[85] Sampai Akhir Hidup

39.8K 2.1K 221
                                    

Sanggup pisah nggak? 🤭

——————————————

Senggukan tangis itu masih samar-samar ada, meski demikian Aira sedikit lebih tenang, Raesha pun menegakkan kembali tubuh yang sedang memeluknya ini dengan penuh perhatian.

"Kenapa? Ada apa? Cerita dong sama Mas Ai. Kamu bikin Mas takut kalau kaya gini."

Raesha coba membuka percakapan dengan menyisir rambut istrinya perlahan.

Aira pun menatap Raesha lantang.

"Mas, apa aku ini bukan perempuan?!?" tanyanya penuh penekanan.

Sedikit tersentak, tapi Raesha tak langsung menjawab apa-apa karena dirinya tahu masih banyak yang ingin Aira tumpahkan.

"Apa perempuan yang melahirkan anaknya lewat operasi itu bukan perempuan seutuhnya?!? Dan apa nggak pantas dia jadi seorang ibu?!?"

"Apa yang sebenarnya sedang Aira bicarakan?" pikir Raesha menerka-nerka.

"Tadi, waktu aku nunggu di RS, masa ada orang yang bilang kalo aku ini manja karena lahiran caesar, bilang aku nggak sayang sama anak karena aku nggak mau berjuang demi dia, bilang aku cuma mau enaknya aja, nggak mau usaha buat ngerasain gimana sakitnya, hidup dan matinya ngelahirin secara normal. Emang aku nggak usaha ya? Mas!!! Apa aku ini nggak usaha ya?!?" — mengguncang-guncang tubuh Raesha.

Lalu, tangisan Aira semakin menjadi dan jatuh kembali tubuhnya dalam dekapan Raesha yang terlihat tak banyak memberi komentar, hanya berusaha menenangkan istrinya yang kini terbawa emosi dan perasaan.

"Udah nggak kenal, pake acara ngomong yang nyakitin banget kaya gitu. Aku kan jadinya mikir, apa benar aku ini seorang ibu?!?"

Diusapnya bahu Aira naik-turun.

"Terus dia bandingin aku sama anaknya yang seumuran yang bisa ngelahirin secara normal, dia bangga-banggain anaknya di depan aku. Maksudnya apa coba?"

"Ssstt ... ssstt ...."

"Sakit bangettttt hati aku Mas. Kamu tahu nggak sih?!?"

Masih terus mengusapnya, melonggarkan sesak di dada Aira.

"Ai ... dengarkan Mas Ai. Apapun yang orang itu katakan, biarin saja. Itu tidak akan pernah merubah kenyataan bahwa kamu adalah seorang Mama sekarang. Melahirkan melalui operasi itu hanya cara, bukan tolok ukurnya kamu pantas atau tidak menyandang sebutan ibu atau perempuan seutuhnya atau apalah itu. Kamu kemarin berjuang, ibu-ibu lain yang melahirkan normal diluar sana pun sama berjuang. Kalian tetaplah perempuan hebat di mata kami para lelaki. Nggak ada bedanya. Paham kan sayang?"

Aira pun mengangguk lemah, tapi masih menangis saja.

"Yaudah, kalau kamu memang masih mau nangis, nggak apa-apa nangis aja, Mas temani, tapi habis itu udahan, lupakan apa yang nggak penting. Ya? Sekarang fokus aja sama Didin, sama perkembangan dia, lucunya dia. Kamu tetap Mama yang paling hebat di mata Didin Ai."

Cukup lama mereka bertahan dalam posisi yang sama.

Merasa tubuh Raesha sedikit bergerak.
"Mas Raesha nggak boleh kemana-mana, aku nggak mau sendirian," ucap Aira pelan, menempel di dada suaminya itu yang masih basah oleh banyaknya airmata miliknya.

Pak Dosen, Ai love you! (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang