Bab Enam Belas: Julian Lumayan Baik

1.4K 219 71
                                    

Percaya aku -Chintya Gabriella

Cie-ciee yang baca Cakrawala tapi gk mau komentar 😂😂😂

"Del, lo dekat enggak sama Kak Vito?" tanya Laira seraya fokus menyalin tugas Fisika dari buku Fidella.

"Gue kenal cuma enggak dekat. Emang kenapa? Lo suka?" tebak Fidella asal dan ternyata Laira mengangguk mantab.

"Serius?"

"Iyaa ... gue suka sama dia. Soalnya dia itu orangnya dewasa banget terus kayaknya orangnya friendly gitu. Enggak jaim kayak cowok-cowok ganteng di luar sana. Orangnya
ganteng lagi!" Laira menutup buku Fidella dan menggeser buku itu ke tempat Fidella. "Thanks."

Fidella hanya mengangguk. "Sejak kapan lo naksir sama dia?"

Laira berpikir sebentar. "Dari SMP. Dia itu senior gue juga dulu. Sekarang ketemu lagi yaa gue pingin deh dekat sama dia. Dulu gue enggak punya keberanian."

"Lo mau PDKT sama Kak Vito gitu?"

Laira mengangguk antusias."Pingin banget, cuma ..."

"Cuma apa?"

"Gue enggak punya nomor handphone-nya. Gue juga enggak punya alasan bisa dekat sama dia. Satu ekskul enggak, satu kelas juga enggak, satu komplek juga enggak. Bahkan Ig gue aja enggak di komfir-komfir sama dia," cerocos Laira dan mendengus kesal. "Mungkin aja dia enggak kenal sama gue. Satu-satunya alasan supaya gue bisa dekat sama dia yaa dengan bantuan lo."

Fidella mengernyit bingung, "Lo kok gue?"

"Kan lo pacaran sama Kak Cakrawala."

"Terus hubungannya apa?"

"Ya minta aja nomornya dari Kak Cakrawala."

Fidella langsung menggeleng cepat. "Gue enggak mau. Minta sama Kak Ucup aja. Anak IPS itu, orangnya baik kok."

"Ish, gue enggak bisa minta dari Kak Ucup. Gue enggak tahan sama dia."

"Kok gitu?"

"Dia pasti gombalin gue nanti. Gue enggak tahan, bawaannya langsung baper. Natap mata dia aja gue enggak sanggup." Laira menunduk malu sambil menggaruk tengkuknya. "Dia itu imut, Del. Tapi masih imut Kak Vito menurut gue."

Fidella langsung tertawa keras, dia tidak menyangka bahwa temannya itu tidak tahan dengan rayuan kakak  kelasnya itu. "Sama Kak Ucup aja lo enggak berani gimana sama Kak Vito."

"Beda Del, serius. Auranya itu beda. Lo enggak ngerti, deh."

"Minta sendiri aja, hitung-hitung proses memberanikan diri untuk PDKT."

Laira mendengus kesal. Wajahnya manyun karena Fidella tidak mau membantunya. Bibirnya sempat terbuka tapi kembali tertutup karena mendengar suara bel masuk.

***

Kletaakk!

Fidella meringis dan memegang kepalanya. Seseorang baru saja melempar sesuatu yang berbau amis kepadanya. Fidella menghela napas saat dia tau bahwa itu adalah telur busuk. Dia memutar tubuhnya dan melihat seorang Julian tersenyum lebar ke arahnya.

Julian tersenyum mengejek . "Cocok banget sama lo."

Fidella mengepal tangannya erat-erat berbeda dengan Julian yang tampak santai bersender di depan mobilnya.

Fidella berjalan mendekat ke arah cowok itu dengan cepat. Kilat matanya  menggambarkan bahwa dia marah sekarang.

"Mau lo apa sih?!" teriak Fidella.

Julian hanya mengangkat bahunya sambil menutup hidungnya. "Lo bau amis," ucapnya lalu kembali berkata, "mau enggak gue bantu?"

"Semua ini karena lo!"

"Iya, cuma itu caranya supaya bisa berurusan sama lo," ucapnya tanpa ekspresi.

Julian menarik tangan Fidella. "Gue antar lo pulang. Gue mau bertanggung jawab."

Fidella menepis tangan cowok itu dan melemparkan wajahnya ke arah lain dengan napas yang memburu. Ingin sekali menampar cowok itu.

"Ya udah pulang sendiri sana! Biar setiap orang yang ngelihat ke arah lo jijik.  Naik angkot pun pasti diturunin di tengah jalan." Julian mengangguk-anggukkan kepalanya dengan bangga. "Cuma gue orang baik yang tersisa."

Julian meletakkan sebuah sapu tangan ke atas kepala Fidella.

Fidella mendelik tajam dan tersenyum tak percaya. "Gue tau sekarang. Begini cara lo untuk ngajak seorang perempuan pulang?"

"Cuma sama lo. Karena lo itu spesial apalagi lo itu milik musuh gue. Rasanya tambah semangat."

"Udah ayoo, gue lagi baik banget ini."  Julian menarik Fidella masuk ke dalam mobilnya. Tidak memperdulikan tatapan tajam dari gadis itu.

***

Fidella bingung saat melihat rumahnya ramai oleh beberapa warga. Dia langsung turun dari mobil Julian tanpa mengucapkan terimakasih. Saat itu dia melihat ibunya sedang bertengkar dengan tetangganya.

"Dasar yaa janda murahan, godain suami orang!!"

"Suami Ibu aja yang kegatelan ya!!" jawab Retno cepat. "Saya enggak godain aja dia udah gangguin saya. Lihat dong pakai mata kepala sendiri, suami Ibu itu memang mata keranjang!" jawab Retno tak kalah lantang.

"Berani sekali ya kamu nuduh suami saya!"  Perempuan itu menarik rambut Ibunya dan yang lain tampak tidak perduli lebih memilih untuk menonton.

Fidella yang melihat itu langsung berlari secepatnya. Dan berusaha melepaskan tangan perempuan itu dari rambut ibunya. "Lepasin Ibu saya!"

"Enggak usah ikut campur yaa!"

Fidella mengusap wajahnya dengan kasar, air matanya sudah jatuh bercucuran melihat Ibunya diperlakukan seperti itu. "Ibu saya enggak godain siapapun ya!!" teriak Fidella dengan suara yang tercekat.

Perempuan paruh bayah itu tersenyum menyindir lalu melepaskan jambakkannya. "Kamu enggak tau apa-apa!! Ibu kamu itu udah morotin suami saya!!"

"Itu enggak benerkan, Bu?" tanya Fidella menatap ibunya yang kini memegangi rambutnya.

"Ibu cuma makan doang sama suaminya. Dia yang ngasih uang sama Ibu ya Ibu terimalah, Del."

"Ya ampun, Bu ..." Tangis Fidella pecah.

"Tuh, kan.  Si janda murahan ini!!" Perempuan itu kembali menjambak rambut Ibunya. Fidella tidak tinggal diam, dia kembali mencoba membantu Ibunya. Perempuan yang kesal itu langsung mendorong Fidella hingga terjerembab ke lantai teras rumah mereka.

"Woy!"

Mereka semua langsung menoleh. Julian sudah berdiri tidak jauh dari mereka sambil berteriak. Dia menggelengkan kepalanya dengan ekspresi wajah seperti melihat anak TK berantem demi memperebutkan permen.

"Ayah gue pernah bilang melakukan penganiyaan terhadap seseorang dapat dikenakan Pasal 351 KHUP dan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan."

Julian mengangkat ponselnya. "Kebetulan gue udah rekam," ucapnya dengan senyum miring berhasil membuat semua orang menatapnya tak percaya dan mulut yang terbuka lebar.

CAKRAWALA √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang