Ungkapan Cakra

1.8K 87 19
                                    

Cahaya matahari kian meredup, meninggalkan cahaya jingga yang samar. Senja menyapa ketujuh pemuda yang kini bersendau gurau di warung sederhana milik mang Hidun.

"  Muka lo dari tadi pagi sampe sore asem banget Cak, kenapa ? "
Feris menegur Cakra yang tengah merokok, ia mendudukan pantatnya di kursi bambu. Bersebelahan dengan Cakra.

"   Gue yakin pasti ngga jauh jauh dari Hellen kalo udah gini "
Ucap Sakti. Ia pun ikut merokok seperti Cakra.

Cakra menoleh tajam, ia menarik sebatang rokok dari mulutnya alhasil kepulan asap keluar.
"  Gue salah apa ya ? "
Tanya Cakra membuat Sakti dan Feris saling pandang.

Sakti terkekeh hingga bahunya naik turun.
" Gue kira lo bakal ngomel, nyatanya mau ngebucin "
Feris mengangguk membenarkan perkataan Sakti.

Otong dan Dimas yang baru saja selesai melahap nasi bungkus ikut bergabung.
"  Siapa yang bucin ? Belajar nih sama ahlinya "
Ujar Otong memukul kecil dadanya sendiri.

Dimas meremas kerupuk sisa lauknya tadi dan melemparkan kearah Otong.
"  Makan tuh ahli bucin "
Dimas dan yang lainnya tertawa puas melihat wajah Otong.

Otong mengusap wajahnya menggunakan kedua tangan.
"  Kampret lo Dim, gue ngga terima ! Sini lo gue kasih pelajaran baru nyaho lo ! "
Otong kesal.

Cakra dan yang lainnya terkekeh hingga perutnya sakit, mereka melihat ada remukan kerupuk yang nyangkut di alis dan bulu mata Otong.
"  Ngaca dulu, baru lo kasih gue pelajaran ! "
Dimas tidak berhenti tertawa membuat Otong makin kesal.

Sepertinya Otong belum menyadari keadaan wajahnya.
" Ngga usah nyuruh gue ngaca ! gue tau wajah gue ini ganteng dan lo iri kan ? "
Seru Otong dengan nada tinggi.

Vian dan Lare baru tiba setelah tadi kembali lagi ke sekolah mengambil gitar.
"  Muka lo kenapa ? Lo habis cuci muka pake kerupuk ? "
Tanya Vian yang menyadari banyak remukan kerupuk yang menempel di wajah Otong.

"   Skincare lo habis, Tong ? Jadi lo pake kerupuk buat cuci muka ?  "
Tanya Lare kurang ajar.

Otong meraba wajahnya, lalu berlari menuju motor Vian.
"  Anjrit lo pada !!! "
  Otong mengaca di kaca Spion. Rasa kesalnya seketika naik ketika mendapati wajahnya ternodai dan yang lain hanya menertawainya.

Semua merasa kecewa, tidak ada lagi bahan candaan.
"   Badutnya udah sadar, ngga asik  "
Celetuk Feris.

"  Lo berdua lama banget, gue tunggu dari tadi "
Sakti mengambil alih gitar yang sendari tadi di bawa Lare.

"  Enak lo duduk manis di sini, gue yang bolak balik di kira  ngga cape "
Lare mendumel.

Sakti mulai memainkan bakatnya. Petikkan gitarnya sempurna. Mereka masih setia di warung sederhana itu, tidak ada niat pulang meski sudah petang. Cakra menyesap rokoknya tanpa jeda, moodnya rusak sendari pagi. Ia lebih banyak diam dan sibuk berpikir, bertanya tanya apa salahnya hingga Hellen bersikap acuh saat mereka berpapasan tadi pagi. Mengingat  mereka yang kini sudah berteman dan Cakra yakin tidak melakukan hal yang membuat Hellen marah, seharusnya tidak ada alasan untuk Hellen bersikap cuek. Jauh jauh hari Cakra berencana mengajak Hellen pulang bersama namun rencananya hari ini gagal total.

Cakra membuang dan menginjak puntung rokoknya.
"  Apa gara gara tindakan Lolyta kemarin ? "
Gumam Cakra pada dirinya.

Vian yang memang duduk tidak jauh dari Cakra tidak sengaja mendengarnya.
"  Lo nyari Hellen ? "
Tanya Vian.

Cakra merespon cepat, ia menatap Vian menuntut jawaban pasti dan memberi tahukan keberadaan Hellen.
"  Tadi gue liat dia di halte depan sendirian, gue rasa dia nunggu bus  "
Ucap Vian. Tadi saat dirinya dan Lare dalam perjalanan mengambil gitar, ia tidak sengaja melihat Hellen duduk di halte.

Gertakan MeteorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang