[64] Si Alan Kecil

36K 2.1K 145
                                    


Suara tirai yang dibuka menjadi penanda bahwa hari sudahlah terang. Dengan derap sedikit pelan, Raesha duduk menyamping di sisi Aira. Penampakan istrinya begitu menggemaskan, namun juga terkesan seksi bersamaan. Tentu sudah lengkap berpakaian, tapi tak lantas menyamarkan sisa perlakuannya semalam—bibir bengkak dengan rona merah kebiruan di sana-sini.

"Mas, udah bangun?" tanya Aira dengan suara khas layaknya kodok yang tengah batuk.

"Belum," jawab Raesha mengulum senyum, menarik turun selimut Aira menjadi sebatas pinggang, sebab perempuan itu selalu menanyakan hal yang sama setiap pagi.

Mendesah lelah, Aira mengangkat kepalanya yang terasa begitu berat bersama tubuh lunglai yang akhirnya jatuh terkulai di dada suaminya.

"Kasihan, apa Mas kelewatan semalam?" —menyisir telaten rambut panjang itu agar lebih rapi sembari disesap rinci wangi yang menguar di tiap helainya.

Aira angkat kepalanya dan mencubit satu pipi Raesha tanpa tenaga.
"Bukan lagi semalam, Pashaaa."

Laki-laki itu terkekeh geli, mengingat dirinya memang begitu gencar memanjakan istrinya hingga menjelang pagi buta bahkan saat mandi bersama ia kecap manisnya raga Aira sekali lagi. Seakan tak pernah lelah untuk tak berhenti penasaran pada tiap inci lekuk yang mendebarkan baginya, membuat dirinya semakin tergila. Merampas kekuasaan Aira yang pertama memimpin laga hingga berakhir pasrah di sesi terakhir mereka berdua.

"Mau Mas gendong sampai meja makan atau makanannya yang dibawa ke sini?" tanya Raesha mengecup pipi Aira sekali lagi.

"Sarapan di sana aja, dan aku juga masih bisa jalan jadi nggak perlu buang tenaga buat gendong aku."

"Haha tapi Mas rela buang tenaga hanya untuk bikin sayang melayang seperti semalam."

"Mas Raeshaaa ini masih pagi," tegur Aira memalingkan wajah suaminya menuju jendela yang begitu terang menyala.

Dicubit gemas hidung Aira.
"Yang bilang udah malam siapa?"

"Hahahaha."

Duduk berdua di kursi meja makan, mereka memulai sarapan yang terlewat lebih dari satu jam dari biasa.
Raesha sudah ijin akan datang terlambat pada Helen, sedang Aira memilih libur sehari seusai sidang skripsi.

"Emh ... Mas," ucap Aira ragu-ragu.

"Gimana sayang?" tanya Raesha mengalihkan perhatian dari piring menuju wajah istrinya.

"Kalau misalnya ... aku mau magang ... magang di perusahaan ... boleh?"

"Perusahaan Mas?"

Aira menggeleng. "Perusahaan lain ... emh ... semalam Ghea nawarin ada beberapa tempat yang buka lowongan fresh graduate bahkan yang belum keluar ijazahnya ... terus tiba-tiba langsung kepikiran aja buat nyoba ... nambah pengalaman."

Raesha mengunyah makanannya dengan sedikit tersendat memikirkan perkataan Aira baru saja. Dia coba susuri wajah perempuan itu, mungkin dirinya memang sedikit bosan jika harus berada di rumah sepanjang hari apalagi setelah benar-benar lulus nanti.

"Kenapa nggak di kantor Mas aja? Lebih nyaman buat kamu."

"Yang ada aku nggak berkembang, jelas-jelas atasannya suami sendiri hehe tapi kalau Mas nggak ijinin, aku bakal nurut."
Aira tersenyum, menyadari ijin suami begitu berguna bagi dirinya untuk melangkah.

Pak Dosen, Ai love you! (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang