Lolos

2.6K 50 0
                                    

" gue yang jamin" Cakra menarik pergelangan tangan Hellen. Mengajak gadis itu pergi nyatanya Cakra masih peduli, hatinya bukan batu.

" apa jaminan lo?!" Suara Maung menghentikan langkah Cakra.

Maung benar benar tidak bisa meloloskan mangsanya pergi semudah itu. Hellen sudah menangkap basah dirinya beserta temannya membolos jam pelajaran di tambah ngrokok di lingkungan sekolah.
Itu sudah termasuk melanggar dua tata tertib sekolah, jika pihak guru tahu yang sudah dilakukan Maung dan kawan kawannya ini bisa berakibat fatal.
Bukan sekali dua kali Maung tertangkap basah ngrokok di sekolah. Itu alasan Maung tidak bisa meloloskan Hellen begitu saja jika Hellen bocorin ini semua ke guru tamat sudah riwayat Maung.

" lo kenal siapa gue bang" tanpa menoleh memandang muka lawan bicaranya Cakra melanjutkan langkahnya.

Manik mata Maung mengikuti langkah Cakra sampai postur tubuh Cakra hilang terkikis jarak. Maung tidak punya hak untuk mencampuri urusan antara Cakra dan Hellen. Semua punya tolak ukur sendiri.

•••

Tangannya masih mengait dengan tangan yang ukurannya lebih besar, Hellen mengikuti irama langkah yang terbilang tergesa gesa. Entah kemana tujuan Cakra membawanya pergi. Tidak ada penolakan saat ini, Hellen hanya mengikuti alur. Diam dan canggung.

Cakra menyenderkan tubuh mungil Hellen di tembok putih polos sebagai tumpuan tubuh Hellen saat ini. Hening seketika.
Cakra diam seperti biasa. Memajukan beberapa senti wajahnya mengikis jarak di keduanya. Hellen memejamkan mata dan menunduk jantungnya berdetak tidak normal, darahnya naik saat nafas Cakra menghembus tepat di wajahnya. Hellen bisa merasakan hangatnya hembusan nafas Cakra.

Tidak ada siapa siapa selain mereka dan tentunya tembok ini sebagai saksi bisu. Cakra tak mengeluarkan suara membuat Hellen semakin grogi. Hellen beranikan diri membuka pejaman mata dan menatap mata milik mantannya ini. Mata keduanya saling bertemu. Ada rindu yang tercerminkan dari manik mata Hellen, rindu akan sosok didepannya saat ini.
Rindu masa masa indah dulu saat tawa hangat Cakra masih untuknya. Rindu yang selama ini menyiksanya dan sekali lagi rindu yang mengurung dirinya di dalam jeratan perihnya masa itu. Masa yang paling Hellen benci diantara yang di benci.

Berbeda dari manik mata Cakra.Tatapannya teduh banyak misteri yang tersimpan di balik tatapan teduh itu. Cakra memandang lekat gadis di hadapannya gadis yang senyumnya mampu meluluhkan ego dan emosinya.Gadis yang membuat dirinya merasa hidup. Gadis yang di cintai kedua setelah ibunya. Itu dulu. Sekarang, entahlah hanya Cakra yang tahu perihal itu.

Tanpa jeda Cakra terus memandang manik indah berbulu mata lentik alami, seolah olah Cakra meluapkan alasan yang menyebabkan sorotan matanya teduh. Cakra semakin mendekat berniat mencium gadis yang kini memejamkan matanya detak jantung Hellen semakin mledak saat Cakra mendekatkan wajahnya. Benar benar dekat. Hati Hellen tidak menolak hal ini sama sekali, Hellen tidak munafik dirinya juga menginginkan hal yang serupa.

Beberapa detik sebelum adegan itu terjadi, otak Hellen seakan memutar memori masa itu di kepalanya terus terputar sebrengsek apa dulu Cakra  mempermainkan hatinya, menjatuhkan saat dirinya berada di puncak masa bahagianya, mencabut paksa sebelum cinta itu mekar sempurna.

" lo ngga inget cara lo dulu nyakitin gue?" Hellen mendorong kuat tubuh Cakra,menjauhkan dari dirinya.

Hellen menatap tajam, tidak ada lagi rindu kini hanya benci dan muak. Mungkin jika hal ini terjadi di satu tahun yang lalu ini adalah hal yang akan selalu Hellen kenang. Sudikah Hellen di cium oleh laki laki brengsek yang dulu dengan seenak jidat mempermainkan perasaannya. Jelas tidak. Hellen pergi dengan segenap rasa marah pada dirinya sendiri hampir saja dirinya luluh pada tatapan teduh lelaki itu.

Gertakan MeteorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang