02. Menunggu

6.3K 983 321
                                    

Jaehyun yang tengah terduduk pada sofa ruang tamu di rumah Yugyeom lantas memasang tampang datar ketika Bambam datang dan berjalan kearahnya. Alisnya menukik kesal saat melihat sang sahabat tersenyum begitu lebar seperti orang kerasukan.

"Dih, dateng-dateng malah cengengesan," Kata Yugyeom yang juga tengah terduduk di samping Jaehyun. "Kamana wae?"

"Biasa, abis ngapel." Bambam tertawa pelan lalu duduk pada sofa yang berseberangan dengan kedua sahabatnya. "Dukyeom sama Mingyu enggak datang, Gyeom?"

"Iya, ada acara di SMA mereka cenah. Alumninya disuruh dateng," Jawab Yugyeom.

Bambam mengangguk paham lalu melirik Jaehyun yang sedari tadi terdiam. Ia meneguk ludah kasar ketika kedua irisnya ditatap begitu dalam dan dingin oleh si lelaki berlesung pipi.

"Naon?" Tanya Bambam heran dan penuh kehati-hatian.

Jaehyun melipat lengan dengan alisnya yang bertautan. "Kok kamu enggak ngasih tahu aku sih kalau kamu kenal sama Taeyong?" Tanyanya tanpa basa-basi.

Bambam pun semakin heran dan tak mengerti arah pembicaraan Jaehyun. "Emang kenapa, Je?" Ia kembali bertanya. "Kamu ada masalah sama Taeyong?"

"Emang kenapa, emang kenapa," Jaehyun berucap kesal. "Cowok yang aku cari-cari selama ini tuh Taeyong, Bam."

Yugyeom yang tengah meneguk teh hangat buatan Ibunya beberapa saat sebelum Bambam datang tadi lantas terbatuk. Ia pun refleks menoleh pada Jaehyun dengan mata melebar sempurna. "Cowok yang kamu bilang tampangnya adem kek ubin masjid, Je?"

"Iya," jawab Jaehyun kesal lalu membalas tatapan Yugyeom. "Jangan bilang kamu juga kenal sama Taeyong?"

"Enggak kenal sih," Yugyeom meletakkan gelas berisi teh hangatnya di atas meja. "Tapi aku tahu dia."

"Tuh kan, kalian bener-bener ya." Jaehyun mendesis seraya mengacak rambutnya frustasi.

Bambam dan Yugyeom sontak bertukar pandangan sejenak. Keduanya pun tidak tahu jika lelaki yang dimaksud Jaehyun selama ini adalah Taeyong Narendra, sosok yang diidam-idamkan hampir seluruh mahasiswa Universitas Biantara; khususnya kaum dominan.

"Lagian, kamu kalau nyebutin ciri-ciri Taeyong dulu mah kadang abstrak, Je." Bambam berusaha membela diri. "Selalu aja bilang mukanya adem kek ubin mesjid. Ya mana kita tahu. Ubin mesjid aja banyak macamnya."

"Abstrak gimana?" Jaehyun mendengus. "Aku kan udah bilang, dia tuh matanya cantik, bibirnya tipis, enggak tinggi tapi enggak pendek juga, terus kulitnya putih. Masa kalian enggak nangkep sih?"

Yugyeom berdeham. "Ya kan mahasiswa di kampus kita enggak sepuluh atau dua puluh orang doang, Je." Katanya dan dibalas anggukan cepat oleh Bambam. "Tapi puluhan ribu, euy. Kita mana tau si ubin teh yang mana."

"Udah lah," Jaehyun berdecak lalu bersandar pada badan sofa masih dengan tampang kesalnya.

Bambam menghela napas pelan. "Tong ngambek atuh, Je." Ia mencebik hingga sang sahabat menatapnya jijik.

"Eh, berarti kamu suka sama Taeyong tah?" Tanya Yugyeom dan refleks mendapat delikan tajam dari Jaehyun.

"Masih nanya juga," Jaehyun bergumam. "Iya lah, aku suka. Kalau enggak, ngapain aku nyari-nyari dia."

"Kalem... Kalem..." Yugyeom mengusap bahu sahabatnya itu.

Ternyata Jaehyun bisa menjadi lebih sensitif jika pokok pembahasannya adalah Taeyong, pikirnya.

"Tapi, Je..." Bambam kembali berucap dan mengambil alih atensi Jaehyun juga Yugyeom. "Taeyong itu sulit buat didapetin. Kamu yakin enggak, bisa ngejar dia sampai dapet?"

Hiraeth 2 : Before | Jaeyong ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang