🐧 Part 28 🐧

55 11 13
                                    

Merasa tubuhnya sudah tidak berkeringat, Rio pun langsung mandi untuk membersihkan tubuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Merasa tubuhnya sudah tidak berkeringat, Rio pun langsung mandi untuk membersihkan tubuhnya. Saat ia mandi, terlintas di pikirannya tentang pertandingan basket yang akan diselenggarakan di Malang sekitar satu bulan lamanya. Di Bandung ia hanya tinggal tiga hari saja. Ia merasa berat meninggalkan keluarganya dan satu orang gadis.

Ia ingin membatalkan pertandingannya, tapi itu tidak mungkin. Apalagi Rio sebagai kapten basket. Seorang pelatih pun sudah mempercainya mengenai pertandingan ini.

"Akh ...." Rio meringis karena ia salah pola saat menggosok gigi.

Tak lama kemudian, Rio pun selesai mandi. Lalu ia langsung memakai pakaiannya dan tidak lupa Rio juga menyemprotkan parfum kesukaannya.

"Nak," panggil Netta.

"Iya, Ma?" Rio menoleh.

"Ini Mama buat baju untuk Adel. Kayaknya cocok untuk anak seumuran dia. Mama mau kamu kasih baju ini ke dia."

"Tumben Mama gini? Sama pacar aku dulu gak pernah gini."

"Terserah Mama, lah. Udah pokoknya kamu harus kasih baju ini ke dia."

Rio tersenyum. "Iya, Ma siap!"

Tumben banget Mama gini, batin Rio.

🌱🌱

Saat Ema ingin membereskan piring bekas makan tadi, Adel langsung mengambil alih pekerjaan itu. Menurutnya, ini adalah tugas seorang anak. Bukan orang tua. Ia juga tidak ingin mamanya kecapean.

"Aku aja, Ma."

Ema tersenyum. "Ya udah iya."

"Lebih baik Mama istirahat aja."

"Del, tetap jadi anak yang baik, pintar, berprestasi, dan bisa membanggakan Papa dan Mama ya, Nak." Ema mencium kening sang anak.

"Iya, Ma. Adel, kan sudah janji sama Mama."

"Ya, udah kalau gitu Mama mau ke kamar dulu." Adel mengangguk.

Ema masuk ke kamarnya. Ia merasa penyakitnya mulai kambuh, maka dari itu ia segera meminum obat yang sudah dianjurkan oleh Dokter. Ema sengaja tidak memberitahukan kedua anaknya jika ia sebenarnya mengidap penyakit ginjal selama dua tahun ini.

Kenapa ia tidak memberitahukan kedua anaknya? Hanya satu alasan, yaitu tidak ingin kedua anaknya khawatir dengannya. Ia juga tidak ingin pendidikan anaknya berantakan hanya karena mengkhawatirkan kodisinya. Mungkin nanti akan ada waktu yang tepat untuk memberitahukan ini semua.

"Pa, aku ijin mau keluar." Ray berpamitan dengan Aryo, papanya.

"Mau ke mana?"

"Biasa nongkrong sama temen-temen."

"Oh, ya udah hati-hati."

"Iya, Pa."

Semua pekerjaan Adel sudah selesai. Tidak ada lagi yang ia kerjakan. Ia masuk ke kamarnya. Seperti biasa, ia selalu menghibur diri dengan bermain gitar. Dulu saat ia masih SMP, Ray selalu mengajarinya bermain gitar makanya ia sangat pandai bermain alat musik tersebut.

Drett ....

Drett ....

Baru saja jari lentiknya memetik gitar, ponsel Adel bergetar menandakan ada panggilan masuk.

"Halo, kenapa, Ko?"

"Kita sekelompok."

"Hah? Sekelompok dimapel apa? Kok aku gak tau."

"Seni budaya. Kemaren Pak Narto kasih tau ke aku. Dia bilang kalau pembagian kelompoknya dari urutan absen."

"Oh, gitu. Memang apa tugasnya?"

"Membuat karya lukis."

"Ooo. Ya udah nanti hari senin kita omongin lagi."

"Hm."

Miko memutuskan sambungan telepon itu secara sepihak. Kali ini Miko merasa senang bisa sekelompok dengan Adel. Ini saatnya aku bisa mulai mendekati Adel dan mengenal dia lebih jauh, gumam Miko sembari menatap layar ponselnya.

🌱🌱

"Hei, Bro!"

"Ke mana aja lo, Ray? Lama gak ke sini."

"Lo sibuk kuliah?"

Akhir-akhir ini Ray memang jarang datang ke basecame untuk menemui teman-teman lamanya karena ia lumayan sibuk dengan kuliahnya yang semakin berat.

"Ya gitu, lah. Gimana kabar kalian?"

"Baik. Eh, Adek lo mana?"

"Adel?"

"Siapa lagi emang Adek lo? Si Adel yang cantik," kata Leon.

"Abangnya aja ganteng."

"Halah," cibir Leon dan Rahmat bersamaan.

"Memang kenapa sama Adek gua? Suka?"

"Ya iyalah. Cowok mana yang gak suka sama Adek lo. Orangnya seru juga kalau diajak ngomong." Celetuk Nathan.

"Nanti kapan-kapan main aja ke rumah."

Ray tahu jika ketiga temannya itu menyukai Adel. Bahkan mereka pun sudah menganggap Adel layaknya seorang Adik kandung mereka. Mungkin untuk saat ini Adel merasa hidupnya sangat berwarna dan dikelilingi banyak orang yang menyayanginya.

TBC ....
Jangan lupa vote ya❤

Menyimpan Rasa [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang