Bab Dua Puluh Dua : Menyerah?

1.4K 162 80
                                    


"Saham BJC turun dua puluh persen dan kamu malah asyik-asyikkan keluyuran tiap malam?" Seorang wanita tua berjalan mendekati Cakrawala dengan sebuah tongkat.  Cakrawala yang merasa ditanyai hanya diam menatap neneknya itu dengan wajah yang tertekan.

"Aku baru dari rumah sakit untuk ngecek keadaan Mama. Ngapain Nenek di sini?"

"Nenek akan tinggal di sini mulai hari ini. Nenek yang akan urusin kamu. Masalah Ibumu, sekali seminggu saja jenguk dia. Jangan urusi-"

"Emangnya mau kalau Nenek yang sakit Cakra jenguknya seminggu sekali?" potong Cakrawala tak sabaran. Dia sudah sangat lelah dan kenapa Neneknya selalu saja senang mencekik Cakrawala dengan segala cara.

Nenek Cakrawala menghela napas. Dia heran kenapa mempunyai cucu yang hobby sekali melawan. Cakrawala dan Wildan keduanya sama-sama pemberontak. Wataknya sebelas dua belas. Lucunya lagi, mereka sama-sama mendekati perempuan miskin. Mengingat itu, rasanya Nenek Cakrawala ingin muntah.

"Cakra, Cakra. Kamu pikir Nenek tidak tahu apa yang kamu pikirkan. Gadis miskin itu saja yang selalu ada di otakmu! Sadar! Dia bukan perempuan yang pantas. Tidak layak seperti sampah!"

"Nenek enggak perlu bahas dia." Cakrawala memijit keningnya yang terasa pening.

"Memangnya kenapa?"

Cakrawala memilih diam dan meninggalkan Neneknya.

"Kamu sudah putuskan ingin bertunangan dengan Clarissakan?!" teriak Nenek Cakrawala saat melihat cucunya berlalu menaiki tangga menuju lantai atas.

Cakrawala mengangguk lelah. Dia benar capek. Rasanya badannya semakin lemah dan tidak berdaya. "Iya. Sudah diputuskan," jawabnya pasrah karena sudah terlalu pusing untuk berdebat saat ini.

****

"

"Fidella!" Seruan Bu Siregar menggelegar saat melihat Fidella berjalan tidak jauh dari ruangannya. Fidella pun langsung mendatangi Bu Siregar dengan senyum tipisnya khas miliknya.

"Ada apa ya, Bu?"

"Tolong ya kau panggilkan Cakrawala anak 12 IPS 3 itu. Kenalnya kau, kan?" ucap Bu Siregar dengan logat Batak yang sangat kental.

Fidella terdiam. Kenapa lagi ini. Kenapa harus dia yang berada diposisi ini. Kenapa harus nama Cakrawala yang berhadapan dengannya saaat ini.

"Kenal, Bu. Cuma-"

"Nah, kenalnya kau. Emang yang bandal itu selalu famous. Suruh dia ke sini. Dikiranya saya enggak lihat dia kemarin. Bayangkan coba, masa dia merokok di cafe. Masalahnya itu, dia masih pakai seragam sekolah. Kan malu-maluinlah itu namanya. Udahlah kau bawa dia ke sini. Mau kusidang dia itu."

"Iya, Bu. Tapi ..." Suara Fidella semakin mengecil karena Bu Siregar langsung masuk kembali dalam ruangannya tanpa mau mendengarkan penjelasan dari mulut Fidella.

Fidella menghela napas. Jarinya saling bertautan. Sial, sial, sial. Fidella ingin berteriak saat ini. Kenapa orang yang ingin dihindari malah semakin didekatkan tanpa diminta.

Fidella berjalan dengan gontai menuju gedung IPS dan menaiki eskalator. Dan saat dia berada di area lorong dua belas IPS. Rasanya benar-benar horor. Banyak kakak kelas yang memperhatikan Fidella. Mungkin mereka heran, kenapa Fidella dengan bodohnya menaiki daerah berbahaya.

Sampailah Fidella di ruang 12 IPS 3. Di jam kosong kelas tersebut sangat ribut. Ah bukan ribut, tapi kacau sekali. Ada yang asyik main tik tok. Ada yang asyik bergendang dan bermain gitar. Dan ada yang sedang bermain sapu lidi seperti adegan film harry potter. Beda sekali dengan kelasnya.

CAKRAWALA √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang