16. Hilang Kabar

3.7K 751 210
                                    

Taeyong berjalan lunglai menuju ruang makan, ia pun mendapati Mimih tengah sibuk menata piring-piring beserta menu sarapan di atas meja seperti biasa. Berdeham pelan, lelaki manis itu kemudian duduk pada salah satu kursi lalu bertanya. "Mimih, udah tau kabar Jaehyun belum?"

Si wanita paruh baya lantas menjatuhkan bahunya. "Enggak, Yong. Semalem Mimih nelpon Jaehyun tapi nomornya masih enggak aktif juga." Terangnya dengan raut wajah khawatir. "Kamu enggak nanya ke temen-temennya Jaehyun gitu, Yong? Enggak biasanya loh Jaehyun hilang kabar sampai berhari-hari kayak gini."

"Perasaan Mimih enggak enak." Sambungnya lalu duduk pada kursi yang berseberangan dengan Taeyong.

Beberapa detik kemudian Babah yang telah mengenakan seragam kantornya pun ikut bergabung. Pria paruh baya itu duduk di samping istrinya lalu mengamati wajah Mimih dan Taeyong bergantian.

"Masih pagi kok udah pasang wajah cemberut aja." Kata Babah.

Mimih menghela napas. "Bah, Jaehyun enggak pernah ngabarin Babah?"

"Enggak, Mih." jawab Babah. "Udah lima hari Jaehyun enggak nelpon atau ngirim pesan ke Babah."

"Jaehyun kemana ya, Bah." Mimih bergumam. "Nomornya enggak aktif-aktif sejak lima hari yang lalu."

Berbeda dengan Mimih yang mulai memikirkan hal-hal negatif, Babah lantas menggeleng lalu berucap. "Mungkin Jaehyun udah liburan ke Jakarta. Sekarang kampus kamu udah masa libur semester kan, Yong?" Tanyanya dan dibalas anggukan lemah oleh sang anak.

"Tapi kok Jaehyun sampai enggak aktifin handphone nya, Bah?" Mimih menyela. "Jangankan balik ke Jakarta, pergi ke pasar sendirian aja Jaehyun pasti ngabarin Mimih dulu."

"Sama sih, Mih." Balas Babah.

Sembari memikirkan kabar Jaehyun yang entah kemana, Taeyong diam-diam mendengarkan percakapan Babah dan Mimih dengan seksama. Ia baru tahu jika kedua orang tuanya itu sudah lebih dari dekat dengan Jaehyun. Meskipun Babah dan Mimih juga sangat dekat dengan sahabat-sahabatnya seperti Yuta dan Winwin, tapi baru kali ini ia mendengar jika salah satu temannyaㅡJaehyunㅡberani berkeluh kesah dan rajin memberi kabar melalui pesan maupun panggilan telepon.

Jaehyun benar-benar memiliki kemampuan berkomunikasiㅡjuga kemampuan meluluhkan hati orang tuaㅡyang baik, pikir Taeyong.

"Yong, apa enggak sebaiknya kamu datang ke kostnya Jaehyun, nak?" Usul Babah. "Kali aja dia lagi sakit atau apa, tapi enggak bilang-bilang."

Taeyong yang semula mengaduk-aduk nasi goreng dihadapannya dengan tidak berselera lantas meletakkan sendok di atas piring. Ia kemudian mengangguk lalu berkata. "Iya, Bah. Abis ini Taeyong mau ke kostan nya Jaehyun." Ia tersenyum. "Kalau gitu Taeyong mandi dulu ya?" Sambungnya sebelum bangkit dari kursi dan berjalan menjauhi meja makan menuju kamar.

Setelah membersihkan diri dan berpakaian casual, Taeyong pun berpamitan dengan Babah dan Mimih. Ia kemudian menancap gas motor matic keluaran terbaru yang dibeli Babah untuk nya tiga hari yang lalu. Si pria paruh baya beralasan jika Jaehyun mungkin akan kelimpungan di semester-semester yang akan datang. Akan menjadi satu beban tersendiri jika lelaki berlesung pipi itu harus selalu mengantar juga menjemputnya ke kampus. Terlebih merekaㅡTaeyong dan Jaehyunㅡberada di jurusan bahkan fakultas yang berbeda.

Laju kendaraan roda dua milik Taeyong yang berada di ambang sedang membuatnya butuh waktu hingga delapan belas menit sebelum akhirnya sampai di Dago. Ia kemudian memarkirkan motor di halaman depan kostan Bu Luna yang nampak sepi dari biasanya. Bagi Taeyong hal itu cukup wajar, sebab nyaris semua Universitas telah berada dalam masa libur semester ganjil. Banyak mahasiswa rantau yang memilih untuk kembali ke rumah nya masing-masing.

Hiraeth 2 : Before | Jaeyong ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang