[78] Ruang Temu

30.7K 2.7K 323
                                    




📍Jakarta

Pukul 06.30 WIB di Ruang Keluarga.

Suara air yang menyala seketika bungkam tatkala Raesha mengakhiri aktivitas dirinya yang beres membasuh mulut dan wajah. Mengambil tissue dapur yang bertekstur sedikit kasar, ia keringkan sisa-sisa air yang ada.

"Maaf ya Ma, kejeda barusan," ucap Raesha sedikit tanpa tenaga saat kembali duduk sembari mengelus perut dengan mata yang menatap layar datar di hadapannya—dimana Mama Vika masih setia menunggu putra semata wayangnya itu.

"Kamu kenapa, Sha? Sakit?"

"Nggak kok Ma, Raesha nggak apa-apa, tapi memang belakangan ini ... aku sering mual kalau pagi, apalagi kalau ada bau-bau yang nyengat ... udah deh ...."—kemudian tangan kanan Raesha memeragakan adegan layaknya orang yang sedang menumpahkan isi perut.

"Eh? Beneran?"

"Benar Mah, Raesha serius."

Mama Vika tak menanggapi banyak, justru tampak diam dan seperti berpikir menurut layar.

Hingga ...

"SHA!!!"

Hampir saja Raesha terlonjak dari kursi.
"Maaahh."—mengelus dadanya naik-turun.

"Kayanya ... Mama beneran mau punya cucu deh, ASYIIIKKKKK."

Raesha mendekatkan wajahnya ke kamera. "Cucu? Kok?"—bingung.

"Ya itu apa? Kamu mual-mual kan katanya kalau pagi? Dan, pasti kalau malam susah tidur juga, iya? Terus ... terus timbangan kamu udah naik berapa kilo?"

Semakin mengernyit dahi Raesha, tapi dirinya tetap menjawab, "Iya kalau soal tidur ... memang agak susah sih ... Mah (karena dia pikir rindu pada Aira begitu mendominasi, siapa yang bisa tidur dengan benar-benar nyenyak jika sedang kangen istri?). Hmm, kalau BB belum nimbang lagi, tapi ... memang aku ngerasa kemejaku mulai agak sempit juga sekarang."—sembari mengingat-ingat kembali kenapa pertanyaan dari Mamanya bisa dia jawab semua.

"TUH KAANNN ... apalagi alasannya kalau bukan karena bentar lagi kamu bakal ngasih Mamamu ini cucu hehehe yang pasti yang kali ini Mama yakin nggak salah."

Tetap saja logika lelakinya tersentil.
"Ya Allah Ma, tapi anak Mama ini beneran laki-laki tulen loh, masa hanya karena aku mual dan BB mulai naik ... terus aku hamil gitu? Ibu-ibu becandanya nggak make sense ah."

"RAESHAAAA ... gemes deh Mamanyaaa, untung aja kita dibatasi layar sekarang, coba kalau Mama ada disana udah Mama uyel-uyel kepala kamu. Maksudnya ituuu ... yang hamil ya tetap Aira, sementara kamu yang ikut ngerasain gejalanyaaa ... gitu loh, uh geregetaaan."

Sekarang giliran Raesha yang terdiam—merasa lucu saat mendengar Mamanya mengomel lagi setelah sekian lama, namun lebih banyak bengong. "Tunggu, tunggu ... Aira hamil?" batinnya.

Tersadar.
"Memang ... yang kaya gitu-gitu ada ya, Ma? Suami ikut mual waktu ... waktu istrinya hamil?"—agak ragu.

"Adaaaaa, banyak. Makanya yang dibaca jangan cuma jurnal-jurnal ekonomi aja tapi sekali-kali baca juga dong tentang pregnancy bahkan parenting, kamu kan udah nikah sambil siap-siap gitu loh hihihi."

Pak Dosen, Ai love you! (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang