24

6.2K 539 4
                                    

                             Happy reading^^











"Aku lagi kerja bun, nanti aja ngomonginnya." Entah sudah berapa kali pria itu menolak halus permintaan sang bunda untuk berbicara.

"Iya bunda tau kok kamu lagi kerja, bunda cuma mau minta waktu kamu sedikit aja jen." sang bunda mencebik.

Membetulkan kaca matanya, pria itu menghela napas. Sepertinya... yang harus ia lakukan hanyalah menerima permintaan sang bunda untuk berbicara. pekerjaannya banyak sekali. Dan jika bunda jessica masih terus saja disini dan mengoceh tidak jelas, pekerjaannya tidak akan selesai.

Lee jeno tidak penasaran sebenarnya. Dia bahkan tak ingin tahu hal semacam apa yang akan di bahas oleh bunda jessica.

Lee jeno menatap sang bunda dari balik kaca mata beningnya. "Yaudah iya, jadi bunda mau ngomong apa?"

Sang bunda tersenyum puas, wanita itu menepuk-nepuk kepala putranya. Senang rasanya saat Lee jeno mau menerima ajakannya untuk berbicara. "Nah gitu dong, jadikan bunda gak perlu ngoceh terus dari tadi."

Lagi, Lee jeno menghela napasnya.

"Sebenernya sih bunda cuma mau minta kamu sama istri kamu ke rumah nanti malem." Merotasikan bola matanya, Lee jeno mengangguk kemudian.

Lee jeno kira bundanya akan membicarakan hal penting. Ya penting menurut bunda jessica, dan tidak penting sama sekali menurut Lee jeno.

"Itu aja 'kan?" Tanyanya.

Wanita cantik berusia empat puluh enam tahun itu mengangguk. "Iya. Tapi kamu harus janji, nanti malem kamu ke rumah sama yoon eun, okay?" Baiklah, sudah tidak ada pilihan lain. Lagi pula hanya berkunjungkan?

Lee jeno tidak mau mempermasalahkan itu sekarang. Ia lebih memilih untuk meng iyakan permintaan sang bunda. Pria itu yakin, Lee jeno yakin kali ini tidak akan ada topik yang akan membuat telinganya panas lagi.

"Iya, nanti aku ke rumah." Finalnya. Bunda jessica menepuk tangannya sekali, senyum wanita itu melebar.

"Oke, bunda tunggu, awas aja kalo bohong. Kalo kamu bohong, bunda coret kamu dari KK." Wanita itu berkata dengan antusias. Lee jeno sedikit curiga sebenarnya. Jika di perhatikan lagi... sikap bundanya terlihat sedikit aneh.
Di tambah lagi... ancamannya—hei ancaman macam apa itu?

—ah, sudahlah lagi pula bundanya itu memang lincah.

"Yaudah kalau gitu, bunda mau pulang dulu ya, jangan lupa loh." peringatnya, Lee jeno hanya menanggapinya dengan anggukkan kepala.

























Sepuluh menit berlalu sejak kepulangan bundanya.

Pria bersurai legam itu kembali di sibukkan oleh pekerjaannya yang sempat terabaikan selama beberapa menit.

Ia ingin pekerjaannya segera selesai lalu ia dapat mengerjakan pekerjaan baru lagi. Ya.. sama saja sebenarnya.

Bekerjaan baru, berkas-berkas yang ini selesai, kemudian datang yang baru. Begitu maksud yang sebenarnya.

Jika dipikirkan lagi, pekerjaan itu begitu membosankan.

Pergi ke suatu kafe atau daerah lain untuk meeting, kemudian kembali lagi ke kantor, dan berakhir dengan duduk di kursi kerja sembari membolak balik lembaran kertas dalam map yang berbeda.
Terus seperti itu.

Tapi setidaknya... pekerjaan itu menghasilkan banyak uang untuk Lee jeno. Bukan hanya tentang uang sebenarnya. Tapi juga untuk sekadar melupakan masalah yang menganggu pikirannya selama dua tahun ini. Sudah lama sebenarnya, tapi... entahlah itu sangat membekas bagi Lee jeno.

Husband |Lee Jeno| [END✔]  (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang