Warning!Ini dikit bangettt, cuma 1300an kata—kalah dah ama duit buat bayar parkir
_____________________________
AIRA
"Ogeb banget sih Ra!"
Mungkin sudah sepuluh kali kalimat itu keluar dari mulut Ghea saat mengetahui apa yang terjadi kemarin—perihal aku yang bersembunyi di rumah Bang Fadhil. Maka, hanya lengkung senyum tanpa merasa bersalah yang bisa kuberikan untuk meluluhkannya.
"Jangan senyam-senyum lo, nggak ngerti apa gue tuh khawatir, bingung karena lo nggak bisa dihubungin? Sumpah gaje tau nggak sih lo Ra." Nada bicara Ghea masih terdengar begitu kesal.
Iya kuakui, aku salah karena mengabaikan pesan-pesan dari Ghea juga kemarin, tapi pembelaanku adalah karena pasti mulutnya itu akan bocor memberi informasi pada Mas Raesha di saat kami belum benar-benar baikan—dan tentunya aku tidak mau itu terjadi.
"Lo boleh berantem dan diemin laki lo tapi jangan bikin gue mikir yang nggak-nggak juga dong ... gue takut sesuatu yang buruk menimpa lo Raaa ... setan ya lo ... sumpah, mana ini juga bikin gue jadi punya urusan mulu sama dokter boloho itu," oceh Ghea tak karuan namun tetap lahap memakan sepotong sayap ayam pedas di meja.
"Sorry deh Gheeee, janji nggak gitu lagi kok ... jan maraaahhh ... yaa? Nih mending lo makan lagi, udah gue orderin banyak," rayuku kembali mengisi piring kecilnya dengan makanan.
Tapi, sebentar rasanya aku tertarik dengan satu hal. "Hmm, btw dokter boloho itu maksudnya Ko Mario?" tanyaku yang malah jadi gemas sendiri melihat Ghea kepedasan ditambah jengkel mendengar satu nama itu kusebut.
Sedikit membanting tulang sisanya di atas piring—"Ya siapa lagi? Orang paling rese' sejagad Ghea kalau bukan Mario Aldevira!"
Aku tertawa.
"Tiati loh biasanya yang rese'-rese' jadinya rindu, etapi kok lo udah tahu nama lengkapnya sih? Gue malah nggak tahu loh Ghe? Cieeee," godaku yang hanya ditanggapi dengan pelototan tak suka darinya."Jan macem-macem yeee Ra, nggak maksud ... itu karena dia sempat ngasih kartu namanya aja pas nabrak mobil gue di depan situ," tunjuk Ghea ke arah halaman.
Aku terkejut. "Nabrak mobil lo? Kok bisa sih?"
Dia tampak memutar bola mata jengah.
"Ya bisalah, karena apa lagi kalau bukan karena kita semua kelimpungan nyariin looo, makanya nih yaa kalau sampai lo gitu-gitu lagi, gue pecat lo jadi sahabat. Bodo amat!"Aku tahu itu tak sungguhan Ghea ucapkan, tapi ya semoga aku juga tidak lantas akan mengulangi kebodohanku lagi.
Kudekatkan muka ke arah wajahnya.
"Nggak masalah, gue bisa cari yang lain kok wlekk."Tak percaya. "AIRAAA!!!"
"Apaaaaa??? Kalem dong Ghe, biar jodohnya cepat kepincut hahaha."
Setelah mengucapkannya, aku berdiri untuk mengambil minuman di kulkas, tapi justru teralih ingin makan satu eskrim buah-buahan koleksi Mas Raesha selama dia ngidam—ngakunya."Enak tuh kayanya, bagi kali Ra, pedesss nih," pinta Ghea dari belakang punggungku.
"Nih satu aja yaa jangan nambah, ntar Mas Raesha ngambek lagi eskrimnya berkurang," candaku menyodorkan satu buah dengan rasa strawberry non-susu.
Ghea terlihat tak percaya dengan apa yang baru saja kukatakan. "Yaelaahhh udah macem bocah aja pake ngambek segala gegara eskrim doangan wkwk."
"Emang lagi modenya kek gitu sekarang kalau di rumah, gue juga bingung kadang hahaha."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Dosen, Ai love you! (End)
General FictionSebuah cerita tentang bagaimana cinta tumbuh di antara dua anak manusia yang berstatus dosen dan mahasiswanya. Awalnya memang biasa bahkan terkesan klasik bak Siti Nurbaya. Namun, itulah hebatnya cinta, selalu punya cara menyatukan dua hati agar ber...