Sebuah rumah

1.3K 137 7
                                    

Di perjalanan, Luhan duduk di kursi depan bersama Yohan. Sedangkan kursi belakang di pakai Sehun berbaring. Tubuhnya bergetar. Matanya pun terus basah karena air mata.

Ketika tadi ia menelpon Solar untuk meminta mempercepat perceraiannya, Solar mengatakan itu bisa saja dilakukan. Asalkan kedua belah pihak sudah sepakat dan tidak ada alasan karena ingin mempercepat oleh sepihak. Dan Luhan mengatakan keduanya sudah sepakat. Maka dari itu Solar pun tak bisa menyangkal lagi, ia akan melakukannya dengan cepat.

Sungguh, Luhan sangat tersiksa mendengarnya. Tapi ia akan lebih tersiksa jika harus terus-menerus bersama Sehun.

"Maaf bu. Jalan sedang macet. Apa ibu mau saya ambil jalan pintas agar cepat sampai ke apartemen?" Tanya Yohan.

Sebelum menjawab, Luhan melirik kaca yang ada di tengah mobil. Matanya melirik pantulan motor Kai di belakang mobil.

"Boleh"

"Baik"

Yohan mulai membawa mobilnya ke arah jalan pintas. Memang terlihat banyak belokan, tapi Yohan membawanya dengan sangat nyaman. Jadi Luhan tenang.

"Oh iya Yohan. Apa kamu bisa temani Sehun di apartemen nanti?" Tanya Luhan tanpa melirik Yohan yang tengah menyetir.

"Bisa bu. Tapi mungkin saya harus ke kantor dulu ambil motor, baru menemani pak Oh. Memangnya ibu mau kemana?"

Luhan terlihat berpikir. Apa ia harus menjawab jujur atau tidak.

"Saya akan pergi dan membereskan barang-barang saya. Toh, sebentar lagi saya akan bercerai dengan Sehun" Luhan melirik Yohan sekilas sembari tersenyum. Tak lupa sebelah tanganya mengelus perutnya.

Tak mau ambil pusing. Yohan hanya mengangguk paham. Mungkin memang ini keputusan Luhan dan Sehun. Berakhir dengan perceraian. Dan Yohan hanya bisa berdoa untuk yang terbaik saja.

-

Mobil hitam Sehun terparkir di basement apartemen. Motor Kai pun berhenti di samping mobilnya. Luhan langsung turun terlebih dulu.

"Yohan, nanti kamu bawa Sehun ke atas di bantu Kai ya" Luhan menepuk pelan pundak Kai yang ada di sampingnya. Kakinya pun mulai berjalan ke arah lift. Ia masuk ke dalam lift tanpa menunggu mereka.

"Luhan buru-buru banget" Gumam Kai sembari turun dari motor.

"Pak, tolong bantu saya"

"Oh oke"

Kai dan Yohan mulai membopong Sehun dari dalam mobil. Mereka membawa Sehun ke dalam lift. Dan langsung menuju lantai 9.

Di dalam lift. Kai sesekali menahan napas. Ia tidak suka dengan bau alkohol yang sangat menyengat di bibir Sehun.

"Dia minum berapa botol sih?" Celetuk Kai yang langsung membuat Yohan menoleh.

"Hampir semua botol"

"Ini orang emang gila"

Ting

Pintu lift terbuka di lantai 4. Muncul seorang wanita. Tapi sebelum wanita itu benar-benar masuk, Kai langsung menahannya.

"Eh maaf mbak. Kalau mau naik lift, naik di sebelah aja ya. Teman saya lagi mabuk. Takutnya mengganggu mbak nanti" Ucap Kai dengan senyumannya yang di paksakan.

"Yasudah"

Wanita tersebut mulai mundur. Ia berjalan ke lift yang ada di pinggir. Dan Kai langsung menekan tombol lagi agar pintunya tertutup kembali.

-

Ting

Pintu lift terbuka di lantai 9. Yohan dan Kai mulai membawa Sehun keluar. Mereka berjalan sampai ke arah kamar apartemen Sehun.

Sampai di pintu apartemen. Kai melihat pintunya terbuka. Didalam juga terdengar suara seperti orang yang tengah berkemas.

Akhirnya Kai dan Yohan pun mulai masuk ke dalam. Disana Kai melihat Luhan yang tengah mengambil barang dari dalam apartemen, lalu masuk ke dalam kamar.

"Tidurkan saja disana" Titah Kai.

Mereka pun berjalan ke arah sofa. Lalu menidurkan Sehun disana. Terdengar lenguhan pelan dari Sehun. Tapi Kai abaikan.

"Jaga dulu Sehun"

"Baik pak"

Kaki Kai langsung berjalan cepat ke arah kamar. Tidak peduli kalau memang tidak sopan. Yang terpenting ia sangat khawatir sama Luhan.

"Loh Luhan? Kamu mau kemana?" Kai mendekati Luhan yang tengah membereskan barang-barangnya ke dalam koper.

"Aku mau pergi Kai. Jadi setelah aku resmi cerai, aku tidak akan repot untuk membereskan barang-barang lagi"

"Kamu jangan kaya gini Luhan"

Tangan Kai mencoba menahan tangan Luhan, tapi langsung Luhan tepis dengan kasar.

"Tolong jangan ikut campur Kai"

"Tidak Luhan. Mau tidak mau, aku harus ikut campur kalau kamu kaya gini"

Kai menahan kedua tangan Luhan dengan keras. Dan ringisan pun keluar dari bibir Luhan.

"Kamu mau pergi kemana? Kalau kamu mau menyelesaikan masalah, tidak seperti ini caranya. Kamu tidak kasihan pada anakmu?"

"Lepaskan aku Kai" Suara Luhan mulai memelan. Mencoba untuk meluluhkan Kai agar mau melepaskan tangannya.

"Aku tidak mau"

Mendengar itu, Luhan mencoba berontak. Tapi tetap tidak bisa. Hingga akhirnya, Kai memberi Luhan suatu pilihan.

"Luhan, oke kalau kamu mau pergi. Tapi kumohon, biarkan aku membantumu. Aku akan mencarikan rumah untukmu" Kai menatap Luhan dengan rasa mohon.

"Aku tidak bisa Kai"

"Kumohon Luhan. Aku tidak akan memberitahu Sehun tentang rumah barumu nanti"

Luhan terdiam. Ia bingung harus bagaimana menanggapinya. Tapi kalau tidak pergi, Luhan tidak akan kuat hidup dengan Sehun. Terpaksa ia setuju dengan ucapan Kai.

"Oke, aku akan langsung carikan rumah setelah kamu keluar dari apartemen"

"Iya Kai"

Kai menutup koper Luhan. Lalu membawanya keluar kamar diikuti Luhan.

Di ruang tamu, Kai melihat Sehun masih terbaring. Dan untung Yohan masih ada disana.

"Yohan, tolong jaga Sehun sebentar"

"Baik pak"

Kepala Kai menoleh sekilas ke belakang. Sebelah tangannya mulai menggenggam tangan Luhan dan membawanya keluar.

𝐁𝐚𝐝 𝐡𝐮𝐬𝐛𝐚𝐧𝐝 [𝐠𝐬]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang