Bab Lima : Side

2.4K 304 132
                                    


Sebelum lanjut baca, yuk tonton trailer Cakrawala dulu

___________________________________________________________

"Del," panggil Retno-ibu Fidella, kemudian ikut duduk di kursi meja makan. Fidella mengangkat kepalanya sambil memakan nasi dengan lauk tempe goreng di depannya.

"Kemarin tukang tagihan listrik datang, listrik di rumah ini belum dibayar dua bulan. Katanya kalau besok enggak dibayar, listrik di rumah kita mau dicopot." Retno menghela napas. "Bu Risa juga udah nagih uang kontrakan bulan ini, gimana ini, Del?" sungut Retno.

Fidella meletakkan sendoknya. "Harusnya yang sekarang ngeluh itu aku dan Ibu yang cari jalan keluarnya sebagai orangtua," ucap Fidella tak habis pikir.

"Loh, kok kamu ngomong gitu. Emang cuma Ibu yang tinggal di sini?"

"Ya udah nanti aku cari uangnya," balas Fidella cepat supaya semua pembicaraan ini selesai. Fidella bangkit dari posisinya dan berjalan menuju tempat cuci piring yang letaknya tak jauh dari meja makan.

"Ibu udah pernah bilang enggak usah sekolah di tempat elite kayak sekolahmu itu. Sekolah di tempat yang biasa aja, biar gampang, jadi kamu enggak perlu banyak belajar. Kamu sekolah tinggi-tinggi juga enggak ada gunanya. Yang miskin tetap miskin!" seru ibunya yang entah sudah berapa kali mengatakan hal yang sama.

Fidella memilih diam dan terus mencuci piringnya.

"Kerja aja, Del! Cari uang yang banyak!"

Fidella membalikkan badannya. "Ibu mau aku kerja kayak gimana lagi?" tanyanya dengan lelah. "Atau aku jual diri aja?" Fidella tersenyum miris menatap ibunya.

Retno menoleh ke arah lain. "Ngomong apa sih kamu?!" ocehnya.

"Uang memang nomor satu, tapi se-enggaknya," Fidella membawa piring yang sudah dicucinya menuju rak piring, "biarin aku sekolah. Toh juga aku dapat beasiswa."

Fidella berjalan mendekati ibunya.
"Aku juga mau jadi orang kaya, sama seperti yang ibu pikirin. Punya rumah mewah, mobil, banyak pembantu, tapi sebelum itu biarin Fidella berjuang. Fidella janji bakal sukses."

Fidella meraih bahu Retno dan memijat-mijat pelan bahu ibunya itu. "Enggak masalah bagi aku kerja sambil sekolah. Asal ibu rajin-rajin senyum aja udah nyenengin banget." Kini tangan Fidella beralih memijat dahi ibunya dengan cara menekan dan memutarkan ibu jarinya di dahi. "Enakkan, Bu?"

Retno mengangguk dan tersenyum pasrah. Sebenarnya dia merasa bersalah kepada Fidella. Tapi disatu titik, dia juga menyesali keputusannya tidak meneruskan sekolah karena memilih menikah dengan suaminya. Di sisi lain hatinya selalu memberontak, ingin mendapatkan uang dan barang-barang bagus karena sejujurnya sampai sekarang Retno belum bisa menerima kenyataan hidupnya. Berbeda dengan anaknya, Fidella. Terkadang Retno malu sendiri mengingat hal itu.

*****

"Jadi gimana, Cak. Bentar lagi ulang tahun perusahaan, Papa. Udah punya pacar, belum?" tanya ayah Cakrawala sambil memakan potongan daging sapi di piring menggunakan garpu. "Papa tantang kamu bawa pacar ke perayaan ulang tahun perusahan."

Ibu Cakrawala-Nira tersenyum. Tahu bahwa anaknya masih belum pernah pacaran. "Papa ini kayak enggak kenal anaknya gimana."

"Lagi berjuang," potong Cakrawala dengan wajah datar dan dibalas gelengan kepala oleh Ayahnya.

"Cakra, Cakra. Sepuluh anak laki-laki bisa kamu ajak berantem. Tapi satu anak perempuan enggak bisa kamu ajak pacaran."

Cakrawala menghela. "Dia miskin, enggak apa-apa, kan?"

"Loh, kamu lupa? Yang kaya itu Papa bukan kamu. Apa coba bedanya kamu sama dia."

"Oke."

"Astaga, kamu mukanya datar banget. Sesekali senyum dong, biar tambah ibadah," celoteh ibunya.

"Ya."

Nira dan Surya saling bertatapan, mereka heran kenapa gen mereka menghasilkan makhluk hidup seperti Cakrawala.

"Oh, iya. Mama ikut Papa ke luar kota seminggu ini," ucap Nira lalu mengelus tangan suaminya yang berada di atas meja. Mereka saling bertatapan dengan penuh kasih membuat Cakrawala muak.

"Ehm."

"Daripada rumah sepi, kamu ajak aja anggota geng kamu ke sini. Banyak kamar kosong di rumah ini. Oh iya, jangan lupa ajak si Kuncup itu." Surya mengambil gelas di depan dan meminumnya.

"Ucup, Pa," kata Cakrawala membenarkan.

"Loh, perasaan kemarin namanya masih Kuncup. Udah ganti aja," kekeh Surya. "Dia itu anaknya asyik, harusnya gen Mama sama Papa hasilnya yang seperti si Kuncup itu. Ganteng plus humoris, Papa ngobrol sama dia dibuat ketawa terus."

Cakrawala menghela napas, dia sudah malas membenarkan nama Ucup lagi. "Iya, terserah, Papa."

"Lihat, Ma. Anak kita ngambekkan orangnya."

Nira tertawa lepas, suaminya itu memang suka sekali menggoda Cakrawala.

*****


"Proposal lingkungan hijau kemarin udah selesaikan, Del?" tanya Langit ketua ekskul Pepeling yang merupakan kepanjangan dari Pelajar Pecinta Lingkungan. "Biar diajukan ke Kepsek."

Fidella meringis, beberapa hari ini banyak hal yang harus dipikirkan olehnya. Dia sampai lupa ada tugas yang diberikan ekskul untuknya. "Belum, Kak. Besok pasti selesai, janji deh. Sebenarnya-"

"Mendingan gue aja yang ngerjain," potong Langit.

"Aku aja, Kak. Semalem enggak sempet karena aku nyiapin presentasi matematika dulu. Kakak percaya deh sama aku."

Langit tersenyum kecil kemudian mengusap rambut gadis yang sudah dianggap seperti adiknya itu dengan lembut. "Gue percaya banget sama lo, tapi lo itu sibuk banget. Belum lagi olimpiade Biologi udah mau dekat. Oh, iya lo kerja juga, kan?"

Fidella mengangguk, "Iya."

Langit mengeluarkan laptop dari dalam tasnya. "Gini, kita kerjain sekarang aja.  Biar otak lo enggak terlalu dipres banget. Lagian ada beberapa bahan yang mau gue diskusikan sama lo."

"Ya udah, deh."

Brak

Pintu ruang pepeling terbuka.Mereka sempai terkejut. Apalagi saat melihat yang muncul adalah Cakrawala. Cakrawala menatap mereka berdua dengan nyalang.

_________________________________________________________

Ayoo Cakrawala kenapa bisa muncul 😂😂

CAKRAWALA √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang