau justru semakin buruk jika ia kembali?
Ah, gemuruh pikiran Nara tak sejalan dengan keadaan. Semua sungguh membingungkan baginya.
"Eonni, memangnya eonni tega meninggalkan tujuh laki-laki tampan itu? Pekerjaan eonni adalah pekerjaan impian para gadis di seluruh dunia, bagaimana mungkin kau melepaskannya begitu saja?"
Kali ini, perkataan Hani yang semakin membuat pikirannya berkecamuk.
Nara terdiam beberapa saat, membiarkan hatinya berdiskusi dengan situasi. Semuanya masuk akal. Pekerjaan ini, memang dirinya sendiri yang memutuskan untuk melakukannya. Ia bahkan sudah menandatangani kontrak dan tahu apa saja risiko yang harus dihadapi sebagai seorang manager.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Touch Your Heart?
FanfictionJungkook adalah orang yang paling kehilangan saat manager Han memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai manager Bangtan. Ketika Seokjin berhasil menemukan manager baru yang tak lain adalah temannya di desa bernama Jung Nara, semua...