Cerita Minggu

2.5K 86 6
                                    

Leo pranata, lelaki itu turun dari motornya. Berjalan memasuki cafe. Dirinya berdiri di bibir pintu  yang terbuat dari kaca, matanya berkeliaran dari sudut kesudut lain setelah mendapat apa yang dicari, kaki berbalut jeans hitam itu mendekati meja yang berpenghunikan seorang gadis. Leo duduk berhadapan dengan sang gadis yang wajahnya sedikit tak dikenali karna memakai kaca mata hitam.

Pelayan cafe mengantarkan pesanan mereka meletakkan secara pelan di meja. Tidak ada obrolan dari keduanya. Pelayan segera kembali setelah tugasnya selesai,sekembalinya pelayan tanpa basa basi Leo mengeluarkan selembar foto secara terbalik dari saku jaketnya.

Leo menatap kearah sang gadis dengan tangan yang mendorong pelan selembar foto diatas meja. Leo meneguk minuman pesanannya sedangkan sang gadis berusaha meraih foto yang terbalik itu. Tangan putih sang gadis membalikkan foto yang sudah digenggamnya setelah melihat foto tersebut yang lengkap dengan coretan tulisan  target, sang gadis menatap Leo yang juga menatapnya. Tersenyum penuh ambisi.

Sang gadis tersenyum memamerkan gigi kawatnya. Mereka tersenyum penuh kemenangan seakan ada perlombaan yang pastinya akan dimenangkan oleh mereka. Mereka berdua tidak banyak mengeluarkan suara seolah berbicara melalui bahasa isyarat yang hanya mereka berdua yang tahu.

•••

Denting jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari, jalanan mulai sepi kendaraan yang berlalu lalang. Ketika kebanyakan orang memilih untuk beristirahat setelah seharian disibukkan dengan aktivitasnya,lain dengan sekumpulan anak remaja yang masih setia dibawah sinar bulan.

Cakra dan kelima sohibnya  bermalam di rumah Vian. Otong dan Dimas mengacak acak dapur membuka lemari es yang penuh makanan sedangkan yang lain duduk melingkar di sofa.

" gimana kelanjutan rencana video itu Cak?" Tanya tuan rumah.

" hampir lupa gue" terlalu banyak yang mengisi pikirannya hingga masalah ini hampir saja terlewatkan.

" menurut lo gimana Fer?" Cakra mencoba meminta pendapat dari Feris karna di rencana kali ini Feris yang akan bermain peran paling penting.

" deketin aja dulu, step by step" Feris menjawab enteng pertanyaan Cakra.

"  kita main halus aja masalah ini ngga bisa di sepelein gitu aja" Sakti mematikan puntung rokoknya.

" maksudnya?" tanya Lare, semuanya masih abu abu.

" pikir sendiri!" Sakti meraih gitar hitam yang tersandar di dinding. Tangannya mulai memainkan senar gitar.

" vocalnya gue" Otong mengajukan diri sebagai vocal dengan mulut yang penuh makanan.

" ngga usah, udah malem Tong kasian orang yang lagi pada tidur" Uccap Dimas.
Otong dan Dimas duduk bergabung dengan yang lain.

"gue ngga minta pendapat lo" Otong perpindah tempat, menjauh dari Dimas. Ngambek.

" ngambekan lo!" Dimas mengerutkan dahinya melihat tingkah Otong.

" bodo!" Singkat Otong.

" bidi imit!"

" lo berdua ngga siang ngga malem ribut mulu, ngga cape?" Vian jengah.

"  bacot maz" Dimas menghidupkan rokoknya. Tumben ngrokok.

" kesambet apa lo ngrokok?" Lare heran jarang sekali Dimas ngrokok.

" lagi ada masalah lo?" Seperti yang Sakti tahu di antara mereka jarang ada yang merokok ketika ada masalah yang membeban barulah mereka merokok. Terkecuali bagi Sakti, merokok adalah hobinya.

" bacot lo pada, gue ngrokok aja heboh" Dimas tak seperti biasanya. Dirinya seperti sedang menyembunyikan sesuatu.

" Kalo ada apa apa cerita Dim" Cakra menepuk pundak sahabatnya.

Gertakan MeteorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang