Bab Dua Puluh Tiga : Keluar atau enggak?

1.3K 146 71
                                    

Sweet night - V BTS (ost itaewon class)

^^^

Fidella memandang wajah pucat Cakrawala dengan khawatir. Dokter yang bekerja di UKS sekolah mereka mengatakan kalau Cakrawala sedang dalam kondisi yang buruk karena terlalu banyak pikiran. Hal tersebut membuat Cakrawala menjadi stres dan mengakibatkan pola hidupnya menjadi tidak sehat.

Fidella mengerti, Cakrawala pasti terpuruk karena ayahnya meninggal dan ibunya masih koma.

Fidella mengangkat tangannya mendekati wajah Cakrawala. Dia berniat menghapus keringat yang menetes dari kening lelaki tersebut.

Namun aksinya terhenti karena tangannya ditahan oleh seseorang. Fidella menoleh dan mendapati Vito muncul di sampingnya sekarang.

"Cukup, Del."

Hanya kata itu yang keluar dan membuat dahi Fidella berkerut tidak paham. Fidella membuka mulutnya untuk bertanya, tapi Vito langsung menggiringnya.

"Ada apa sih, Kak?!" Fidella menghentakkan tangannya agar dilepaskan oleh Vito.

Tepat di depan pintu, Vito menghentikan langkahnya. "Sumpah, gue enggak pernah sekesal ini sama perempuan. Tapi harus gue akui lo itu memang yang perempuan paling menjengkelkan yang pernah gue temuin."

"Apa lo enggak bisa lihat gimana hancurnya Cakrawala sekarang. Udah cukup gue lihat sahabat gue itu berjuang untuk perempuan yang enggak layak kayak lo. Perempuan yang enggak bisa jaga komitmen. Perempuan yang suka tebar pesona sama siapa aja! Lo pergi aja sama si Julian dan enggak usah caper lagi sama si Cakra."

"Gue enggak pernah caper sama siapa pun!"

"Oh ya? Berarti lo enggak pernah menyadari sifat lo itu." Vito menggeleng-geleng tak percaya. "Udah keluar sana sebelum gue tarik paksa!"

"Gue mau nungguin sampai Kak Cakra bangun," kekeuh Fidella.

"Buat apa? Buat ngasih harapan palsu lagi? Iya?" tanya Vito tidak senang.

"Apaan sih, Kak! Lo itu enggak ngerti sama apa yang gue rasain sekarang!" bentak Fidella dengan suara yang mulai meninggi.

"Sama kayak lo yang enggak pernah ngerti sama perasaan Cakrawala. Udah pergi sana!"

Vito kembali meraih tangan Fidella dengan kasar dan berusaha menarik Fidella agar keluar dari pintu.

"Gue enggak mau, Kak!"

"Sorry ya, Del. Kehadiran lo lo di sini .menganggu."

"Bisa berhenti, enggak?" Suara parau dari Cakrawala yang baru saja sadar sukses menghentikan aksi tarik-menarik antara Vito dan Fidella.

"Vit ... lepasin tangan Fidella." Cakrawala berusaha mengangkat badannya untuk duduk di atas ranjang. Dia juga memegang kepalanya yang masih terasa nyerih.

"Tapi, Cak-"

"Dan lo ...," potong Cakrawala sambil menatap Fidella dalam-dalam dengan wajah yang masih pucat pasih.

"Mending keluar aja."

Fidella membulatkan matanya. Sejenak Fidella merasa hatinya seperti diiris sampai habis. Benar-benar sakit sekali. Dia merasa hatinya nyeri diperlakukan Cakrawala seperti ini. Fidella ingin menangis saat Cakrawala mengatakan itu. Berbeda dengan Vito yang sekarang menunjukkan rasa puas.

"Kak, gue-"

"Keluar aja, Del. Semuanya berakhir di sini. Lo bisa bebas bareng sama siapa pun yang lo mau dan gue enggak akan perduli."

"Tapi ..."

"Gue bilang keluar."

Air mata Fidella jatuh tanpa diminta. Cairan itu jatuh tanpa bisa dikontrol. Fidella menundukkan kepala ke lantai dan memutar tubuhnya dengan raut wajah sedih. Cakrawala kenapa berubah, dia salah apa?

"Keluar selamanya. Biar nanti gue cari yang baru. Orang yang bisa balas rasa sayang gue."

Entah kenapa kuping Fidella memanas mendengar kalimat yang terakhir. Dia benci kalau pada akhirnya Cakrawala memilih perempuan lain. Dia benci itu bahkan membayangkannya saja Fidella tidak rela. Kalimat Cakrawala itu berhasil membangkitkan sesuatu hal yang tidak terduga dari dalam diri Fidella. Suatu hal yang selalu Fidella coba untuk sangkal.

"Gue juga udah bilangkan kalau gue nyerah."

Gadis itu membalikkan badannya dan langsung berlari menghampiri Cakrawala. Lalu dalam satu hentakan Fidella langsung memeluk tubuh Cakrawala dengan erat sambil menangis.

"Maafin gue ... hiks ..." Fidella menangis terisak. "Gue selalu menyalahkan lo atas apa yang terjadi. Gue enggak pernah bisa jujur sama perasaan gue. Gue minta maaf, Kak." Fidella semakin memeluk Cakrawala dengan erat.

"Gue sayang sama lo, Kak. Selalu seperti itu dan enggak ada yang berubah. Maafin gue ... hiks ... hiks ..."

Cakrawala terdiam mendengar ucapan Fidella. Dia tidak menyangka kata itu yang akan keluar dari mulut gadis ini. Cakrawala pikir Fidella tidak perduli dan semakin menjauh.

Dia tidak bisa berbohong, dia sangat senang. Dia sudah lama menantikan hal ini.

"Jangan berubah, Kak. Kita lewatin semua sama-sama. Semuanya mungkin pergi ninggalin kita, tapi kita tetap akan selalu bersama. Jangan buat gue kehilangan terlalu banyak. Gue tau, semua tingkah gue bikin lo kesal. Gue selalu berusaha menolak perasaan yang ada dalam diri gue. Gue cuma bingung ..."

Cakrawala langsung membalas pelukkan Fidella dengan hangat. "Ssst ... jangan nangis. Gue enggak bisa lihat lo nangis."

Vito hanya terdiam, lalu tersenyum sebentar dan memilih keluar dari UKS. Ada hal penting yang harus diurusnya daripada harus menyaksikan drama melow di depannya itu.

Cakrawala melepaskan pelukkan mereka dan mencium hidung Fidella dengan lembut. "Gue juga minta maaf karena udah jahat kemarin. Gue minta maaf karena tindakkan gue sama sekali enggak dewasa."

Fidella mengangguk pelan. "Gue ngerti, kok."

Cakrawala tersenyum lepas kemudian tangannya bergerak menghapus air mata Fidella. "Sama seperti lo, kemarin gue cuma lagi bingung sama kondisi yang menimpa hidup gue. Maafin gue, Del. Mari kita mulai dari awal dan menghilangkan semua kesalahpahaman ini."

Fidella menggangguk patuh dan itu membuat Cakrawala sangat senang. Cakrawala tersenyum bahagia, dia belum pernah sebahagia ini. Cuma gadis ini yang mampu membuatnya tersenyum.

Cakrawala melingkarkan tangannya dipinggang Fidella lalu menyatukan kening mereka berdua. Mereka saling menatap satu sama lain dengan penuh rasa bahagia. Dan kembali lagi Cakrawala mencium hidung Fidella dengan gemas.

Namun, sedetik kemudian Cakrawala langsung tersadar dan refleks menjauhkan tubuhnya dari Fidella. Cakrawala pun mengusap wajahnya dengan kasar. Astaga mereka masih di sekolah.

"Tapi kayaklah lo emang harus keluar deh, Del," kata Cakrawala serius.

"Loh, kenapa? Gue salah apa lagi?" tanya Fidella dengan raut wajah serbah salah.

"Enggak salah kok. Cuma sekarang terlintas dipikiran gue untuk cium bibir lo. Tapi kitakan masih di sekolah," jawab Cakrawala dengan santai.

Fidella membulatkan matanya lebar-lebar mendengar penuturan Cakrawala tersebut. Sial, Cakrawala memang enggak berubah!

***

Maaf lama upp ...


Maaf juga kalau feelnya kurang dapet...

Oh iya selamat datang di detik-detik terakhir bersama kisah mereka

Sad ending/Happy ending?

Next?

CAKRAWALA √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang