Pagi-pagi sekali Nara sudah berdiri di depan pintu dorm milik Bangtan. Sejak tiga puluh menit yang lalu, ia benar-benar hanya berdiri sambil memikirkan apa yang dikatakan Seokjin semalam.
'Jungkook itu keras kepala. Dia cenderung ingin diperhatikan lebih oleh orang-orang di sekitarnya. Tapi dia baik. Dia adalah yang paling tidak suka mengecewakan orang lain, terutama orang-orang terdekatnya juga para penggemar. Awalnya kami sering kesal dengan sifat keras kepalanya yang cenderung egois dan tidak peduli, namun seiring berjalannya waktu, kami menyadari, mungkin karena usianya yang paling muda diantara kami sehingga dia ingin lebih diperhatikan dan didengar pendapatnya. Kau mungkin akan lebih mudah memahami karena usiamu sama dengannya, bukan?....'
Nara menelan ludahnya samar. Mengingat penjelan Seokjin semalam, membuat dirinya yang semula yakin dapat melakukan pekerjaan ini, menjadi sedikit ragu. Tanpa sadar, dia sedikit memundurkan langkahnya agak menjauh dari pintu dorm.
'....Kau tahu? Jungkook tidak suka diatur, tapi dia suka diperhatikan. Dia mudah menjadi baik dan cocok dengan seseorang jika dia mendapat perhatian istimewa dari orang itu...."
Mengingat kalimat selanjutnya yang diucapkan Seokjin, Nara kembali memajukan langkahnya. Ia benar-benar gugup. Sesekali ia merapatkan mantel cokelatnya karena angin yang berhembus menyisakan hawa dingin yang semakin membuatnya ragu untuk memencet bel pintu di hadapannya.
Dalam beberapa detik, Nara mengangkat telunjuk kanannya untuk memencet bel pada layar monitor di samping pintu. Namun, sepersekian detik kemudian, dia menekuk kembali telunjuknya, kembali ragu dengan tindakannya. Nara menggigit bibir bawahnya. Pikirannya dipenuhi dengan berbagai kemungkinan. Ia takut mengecewakan Seokjin. Ia takut tidak bisa melakukan pekerjaan ini dengan baik. Ia takut Jungkook membenci dirinya.
'....Nara~ya, aku akan sangat berterima kasih jika kau melakukan pekerjaan ini dengan sepenuh hati. Kami benar-benar butuh bantuanmu...."
Ucapan terakhir Seokjin di pertemuan mereka semalam kembali terputar di kepala Nara. Dia memejamkan matanya erat, kemudian kembali mengarahkan telunjuknya untuk memencet bel.
Namun, sebelum telunjuknya berhasil memencet bel, pintu dorm tiba-tiba terbuka, dan menampilkan sosok Yoongi yang sedang membawa kantung sampah di kedua tangannya. Nara tidak dapat menutupi keterkejutannya karena pintu yang tiba-tiba terbuka. Beberapa detik ia terdiam, hingga ia tersadar dengan sikapnya dan kemudian membungkukkan badan di hadapan Yoongi.
"Maafkan aku." Ucap Nara, spontan.
Yoongi yang masih berdiri di ambang pintu bersama dua kantong sampahnya menatap Nara dengan kening berkerut.
"Apa yang harus dimaafkan?" Tanya Yoongi.
Nara menegakkan kembali badannya dan menatap Yoongi.
"Umm...aa...aku...hanya...mm..."
Belum sempat Nara menjelaskan karena kegugupannya, Yoongi menyela,
"Sudah, sudah. Lebih baik kau membantuku."
Nara tahu maksudnya adalah membantu Yoongi membawa kantong sampah itu ke tempat pembuangan sampah di depan jalan.
"Oh, ne." Nara menjawab cepat dan meraih kedua kantong hitam sampah itu sekaligus.
"Kau yakin bisa membawanya semua?" Tanya Yoongi yang tidak yakin, mengingat tubuh Nara yang bisa dibilang mungil dan dua kantong sampah yang beratnya mungkin sama dengan berat tubuh Nara.
"Tentu. Aku bisa melakukannya." Nara segera mengangkat dua kantong sampah itu dengan sedikit terseok-seok.
Yoongi melihatnya kesulitan, dan beberapa kali meyakinkan Nara untuk membantunya, namun, berkali-kali pula Nara meyakinkan bahwa ia bisa melakukannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Touch Your Heart?
FanfictionJungkook adalah orang yang paling kehilangan saat manager Han memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai manager Bangtan. Ketika Seokjin berhasil menemukan manager baru yang tak lain adalah temannya di desa bernama Jung Nara, semua...