Munafik

1.4K 166 17
                                    

Kai duduk merenung di jajaran kursi tunggu rumah sakit. Kejadian tadi, membuatnya bingung. Terlebih, apa yang jadi tujuan ibunya untuk memanggilnya ke rumah sakit. Kalau ibunya itu hanya ingin menanyakan tentang Luhan, jujur, Kai lebih memilih untuk tidak datang. Dan berdiam di rumahnya.

Dari arah koridor rumah sakit, Sehun datang berjalan ke arah kursi tunggu. Pria itu duduk di kursi yang sejajar dengan Kai. Ujung mata Sehun melirik Kai sekilas.

"Ada hal yang harus kuberitahu padamu"

Bibir Kai tak bergeming. Matanya terus menatap lurus. Ia tak berminat untuk melihat atau bahkan melirik Sehun.

"Kau tidak perlu takut untuk kehilangan Luhan lagi"

"Apa maksudmu?"

"Kau pasti sudah tahu maksudku" Sehun menolehkan kepalanya ke arah Kai. Dan adiknya itu tetap tidak membalas melihat kepadanya. Tapi itu tidak masalah untuk Sehun. Asal Kai mendengarkannya.

"Jangan bilang kalau kau dan Luhan akan bercerai?"

"Iya, aku akan bercerai"

Kai menghela napas. Lalu menyenderkan punggungnya ke kursi. Helm yang sedaritadi Kai pegang, di taruh di sebelahnya. Untuk membatasi tempat duduknya bersama Sehun.

"Apa alasanmu menceraikan Luhan?"

"Luhan tidak terima aku selingkuh. Dan juga, kau tahu kalau aku sudah tidak menyayangi Luhan"

"Kau munafik, Sehun"

Seketika kening Sehun berkerut. Ia menatap Kai dengan penuh tanya. Karena risih, Kai pun balik menatap Sehun dengan wajah datarnya.

"Aku tahu kau masih ingin bersama Luhan. Tapi karena sifat sok mu itu, kau bisa memanipulasi keadaan. Seakan Luhanlah disini yang sangat membutuhkanmu, padahal sebenarnya kamu yang sangat membutuhkan Luhan"

"Jangan sok tahu"

"Aku tahu watakmu. Sifat egoismu itu memang tidak bisa berubah"

Mendengar itu, Sehun hanya tersenyum kecut. Ia menganggukan kepalanya tanda mengerti. Sehun pun menyadari, dirinya itu memang egois.

"Ya, aku terima ucapanmu. Tapi ada yang harus aku beritahu padamu"

"Apa?"

"Kalau nanti aku dan Luhan cer-"

"Kalau kau tidak rela, jangan sok bicara cerai" Kai sedikit meninggikan suaranya. Toh sudah mau tengah malam. Tidak akan ada yang memperhartikan mereka. Kecuali suster yang melewat.

"Aku serius Kai"

"Aku tidak akan mendengarnya" Kepala Kai kembali menghadap ke depan.

"Tidak masalah mau kau dengar atau tidak. Tapi yang penting. Kalau aku dan Luhan sudah cerai, tolong jaga dia"

Sehun menunduk, mengubah posisinya. Entah kenapa, Sehun merasa sakit dan tidak rela mengatakannya. Tapi itulah yang memang harus ia lakukan.

"Terserahlah. Kau sangat munafik Sehun"

Kaki Kai langsung berdiri. Ia mengambil helm lalu berjalan ke luar rumah sakit. Meninggalkan Sehun sendirian disana.

-

Sehun berjalan di koridor rumah sakit. Sesekali ia mengusap wajahnya.

"Sehun?"

Merasa terpanggil. Sehun pun menoleh. Disana ada seorang wanita yang tengah menghampirinya. Wajahnya asing. Bahkan Sehun tidak mengenalinya.

"Kamu Sehun, kan?"

"Iya, anda kenal saya?"

"Hei, tentu lah"

Wanita itu tertawa renyah sembari menatap Sehun. Dan disitu, Sehun semakin bingung.

"Aku Seulgi, temannya Irene" Seulgi tersenyum ke arah Sehun. Ia hanya mengangguk mengerti. Ternyata dugaanya benar. Wanita ini tahu dirinya dari Irene. Walaupun Irene tidak pernah bercerita tentang Seulgi sekali pun.

"Bagaimana hubunganmu dengan Irene? Katanya kamu mau melamar dia"

"Apa dia tidak bercerita padamu?"

Seulgi mengerutkan keningnya.

"Bercerita apa?"

"Aku sudah berakhir dengannya"

"Benarkah?" Seulgi menutup mulutnya dengan sebelah tangannya. Jujur, Seulgi kaget. Karena selama ini ia melihat Irene terlihat senang-senang saja. Walaupun memang, sudah beberapa hari ini ia tidak bertemu dengannya.

"Kamu kerja disini?"

"I-iya. Aku juga harus melihat pasien baru ke ruangan"

"Pasien baru?"

"Iya. Pasiennya baru saja datang. Dan aku di suruh kesana untuk melihat keadaannya"

Sehun terdiam sebentar. Ia memikirkan ucapan Seulgi. Mungkin pasien baru yang di maksud Seulgi adalah istrinya. Dan kalau Seulgi kesana, pasti mereka akan satu arah.

"Yasudah, kita bareng saja kesana"

"Loh? Memang kamu mau kesana juga?"

"Iya. Aku tahu siapa yang akan kamu lihat. Nama pasiennya Luhan, bukan?" Sehun bertanya sembari berjalan perlahan ke depan. Tapi tidak melihat ke arah Seulgi yang nampak kaget sepertinya.

"Kenapa kamu tahu?"

Sehun tak menjawabnya. Kakinya terus berjalan. Dan Seulgi langsung mengikuti Sehun dari belakang.

-

Di dalam ruang umum pasien. Sehun datang bersama Seulgi. Mereka langsung berjalan ke tirai ujung. Dan disana terlihat ibunya yang tengah duduk di sebelah Luhan.

"Selamat malam bu"

"Oh, mau cek anak saya ya dok?"

"Iya bu"

Seulgi dan Sehun mendekati Luhan. Tanganya mengeluarkan stetoskop di saku jasnya. Lalu memeriksa Luhan dengan alatnya itu.

"Hei Sehun, Kai kemana?" Bisik Sohye sembari menarik Sehun untuk mendekat.

"Dia pulang"

"Ck, dia ti-"

"Sebelumnya, ada keluhan apa bu?" Seulgi melirik sekilas Sohye sembari melepaskan stetoskop yang ia pakai.

"Saya kurang tahu. Tapi katanya perutnya sakit"

"Kenapa tidak tahu?"

Tangan Seulgi tak sengaja mengusap perut Luhan di luar bajunya. Dan ia merasakan ada sesuatu. Perutnya Luhan terasa sedikit besar. Tapi Seulgi belum tahu itu apa. Apakah memang sedang hamil atau yang lain.

"Apakah anaknya sedang hamil bu?"

Otomatis Sohye melihat ke arah Sehun yang tengah berdiri. Melihat itu pun, Seulgi ikut melihat ke arah Sehun.

"Iya, istriku tengah hamil"

"Istri?"

Seulgi kaget. Matanya menatap Sehun dengan penuh tanya. Karena yang ia tahu, Irene lah kekasih Sehun. Walaupun memang Sehun memberitahunya bahwa mereka sudah berakhir. Dan ketika sekarang ia mendengar bahwa Luhan adalah istrinya, Seulgi kaget. Sekaligus ia mengerti. Bahwa kalau Sehun punya istri, berarti Irene adalah selingkuhannya.

𝐁𝐚𝐝 𝐡𝐮𝐬𝐛𝐚𝐧𝐝 [𝐠𝐬]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang