Korban

1.6K 65 1
                                    

Di sinilah Hellen malam ini. Bersama Leo. Mereka berdua duduk di kursi bioskop paling belakang. Keduanya larut menyaksikan film yang tengah di putar. Sebenarnya Leo tidak suka menonton, ia hanya menuruti permintaan Hellen. Lebih tepatnya Leo tidak punya tujuan, ia hanya asal mengajak Hellen keluar. 

"  mau makan ? "
Tanya Leo. Keduanya berjalan keluar setelah selesai.

" boleh "
Hellen antusias. Senyum sumringah terpancar di wajahnya.

Leo menatap lekat. Senyumnya membius. Menggelitik hati Leo. Ada rasa di mana Leo tidak tega jika menjadikan sang pemilik senyum sebagai alat. Leo bimbang, perasaannya berkecambuk. Secara teknis langkah untuk memanfaatkan  Hellen sudah tercapai, namun ada rasa yang menyaingi pencapaiannya. Tidak rela. Leo tidak ingin jika nanti Hellen membenci dirinya setelah tau tujuan utamanya.

"  ngga makan ? "
Hellen menatap Leo yang sendari tadi tidak menyentuh makanannya.

"  udah makan tadi "
Jawab singkat Leo.

"  kalo lo udah makan, kenapa ngajak makan ? "
Tanya Hellen. Berhenti melahap makanannya. Nafsu makannya berkurang.

"  gue ngga mau lo kelaperan pas jalan sama gue "
Ucap Leo.

Hellen meletakkan sendok dan menelan makanan yang sudah terkunyah di mulutnya.
"  kalo ada masalah cerita, gue siap jadi pendengar "

"  sok tahu "
Kilah Leo.

" bukannya sok tau. Kelihatan banget lo lagi kepikiran sesuatu, cerita aja biar lega "
Ucap Hellen. Ia menatap wajah Leo penuh harap, ingin sekali mengetahui hal yang mengganggu pikiran Leo.

"  habisin dulu makanan
lo "
Leo masih saja kaku.

"  gue ngga maksa lagi, sebagai temen gue cuma pingin meringankan beban lo. Meski cuma jadi pendengar "
Hellen sedikit kecewa Leo masih belum mau berbagi masalahnya. Bahkan saat Hellen mengatakan mereka hanya teman, hatinya membantah hal itu. Sepertinya perasaan Hellen lebih dari teman.

Leo melihat kekecewaan di wajah Hellen. Tapi apakah harus dirinya berbagi hal dengan Hellen yang sebenarnya sumber pikirannya ini.
"  lo satu sekolah sama
Cakra ? "

Hellen kesal. Ia kira Leo akan menanyakan hal lain yang berhubungan dengan dirinya. Semisal warna kesukaan, hobi, makanan favorit atau hal lain.
"  ya, kenapa ? "

"  ngga papa "
Leo ragu untuk menanyakan sejauh mana hubungan keduannya. Rasanya itu bukan urusannya.

" lo ada masalah sama Cakra ? Sorry bukannya gue kepo, tapi waktu itu lo berdua sempet berantem dan gue lihat lo marah banget sama dia "
Hellen ingat betul bagaimana Leo saat itu. Ketidak sukaannya terhadap Cakra terlihat jelas.

"  soryy, waktu itu gue bertindak kasar. Gue lepas kendali "
Sejujurnya Leo malu dengan tindakannya saat itu. Menjadikan Hellen tawanan.

"  ngga papa, gue udah lupain hal itu "
Ucap Hellen, kecewa pertanyaannya tidak di jawab. Mereka berdua kembali diam. Sibuk dengan fikiran masing masing.

"  gue benci jadi nomor dua "
Leo memecah keheningan setelah keduanya lama terdiam.

Hellen hanya menatap sebagai bentuk respon. Memberi peluang untuk Leo agar melanjutkan ceritanya.

"  gue ngga suka dia selalu selangkah di depan gue "
Leo benci ketika posisi dirinya selangkah di belakang saudara tirinya. Tidak adil dan Leo menuntut hal itu.

"  benci jadi nomor dua ? Emang siapa yang ada di nomor
satu ? "
Hellen masih bingung dengan ucapan Leo.

" saudara gue "
Leo sengaja tidak menyebut nama Cakra. Sampai kapan pun susah baginya mengakui Cakra sebagai saudara tirinya.

Gertakan MeteorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang