Karena bosan di kamar doang jadi aku up lagi hari ini 🤓
_____________________
Sampai di depan sebuah ruangan VIP dengan nomor 07 dan dalam suasana lorong yang begitu sunyi, Raesha menatap tanya pada Alan.
"Di sini?"
Laki-laki yang membawanya ke mari itu, hanya mengangguk lemah, lalu memberi instruksi, "Lebih baik ... kamu yang masuk duluan."
Maka, dengan perasaan sedikit ragu, Raesha mulai menggenggam knop pintu dan mulai memutarnya pelan, tapi di saat yang bersamaan ponselnya di saku, berdering.
Greb.
Ditutup kembali pintu itu olehnya dan setelah meminta waktu, Raesha sedikit menjauh dari Alan.
"Hallo, gimana Mar?"
"Itu, tadi Aira masuk IGD, tapi-"
"SERIUS LO???"
"Seriusss, tapi udah gue pindahin ke ruang rawat dan lo nggak perlu khawatir banyak ... usahain aja jangan sampai Aira kecapekan lagi, sama pastiin juga dia minum obatnya, supaya reda rasa mualnya."
Napas lega terembus.
"Oke Mar, kebetulan gue juga lagi ada di Rumah Sakit sekarang ... makasih banyak ya."
"Iyaa sama-sama, gue harusnya yang bilang sorry karena baru sempat ngabarin, barusan IGD rame banget soalnya ... yaudah gue tutup ya."
"Iyaa nggak masalah kok, sekali lagi thanks yaa."
Menyimpan kembali alat komunikasi itu, Raesha masih terdiam di sana. Meski saat ini rasa khawatir begitu menyelimuti dirinya, namun entah mengapa juga ada rona bahagia yang terselip pada dua sudut bibirnya.
"Sha," panggil Alan saat melihat Raesha hanya berdiri, padahal percakapan teleponnya sudah berhenti.
Raesha pun mendekat kembali ke tempat Alan berada kini, sembari mengamati pintu ruangan yang tak jadi dia masuki tadi. Yang mana, nomornya berbeda dengan apa yang diinfokan oleh Mario, maka jelas yang di dalam tentu bukan Aira seperti tebakannya baru saja.
"Ah, Lan, aku harus pergi sekarang," pamitnya.
"Ta-tapi-"
"Sorry, tapi ini penting," lanjutnya sebelum benar-benar melangkah pergi.
"Raesha ...," panggilnya sekali, namun akhirnya Alan mencoba untuk memahami, mungkin memang ada hal lain yang harus Raesha urus saat ini.
•••
[Ruang Rawat Aira]
Mengetahui yang baru saja membuka pintu adalah Raesha, Aira yang sedang menonton televisi dan sudah merasa baikan, kembali memasang tampang lemas dan kepayahan—biasa perempuan, senang bukan kepalang saat lelakinya peka dan menunjukkan perhatian.
"Ai, Ai nggak papa kan?"
Bergabung di tepi brankar, Raesha spontan memeluk dirinya teramat erat, namun dengan guratan senyum yang dapat dengan jelas Aira tangkap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Dosen, Ai love you! (End)
General FictionSebuah cerita tentang bagaimana cinta tumbuh di antara dua anak manusia yang berstatus dosen dan mahasiswanya. Awalnya memang biasa bahkan terkesan klasik bak Siti Nurbaya. Namun, itulah hebatnya cinta, selalu punya cara menyatukan dua hati agar ber...