[29] Balada SeafoodXAsparagus

51.3K 2.9K 22
                                    

Merasa sentuhan Aira semakin nyata, maka tak kuhiraukan lagi isi kepalaku yang terus berbunyi. Meski lebih cepat dari yang kuduga, tapi tentu takkan kulewatkan momennya begitu saja, toh hubungan kami legal saat ini. Maka ganti, kini giliranku yang mengambil alih keadaan. Mulai dengan memegang tangannya, mengusapnya mesra dengan pipi kanan—dapat kucium semerbak wangi dirinya yang terasa semakin memikat.

"Pak ...," ucap Aira sekali—suaranya kembali merasuk, membuat sesuatu di dalam diriku semakin tak terkendali.

"Kamu sendiri yang berkata bahwa kamu milik saya malam ini, maka akan saya buat kamu mengingatnya sepanjang hidup, Aira."

Berniat membelit pinggangnya dengan lengan.

"PAK RAESHA!"

Apa?

Apa itu?

Kenapa nyaring sekali di telinga?

AIRA

Berhubung shower di kamarnya belum juga diperbaiki, maka lagi-lagi Pak Raesha menumpang mandi di kamarku—yang menunggu saja di ranjang sambil mengerjakan tugas kuliah, tanpa khawatir karena sudah memintanya untuk tak lagi bertelanjang dada seperti kemarin. Tapi anehnya, kenapa waktu dia selesai, dia justru bergeming di depan pintu, memandangiku dengan tatapan lekat tanpa kedipan—kan merinding rasanya.

Dengan memberanikan diri, aku akhirnya mendekat, mengibaskan tangan di depan mukanya. Lah, malah tanganku dipegang dan ditempelkan ke pipinya, diendus-endus gini lagi.

"Geliiii dong wkwk."

Sekali, kucoba untuk menyadarkannya, tapi tak ditanggapi.

Kedua, aku memang sengaja untuk berteriak di telinganya—takut kalau-kalau dia kesambet jin kamar mandi, dan itu membuatnya terlonjak, menghempas tanganku dengan cepat, napasnya pun berubah menjadi tak beraturan.

"Eh, maaf Pak, saya ngagetin ya?"

Tuh kan jadi merasa tidak enak, tapi tak apa lah daripada dia melamun terus seperti itu.

Kemudian, Pak Raesha terlihat menegakkan badannya.
"Tidak ... tidak apa-apa ... saya keluar dulu."—menuju pintu.

Lagi, karena kulihat handuknya jatuh di lantai, maka segera kutahan lengannya.

"Aira!"

Dia balas berteriak.

"Ma-maaf Pak ... saya cuma ingin bilang ... ini handuknya."—takut-takut bingung.

"S-saya ... yang harusnya minta maaf ... s-saya tidak maksud membentak kamu ... s-saya hanya sedang ...."
Dia tidak menyelesaikan perkataannya dan langsung keluar begitu saja.

"Sedang apa emang?"— memikirkan lanjutannya.

Sambil lalu, mending aku nugas lagi.

RAESHA

Dengan menahan rasa malu di ubun-ubun, aku keluar dari kamar Aira. Ternyata bukan hanya rasa gerah di badan tapi bahkan bayangan gila seperti itu muncul di pikiranku. Mungkinkah ini karma karena terlalu berlebihan menggoda gadis itu kemarin?

Pak Dosen, Ai love you! (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang