Bambam merasa sedikit risih kala menyadari jika Jaehyun memandanginya lekat-lekat sedari tadi. Si lelaki berlesung pipi duduk pada sofa di seberangnya tanpa mengeluarkan sepatah kata. Dalam hati ia tak henti-henti merapal doa semoga Taeyong yang sedang masuk ke dapur segera kembali ke ruang tamu dan mengakhiri kecanggungan ini.
"Kamu sama Yugyeom abis darimana? Kok bisa ketemu sama Taeyong?"
Pertanyaan tiba-tiba Jaehyun membuat Bambam terkejut sekaligus berseru dalam hati. Apa Jaehyun baru saja mengajaknya berbicara?
"Oh, itu..." Bambam mencari-cari alasan, "Aku sama Yugyeom abis dari rumahnya Mingyu."
"Oh."
Keheningan kembali menemani dua anak manusia itu. Beruntung di persekian detik kemudian suara Taeyong yang tengah mengobrol dengan seseorang lantas menggema. Membuat Bambam diam-diam menghela napas lega.
Akhirnya...
"Mih, ini Bambam temennya Jaehyun."
Buru-buru Bambam bangkit dari posisinya. Menyalami wanita paruh baya yang tadi diajak Taeyong berbincang-bincang. Sosok itu ternyata Ibu dari kekasih sahabatnya, pikirnya.
"Bambam, Tante."
"Eh, enggak usah panggil Tante," si wanita paruh baya tertawa kecil, "Panggil Mimih aja. Kamu kan temannya Jaehyun, anak sulung Mimih."
"Iya, Mih," Bambam tersenyum simpul.
"Sok diminum, nak teh nya," kata Mimih seraya menginstruksikan Bambam agar kembali duduk pada posisi semula. Sebab sang anak telah menata teh hangat yang tadi dibuatnya, "Kalian lanjutin ngobrol-ngobrol nya ya, maaf Mimih tinggal dulu. Musti ke rumah saudara. Ada akikahan ponakan," jelasnya.
"Mau Jaehyun anterin enggak, Mih?"
Mimih menggeleng, "Enggak usah, nak. Mimih udah janjian kok sama Mamahnya Doyoung."
"Naik angkot, Mih?" Tanya Jaehyun lagi. Membuat Taeyong seketika berpikir jika sang kekasih lebih posesif pada Mimih dibanding dirinya.
"Enggak. Kita berdua naik mobil, Mamahnya Doyoung yang nyetir. Sekarang dia udah nungguin Mimih di depan apotek seberang jalan."
Jaehyun mengangguk paham lalu menyenggol lengan Taeyong dengan sikunya, "Yang, pantes aja Mimih nolak tawaran aku."
"Kenapa?" Taeyong nyaris tertawa melihat Mimih menyipitkan mata curiga.
"Soalnya Mamahnya Doyoung bawa mobil, sedangkan aku cuma bermodalkan motor butut yang bisa sekarat kapan aja di jalanan," kata Jaehyun yang membuat si wanita paruh baya refleks mencubit pipinya, "Ah, Mih! Ampun!" Ia mendesis diselingi tawa.
Bambam lantas mengamati pemandangan dihadapannya. Jaehyun terlihat sudah begitu dekat dengan Ibu dari kekasihnya. Bahkan keduanya tak segan bertukar canda lalu tertawa lepas bersama.
"Iya, makanya kamu belajar yang bener. Supaya cepet lulus, cari kerja, beli mobil terus ajak Mimih jalan-jalan," kata wanita paruh baya itu seraya mengusap surai hitam Jaehyun yang masih terduduk pada sofa.
Jaehyun mengangguk, "Kalau gitu maharnya Taeyong nanti enggak usah mahal-mahal ya, Mih? Biar sisanya bisa dipake buat beli mobil."
"Apaan sih," Taeyong menginterupsi seraya menautkan alis kesal, "Udah, ih. Mimih kan udah ditungguin sama Mamah di depan apotek."
"Mih, masa Taeyong tega banget ngusir Mimih?" Canda Jaehyun hingga mendapat pukulan pada bahunya. Sang pelaku tak lain adalah kekasihnya sendiri.
Tawa si wanita paruh baya kembali menggema, "Ya udah, Mimih berangkat sekarang, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth 2 : Before | Jaeyong ✓
Fanfiction❝Before we begin anything, there's a lot of stories the world should know about us❞ LOCAL AU | HURT/COMFORT | NC-17 | INTROSPECTIVE Jaehyun Jayantaka Pradana, seorang mahasiswa di Universitas Biantara yang nyaris memiliki segala harapan dari setiap...