Sebenarnya Adel tidak melihat terlalu jelas dari belakang, hanya terlihat samar-samar. Lima belas menit sudah MPLS itu berlalu. Adel mulai merasa bosan. Ia ingin mengajak berbicara dengan teman yang berada di sebelahnya, tapi sepertinya teman itu tidak cocok untuk Adel.
Adel memutuskan keluar sebentar untuk menghirup udara segar. Namun ketika Adel sedang duduk, seorang pria yang tadi pagi menegurnya berdiri di sebelah Adel tanpa ia sadari.
"Kenapa di luar?"
"Eh ... em di dalam panas, Kak. Mana aku di belakang lagi, jadi gak terlalu kelihatan," jawab Adel sedikit mengomel.
"Itu, kan kesalahan kamu sendiri. Masuk sana. Gak ada alasan panas, gak kelihatan dan lain-lain," tegas pria itu.
"Tap-" ucap Adel terpotong.
"Gak usah banyak alasan."
Adel berdecak kesal ketika dipaksa untuk masuk lagi. Rasanya ia ingin membantah, tapi ia juga tidak ingin berurusan dengan pria itu. Jadi, Adel memilih untuk masuk kembali ke aula.
Sekian lama Adel menunggu acara ini selesai, akhirnya pun selesai. Tangannya spontan memegang perut karena tiba-tiba berbunyi, menandakan cacing di perutnya ingin dikasih makan. Ia langsung mengambil tas, lalu pergi ke kantin.
Lagi dan lagi Adel bertemu dengan pria menyebalkan itu. Dengan sikap tidak peduli, ia langsung memesan makanan kesukaannya, yaitu bakso. Sambil menunggu pesanan datang, ia memasang earphone di telinga sembari memainkan ponsel.
Pria itu lewat di sampingnya sambil memegang botol minuman dan berkata, "Kalau mau makan gak usah main ponsel."
Spontan Adel langsung menoleh ke arah pria itu dengan alis yang saling bertautan. Ia menatap pria itu bingung dengan ucapannya. Tetapi, pria itu tidak meresponnya lagi melainkan meninggalkan Adel begitu saja. Seakan-akan tidak mengerti maksud dari tatapan Adel.
"Memang dia siapa, sih? Kok ngatur-ngatur aku terus," tanya Adel pada dirinya sendiri yang tidak bisa menemukan jawaban.
Di tengah kebingungannya, makanan yang ia pesan tadi pun datang. Ia langsung menyantap makanan itu dengan lahap.
🌱🌱
Jarum jam sudah menunjukan pukul 14.30 PM tepat, waktunya Adel pulang. Saat ia ingin menelepon Aryo, baterai ponselnya habis. Ia duduk di halte sambil memutarkan ponselnya beserta kedua kaki yang sengaja digoyangkan maju mundur. Ia pasrah harus menunggu jemputan dari Aryo yang mungkin akan lama.
"Ah, bosan. Orang rumah gak tau kalau aku pulang jam segini?" gerutu Adel.
Di halte Adel tidak sendirian, ia ditemani oleh dua anak perempuan yang sepertinya sedang membicarakan sesuatu sehingga mereka teriak histeris.
"Coba kamu lihat ini. Kakaknya ganteng, cool lagi."
"Waa! Ngebayangin kalau aku bisa goncengan sama dia."
"Tapi sumpah loh, dia ganteng banget."
"Aaa ...."
"Jadi mau aaa ...."
Adel merasa jenuh mendengar dua anak perempuan yang sepertinya sedang tergila-gila dengan seorang pria. Sedari tadi ia celingak-celinguk berharap jika Aryo atau Ray datang menjemputnya.
Dua puluh lima menit Adel menunggu jemputan namun jemputan itu tak kunjung datang. Ia menyenderkan kepalanya lalu memejamkan matanya. Di situ Adel mendengar ada suara motor, ia berharap ketika ia membuka matanya suara motor itu adalah milik Ray, abangnya.
Tapi ternyata salah, karena yang datang adalah seorang pria yang menyebalkan bagi Adel. Ketika pria itu membuka helm-nya, Adel memutar bola matanya malas.
"Mau bareng gak?" tanya pria itu.
"Emang boleh?"
"Udah berapa tahun sekolah? Kalau ada orang yang nawarin ya berartikan boleh," ucap pria itu.
"Ya udah maaf, Kak. Tapi ...," kata Adel menggantungkan pembicaraan.
"Tapi apa?"
TBC ...
Jangan lupa vote ya❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Menyimpan Rasa [ On Going ]
Novela Juvenil[Open feedback setiap hari jum'at] Di sekolah ini tidak hanya aku saja yang menyukainya. Hampir seluruh anak SMAN 1 Bandung tahu tentang seorang siswa yang bernama Rio. Mungkin aku akan memiliki rasa dengannya, tapi aku akan menyimpannya. Kenapa har...