Dua Saudara

1.1K 76 3
                                    

Malam ini Cakra pulang kerumah. Entah itu sekedar mandi dan berganti baju atau hanya rindu suasana rumah. Sebenci apapun Cakra dengan orang orang di rumah ini tetap saja rumah itu menyimpan banyak kenangan semasa ibunya hidup. Cakra membuka pintu utama, selalu ada bi Inem pembantu rumah tangga yang menyapa Cakra saat pulang. Bi Inem adalah sosok hangat bagi Cakra. Bisa di bilang hanya bi Inem yang memberi perhatian untuknya di rumah ini.

Cakra menaiki anak tangga menuju kamarnya. Ia merebahkan tubuhnya di kasur besar miliknya. Salah satu tangannya ia gunakan sebagai alas. Seragam sekolah masih melekat di tubuhnya, Cakra  memandang gamang langit langit kamarnya. Sunyi selalu ia rasakan di rumah ini. Sejujurnya Cakra enggan kembali namun rumah ini satu satunya hal yang paling banyak menyerap kenangannya bersama sang ibu.
Cakra ingat betul saat dulu sekali dirinya bermain kejar kejaran bersama ibunya, sewaktu itu adalah masa aktif dirinya sebagai anak laki laki dalam masa pertumbuhan.

Teriakan sang mama saat memanggil namanya menggema di penjuru rumah, entah itu saat menyuruhnya makan, mandi atau membangunkan dirinya dari tidur. Cakra hafal kebiasaan ibunya yang selalu membuatkan bolu pandan untuk dirinya. Rasa bolu pandan yang sangat khas dengan aroma yang sangat menggoda. Cakra rindu semua itu. Selalu ada kata 'andai' dalam angannya. Seandainya Ayahnya setia mungkin ibunya masih hidup hingga saat ini. Seandainya tidak ada Vina dan Leo dalam hidupnya pasti Cakra hidup dalam keluarga yang hangat dan harmonis.

Kesalahan sang Ayah mengundang dampak yang mengubah keseluruhan hidupnya. Cakra selalu merasa sendiri setelah semua hal pahit menerpa. Tidak ada sosok Ayah yang di kaguminya lagi. Hanya tertinggal kemarahan yang menyudut pada sang Ayah, satu satunya orang yang bertanggung jawab penuh atas kejadian satu tahun yang lalu.

Cakra terbangun dari keterdiamannya. Ia sadar tidak ada yang akan berubah dengan bertindak meruntuki kesalahannya Ayahnya di masa lalu. Cakra tidak mau hidup terpaku pada masa lalu, melewati waktu yang terus berganti dengan sudut padang satu. Menjalani detik yang terus berdenting dengan wajah wajah yang sama. Menghakimi mereka dalam hati dan mengumpat tanpa guna. Semua itu tidak memiliki arti dalam hidup yang hanya sekali ini, bukan ?.

Lelaki itu melirikkan matanya ketika ketukan pintu terdengar. Cakra malas membukanya, ia sengaja diam agar dikira tertidur namun suara ketukan pintu tidak kunjung lenyap dari pendengarannya. Dengan malas Cakra beranjak dari rebahannya.

"  Ada apa bi ? "
Tanya Cakra.

Bi Inem mengulas senyum hangat.
" Makan malam di rumah ya den, nyonya udah siapin semuanya "
Pinta bi Inem, perempuan paruh baya itu meminta Cakra agar mau makan malam di rumah sekali ini saja.

Jarang sekali Cakra pulang kerumah, ia selalu melewati makan malam bersama. Cakra lebih memilih makan di pinggir jalan atau bersama teman temanya ketimbang di rumah. Meski Cakra tau ibu sambungnya sudah menyiapkan hidangan kesukaannya namun tetap saja Cakra menolak makan malam di rumah. Bi Inem adalah saksi dari kekecewaan yang Vina telan saat Cakra menolak dan memilih pergi. Sekilas Cakra terlihat tidak memiliki perasaan dan bertindak tanpa memperdulikan hati yang ia singgung. Cakra sadar tindakkannya salah dan tidak sopan terhadap istri ayahnya, meskipun begitu Cakra tidak bisa berpura pura menerima Vina dalam keluarga ini. Hatinya menolak keras.

Cakra mengingat kapan terakhir kali dirinya makan malam di rumah. Lelaki itu menarik nafasnya dalam.
" Cakra mau mandi bi "
Tidak memberikan kepastian, Cakra menutup pintunya kembali lalu bergegas mandi.

___________________________

Meja makan berkelas mewah itu dipenuhi makanan dan minuman, ada banyak jenis. Bebarapa buah juga ada di sana, makanan yang tersaji sangat menggugah selera hanya dengan menatapnya. Aromanya pun tidam kalah menggiurkan, bakat memasak Vina dan bi Inem memang tidak bisa di pandang sebelah mata.

Gertakan MeteorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang