[74] Geng Bumil?

36.1K 2.3K 165
                                    

Di bawah, aku ubah pov Aira menjadi 'aku' yaa bukan lagi pakai 'gue' karena sebuah alasan 😄

_________________________

AIRA

Huft, aku tidak tahu harus memulainya dari mana, tapi yang jelas mengetahui kebenaran akan apa yang Mas Raesha simpan belakangan ini cukup menampar perasaanku sekarang. Bicara soal patah hati, tentu aku pernah mengalami, namun yang seperti ini baru pertama kali.

Alasan Mas Raesha yang terpaksa membuatnya harus kembali berhubungan dengan Kak Julia sedikit banyak aku bisa menerima. Buktinya, aku berani membuat keputusan yang seolah tegar dengan menyuruhnya melanjutkan itu sampai batas waktu yang tak ditentukan. Toh, aku pikir semua akan biasa-biasa saja, sekali lagi aku ingat ... Mas Raesha hanya membantu bukan?

Tapi, melihat kenyataan yang ada, mungkin inilah yang orang sebut sebagai sakit hati, cemburu, merasa terancam, tak aman saat apa yang aku punya sedang 'ditimang-timang' oleh orang lain, terlebih orang itu pernah punya suatu arti dalam hidup Mas Raesha dulu—aku tak munafik, aku terluka, aku hilang arah.

___

Rewind

4 hari setelah 'pengakuan'.

Sebelum subuh, aku berkemas untuk pulang ke rumahku bersama Mas Raesha—hatiku jujur sudah melunak, biar bagaimanapun marah dengan orang yang kucinta tak akan membuatku betah.

Kondisi rumah tentu terlihat tak karuan, walau hanya tiga hari, namun kacaunya suamiku begitu kentara. Tampak sisa peralatan makan berikut tiga cangkir bekas kopi yang masih basah di meja.

"Mas Raesha udah gila? Minum kopi tiga cangkir dalam satu waktu?" cicitku meletakkan benda-benda itu di tempat cucian piring.

Menuju lantai tiga—melewati kamar kami di lantai dua. Aku mengintip sebentar, Mas Raesha masih tidur pulas dengan tanpa mematikan lampu. Membiarkannya, aku kembali menuju satu tempat yang memang menjadi tujuanku.

[Ruang Pribadi Mas Raesha]

"Ya Allah, kenapa jadi berantakan banget sih kamu Mas?" Aku menggelengkan kepala saat dugaanku sebelum kemari terbukti.

Meja kerja Mas Raesha yang selama ini selalu rapi dan harus tertata kini berubah penuh dengan tumpukan berkas tak beraturan, bahkan tempat sampah di sudut pun terlihat meluap.
Mulai merapikannya sedikit-sedikit, aku lalu tersadar. "Loh? Kok gue malah ke sini dulu sih? Harusnya kan gue beresin dapur dulu dan bikin sarapan."—menepuk jidat.

Dengan langkah ringan aku menuju pintu, sebelum pandanganku jatuh pada storage milik Kak Julia yang tersenggol oleh kakiku sendiri.
Sempat ingin tak acuh tapi sisi lain dalam diriku merasa penasaran. Melirik jam pada dinding. "Masih ada waktu."

Duduk di kursi milik suamiku, satu-persatu aku melihat apa saja yang tersimpan di dalamnya—mengingat waktu itu aku sendiri tidak sempat untuk tahu lebih banyak karena telanjur terbawa rasa.

Sebenarnya tidak terlalu istimewa barang-barang yang ada, tapi entah mengapa aku merasa seolah mereka punya nyawa—saling berebut untuk bercerita seindah apa kisah cinta Mas Raesha dan Kak Julia, dulu.
Tersenyum miring. "Yang mungkin aja ... masih ada sisanya sampai sekarang. Hm, who knows?"—pikiran liarku menambahi.

Pak Dosen, Ai love you! (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang