🐧 Part 41 🐧

42 7 11
                                    

Di sepanjang perjalanan, mereka tidak membuka obrolan sama sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di sepanjang perjalanan, mereka tidak membuka obrolan sama sekali. Kalau Jessica tidak mengawali pembicaraan, mungkin mereka tidak akan berbicara. Saat mereka tengah berbincang, tiba-tiba ponsel Rio berdering. Ia agak menjauh dari Jessica untuk menerima panggilan tersebut. Tanpa sepengetahuannya, wanita itu diam-diam mengikuti Rio. Ia bersembunyi di balik pohon besar sembari mendengar sebuah percakapan.

"Siap, saya akan segera kembali, Pak."

"..."

"Iya, Pak. Selamat siang."

Melihat Rio sudah mengakhiri telepon, ia pun segera kembali ke posisi awal. Namun, Jessica tidak sengaja menginjak botol Aqua kosong. Tentu saja suara itu terdengar sangat jelas. Dengan matanya yang tajam, Rio langsung menoleh ke arah sumber suara yang ia dengar tadi. "Pasti Jessica mendengar pembicaraan aku tadi," batinnya.

Tidak ingin memperpanjang masalah, Rio pun memutuskan balik ke asrama. Sebenarnya yang menelepon tadi adalah pelatihnya. Pelatih basket Rio menyuruh kumpul di asrama karena ada satu hal yang akan dibicarakan mengenai strategi apa yang akan digunakan saat final nanti. Sedangkan, Jessica hanya bisa menahan kekesalannya karena tak jadi menunjukkan sesuatu kepada Rio yang sudah ia persiapkan kemarin.

Di sisi lain, Adel tengah duduk di halte menunggu kedatangan kakaknya yang tak kunjung datang. Ia sudah tidak sabar ingin pulang. Makan bersama dengan keluarga kecilnya seperti biasa. Hubungan keluarga Adel memang begitu harmonis dan hangat sehingga di luar sana banyak orang yang ingin mempunyai keluarga sepertinya. Sembari menunggu, Adel menggambar seorang pria sedang membaca buku. Ia rindu. Rindu akan perhatiannya, ketawanya, rangkulannya, dan senyumannya.

Saat sedang hanyut dalam lamunan, ia disadarkan oleh suara klakson motor dari arah yang tak begitu jauh. Spontan, dirinya segera tersadar dan menengok ke arah sumber suara. Ternyata Ray sudah datang.

"Adel, ayo!" panggil Ray sambil melambaikan tangan.

"Lama banget, sih. Ke mana dulu tadi, Bang?" kata Adel.

Ray terdiam sebentar. "Dari tempat teman. Kita cari makan dulu mau gak?" tanya Ray.

Adel menggeleng. Ray sengaja  mengajak adiknya mencari makan di luar karena ingin memperlambat kesedihan yang nantinya akan terjadi. Sebenarnya cara ini sama sekali tidak berlaku. Setiap anak ketika tahu salah satu orang tuanya meninggal, hati mereka pasti sangat terpukul. Cucuran air mata tentu akan keluar deras tanpa peduli mata bengkak.

Adel menepuk lengan Ray. "Bang, kenapa diam? Aku udah lapar. Mau makan. Eh, mama udah masak apa?"

Mendengar pertanyaan Adel yang polos seakan-akan tidak terjadi apa-apa membuat mata Ray berkaca-kaca menahan bendungan air mata. Ia langsung menutup kaca helm yang ia pakai.

"Ayo naik! Mama udah nunggu di rumah," ucap Ray dengan nada yang serak.

🌱🌱

Lima belas menit kemudian, Ray dan Adel pun sampai di rumah. Adel bingung dengan keadaan rumah yang sangat ramai. Di kelilingi oleh banyak orang dan terdengar suara tangisan. Tanpa pikir panjang, Adel langsung masuk ke rumah. Ia terkejut, ia tidak menyangka ini terjadi dalam hidupnya. Adel menghampiri mamanya. Ia memeluk erat-erat tubuh Ema sambil menangis histeris.

"Mama ... bangun. Ma, kenapa ninggalin aku secepat ini? Bahkan di h-hari terakhir mama mengembuskan na-napas terakhir, aku gak di samping mama," ucap Adel terisak-isak. Ia sudah tak kuasa menahan tangisnya.

"Sabar, Nak. Sudah waktunya mama kamu dipanggil Tuhan. Papa tau ini sesuatu yang berat bagi kamu. Sudah, jangan menangis. Mama pasti ikut menangis kalau lihat kamu seperti ini," kata Aryo sebisa mungkin menenangkan Adel.

Adel masih tidak percaya apa yang ia lihat sekarang. Tempat di mana ia selalu bercerita, berkeluh kesah, dan mengadu kini sudah tiada. Wajar saja jika hatinya begitu terpukul. Adel mengusap pelan rambut Ema, lalu menatap dengan penuh sendu. "Selamat jalan, Ma. Mama di sana yang tenang, ya. Aku sayang banget sama mama. Terima kasih untuk semua yang sudah mama lakukan sampai pada saat ini. Maaf, di saat-saat terakhir, aku gak ada di samping mama. Aku mencintaimu, Ma," batin Adel.

Tidak bisa melihat adiknya terus-terusan menangis. Ray mengajak Adel ke kamar. Ia ingin Adel beristirahat dulu. Ia takut kalau adik satu-satunya ini sakit. Pria itu mengusap air mata Adel yang mengalir di pipi sembari mengusap-usap punggung Adel. Setelah itu Ray pun memeluk ke dalam dekapannya.

"Udah jangan nangis. Ikhlasin mama. Ini sudah takdir Tuhan, Del. Kita semua gak ada yang tahu kapan Tuhan panggil kita. Itu semua sudah menjadi rahasia. Abang yakin kamu pasti bisa melewati ini semua. Di sini gak cuma kamu yang sedih. Abang, papa dan keluarga lainnya sedih. Ya udah kamu istirahat, ya," ucap Ray lembut.

Meskipun ia tahu bahwa hal tersebut sangat berat, pertanyaannya apakah setelah ini akan lebih mudah dilewati? Adel sendiri pun tak bisa memastikan akan hal itu.

TBC ....
Jangan lupa vota ya ❤

Menyimpan Rasa [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang