AIRA"Sumpah itu Juna udah pergi belum sih?!?" batinku masih mempertahankan bibir—yang kurela-relain, di pipi kiri Mas Raesha.
Benar, aku begini karena ada Arjuna yang tanpa diduga muncul dari balik pintu di belakang sana sambil menempelkan ponsel di telinganya. Terlebih karena Mas Raesha yang susah sekali disuruh berhenti tertawa agar tidak menarik perhatian anak satu itu.
Iya sih bisa pakai cara lain tapi sepertinya ini yang paling ampuh—sekalian memanfaatkan luasnya dada Mas Raesha sebagai tempat persembunyianku.
Srrtttt ....
Dia melepas peganganku dari lengannya dan sedikit menjauhkan diri sekarang.
"Ai?!?"
Daripada ribut memikirkan muka Mas Raesha yang terkejut, aku memilih memeriksa keadaan sekitar, apakah sudah aman?
Sudah, oke.
"Kamu mengigau lagi?"—mencengkeram satu lenganku.
"Ng-nggak."
"Lalu yang barusan itu apa?" cecarnya.
"I-itu cuma pengalihan ... habis Mas nggak mau dengerin aku siiihhh ... tadi kita hampir ketahuan sama Juna!"
"Juna?"
Dia langsung mengarah ke sekitar."Udah pergi ... tap-"
"Lain kali ...,"—menarik napas. "kamu nggak boleh kaya gitu lagi," ucapnya datar, kemudian beranjak, tanpa kemauan untuk mendengar penjelasanku yang lain.
Ya Tuhan, apa dia marah sekarang???
"Hissshh ...," dengusku memegang kedua pipi yang panas ini.
Di kamar.
"Aira, lo kenapa sih ... perasaan daritadi heboooh bener tidurnya?" Ghea terbangun, merasakan guncangan kasur—disebabkan oleh diriku yang tidak bisa tidur.
"Ng-nggak kok ... nggak kenapa-napa."
"Serius?"
Dengan muka bantalnya, Ghea menoleh."Iyaa, biasa ... mungkin karena besok kita mau pulang jadinya gue excited," kilahku.
"Yaudah tidur aja mending ... udah malem banget loh."
"Iyaa, lo juga tidur lagi aja ... sorry ya Ghe."
Aku pun berbalik memunggunginya, masih dengan pikiran-pikiran tidak jelas yang berkecamuk di kepala. Merasa menyesal, malu, bersalah ... entahlah—sebab aku memutuskan untuk mencium Mas Raesha tadi. Ya, meski sudah kuungkap alasannya tapi tetap saja sekarang aku jadi tidak nyaman, apalagi mengingat dia yang langsung pergi begitu.
Arrghhh ... lagian apa sih salahnya—kemarin saja dia bebas mengusap-ngusap pipiku, mengacak-ngacak rambutku dan becanda rusuh yang lain.
Dan, kalaupun tadi itu tidak ada Arjuna memang kenapa kalau aku yang menciumnya lebih dulu????Keesokan pagi.
"Ra, ayo checkout."
Ajakan Ghea menyadarkanku yang sedang duduk dan menatap kosong ke arah lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Dosen, Ai love you! (End)
Ficción GeneralSebuah cerita tentang bagaimana cinta tumbuh di antara dua anak manusia yang berstatus dosen dan mahasiswanya. Awalnya memang biasa bahkan terkesan klasik bak Siti Nurbaya. Namun, itulah hebatnya cinta, selalu punya cara menyatukan dua hati agar ber...