Bab Delapan Belas : Julian kok romantis?

1.3K 170 59
                                    

Ada yg rindu?

"Lian!" Theresia berjalan mendekati Julian yang berdiri di antara orang-orang yang sedang mengantri makanan. Tanpa rasa malu, dia langsung melingkarkan lengannya pada Julian.

"Sayang ...," ucapnya manja membuat Julian mendelik kesal.

"Sayang lo bilang? Tandain 'sayangnya' lo itu siapa!"

"Ya kamulah. Ayolah Lian, come on kamu enggak usah marah-marahan lagi sama aku. Mending kita balikkan lagi. Terus ya ... gitu, kamu tau sendirikan enaknya pacaran sama aku," bisiknya genit tepat di telinga Julian.

Julian tertawa renyah sambil mengunyah permen karet di mulutnya. "Gue udah enggak selera, dimana enaknya coba," ucap Julian santai seolah-olah tidak takut orang lain mendengarkan pembicaraannya itu.

Theresia melototkan matanya  sebentar sebelum akhirnya kembali tersenyum. "Untung aku sayang sama kamu ja-"

"Nafsu itu bukan sayang," potong Julian tanpa beban. Begitulah Julian, apa yang ada di otaknya langsung diucapkan oleh bibirnya tanpa disaring. Tidak perduli orang itu mau marah atau tidak. Terserah Julian, toh itu mulut miliknya.
"Lepasin deh Ther." Julian yang mulai kesal melepaskan rangkulan Theresia. "Tau enggak artinya kata risih?"

"Mulut kamu itu emang enggak pernah di filter ya!" desis Theresia marah.

Julian tidak mendengarkan omongan Theresia lagi karena perhatiannya sudah teralihkan pada Fidella yang muncul dari depan antrian. Dia berjalan ke arah mereka sambil membawa nampan berisi piring dan makanan. Julian pun tersenyum miring.

Tepat saat gadis itu berada di dekatnya. Julian langsung menjegal kaki Fidella sehingga gadis itu jatuh terjerembab ke depan beserta dengan makanan yang dibawanya.

"Aah!"

Semua orang langsung memperhatikan Fidella dan banyak yang tertawa termasuk Theresia. Suaranya yang paling nyaring.

"Awas jatuh, Del!" teriak seseorang dari belakang lalu kembali tertawa.

"Udah jatuh kali!" sahut yang lain.

Fidella mendongak pada Julian dengan wajah memerah. Untuk kesekian kalinya bajunya kotor karena orang yang sama.

"Lo kenapa sih?"

"Gue lagi tandain orang yang gue sayang. Yakan, Ther?" Julian balik menatap Theresia yang malah menampilkan wajah bingungnya.

Fidella hanya menghela napas lelah. Lalu bangkit berdiri dan meninggalkan tempat itu dengan wajah yang marah dan mata berkaca-kaca. Laira sahabatnya langsung menyusul dari belakang.

Julian bisa melihat tatapan yang berbeda dari gadis itu. Ada yang lain, apa dia marah? Dan entah kenapa itu semua sangat mengganggu dan membuat Julian tidak senang seperti biasanya.

"Julian ..." Theresia kembali mencoba memeluk lengan Julian tapi cowok itu langsung menepisnya dengan kasar lali meninggalkan antriannya.

***


"Jangan nangis dong, Del ..." Laira mengelus bahu Fidella dengan lembut. Mereka kini berada di rooftop gedung IPA. Fidella ingin menangis bebas tanpa harus di lihat oleh orang-orang. Tapi yang tidak disadari mereka berdua, Julian sudah berada dibelakang mereka dengan jarak beberapa meter.

"Gue udah sabar banget dari kemarin, Ra. Dia buang buku gue, dia lempar makanan ke muka gue, dia juga lempar telor ke gue dan sekarang ..." Fidella mengelap air mata dengan telapak tangannya. "Gue juga punya rasa malu, Ra. Kenapa dia suka banget mempermalukan gue di depan banyak orang. Gue tau kok, gue miskin tapi bukan berarti dia bisa begitu sama gue. Gue cuma mau belajar dan lulus dari sini. Mungkin dia bisa main-main karena dia orang kaya. Tapi gue mana bisa, salah sedikit aja beasiswa gue bisa dicabut ..."

"Di rumah gue harus hadapain Ibu, hadapin omongan orang tentang Ibu gue, dan di sekolah pun gue harus hadapin orang seperti dia. Capek banget ...," bibir Fidella bergetar saat mengucapkan semua kalimatnya itu.

"Gue ngerti kok sama perasaan lo Del."

"Gue cuma mau hidup tenang. Entah kenapa susah banget ya ... Dia sama Cakrawala sama aja. Taunya cuma buat gue nangis ..."

Julian mengepal tangannya marah. Dia tidak suka disama-samakan dengan Cakrawala sebagai orang yang suka menyakiti gadis itu. Dia juga tidak tahu bahwa Fidella akan menangis seperti ini. Dia kira Fidella tahan banting. Ternyata gadis itu juga selemah dirinya.

"Woy!" panggilnya mendadak membuat kedua gadis itu berbalik melihat ke arahnya.

"Yang namanya bukan Fidella, lo bisa turun enggak?"

Laira langsung tergagap. "Eh, ini, saya, aduh gimana yaa."

"Turun sebentar, ngerti enggak?" Julian menatap Laira dengan tatapan nyalang seakan-akan ingin mengajak Laira aduh jotos. Tentu saja nyali Laira langsung menciut.

"Del, gue tunggu di kelas ya," pamitnya lalu berlari dari tempat itu membiarkan Julian berdua saja dengan Fidella.

"Lo mau apa lagi?" tanya Fidella dengan pipi yang masih basah karena air mata.

"Mau lo," balas Julian cepat dan berjalan lurus mendekat pada Fidella.

"Enggak cukup nyiksa gue tadi? Atau sekalian aja dorong gue dari atas sini biar lo puas!" pekik Fidella dengan air mata berlinang.

Julian hanya berdecak lalu tanpa basa-basi menarik Fidella ke dalam pelukannya. Julian memeluk Fidella dengan lembut dengan tangan yang bergerak mengelus rambut Fidella di belakang.

"Gue juga bisa lembut kok."

"Lepas!" Fidella langsung berontak tidak senang.

"Gue cuma lagi cari perhatian sama lo dengan cara yang salah." Julian sedikit melonggarkan pelukannya. "Gue minta maaf."

Fidella sedikit kaget mendengar pernyataan maaf Julian yang pertama kalinya.

"Gue bukan Cakrawala yang bisanya buat lo nangis. Gue beda sama dia."

Fidella mulai sedikit tenang, hal itu membuat Julian berani melepaskan pelukannya dan  mengelap pipi Fidella dengan ibu jarinya. "Gue pikir lo tahan banting. Ternyata gue salah. Lo sama aja kayak gue. Lemah. Makanya itu gue janji enggak bakal seperti itu lagi. Sekarang gue enggak suka lihat lo nangis."

Fidella sedikit menjauhkan tubuhnya dari Julian dan menoleh ke arah yang lain. "Gue enggak ngerti sama lo."

"Waktu berbahayanya udah tiba, Del."

Fidella masih diam membisu. Tidak mau membalas.

"Gue resmi suka sama lo."

Fidella menoleh dengan raut wajah tak percaya dan terkejut.

"Awas aja kalau ditolak!" tambahnya lagi membuat rasa terkejut Fidella berkali-kali lipat.

CAKRAWALA √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang