"Yong, aku pulang dulu ya!" Kata Doyoung kala kembali ke ruang tamu setelah tadi berpamitan pada Mimih dan Babah yang tengah bercengkerama di ruang tengah, "Si dimsum berjalan itu kok enggak pulang?" Tanyanya saat melihat Jaehyun masih terduduk pada sofa seraya memainkan ponsel.
"Masih nanya juga," si lelaki berlesung pipi berdecak-decak, "Ya aku mau pacaran lah. Sejak sore sampai sekarang udah malem, aku enggak bisa berduaan sama Taeyong gara-gara bantuin kamu ngetik tugas."
Doyoung memutar bola mata, "Tapi kan tadi kalian dempetan mulu. Awas loh, biasanya kalau terlalu sering berduaan bakal cepet bosan."
"Doy, ih!" Taeyong menautkan kedua alisnya. Namun sang sepupu justru terbahak sebelum mengambil map di atas meja.
"Ya udah deh aku balik duluan," Kata lelaki bergigi kelinci itu lalu memicingkan mata ke arah Jaehyun, "Tapi kamu juga harus pulang setelah salat isya. Sepupu aku harus belajar terus istirahat."
"Iya, Doy. Iyaaa," balas Jaehyun pasrah seraya memandangi sepupu juga kekasihnya yang telah berjalan keluar melewati pintu utama.
Setelah menemani Doyoung hingga ke teras dan melihat lelaki bergigi kelinci itu meninggalkan area rumahnya, Taeyong pun kembali ke ruang tamu. Menemui Jaehyun yang sedari tadi sangat jelas ingin memberitahu sesuatu. Namun harus terhalang karena Doyoung benar-benar menjadikan mereka berdua sebagai asisten sekaligus tenaga kerja untuk menyelesaikan tugas kuliahnya. Perlu dicatat, Taeyong dan Jaehyun melakukannya tanpa digaji melainkan hanya dengan ucapan terima kasih.
Duduk di samping kekasihnya, Taeyong menepuk paha Jaehyun pelan lalu berucap, "Kamu capek ya? Seharian enggak pernah rebahan ih," ia mendengus lalu beralih memainkan rambut pujaan hatinya itu, "Maafin Doyoung ya, dia seneng banget ngerepotin kamu. Heran," Sebab sang kekasih lah yang membantu si calon dokter muda mengetik makalah yang tebal nya tidak main-main.
"Enggak kok, Yong." Jaehyun tertawa pelan lalu menggenggam jemari kekasihnya di atas paha, "Eh iya soal yang sore tadi, aku belum sempet ngasih tau kamu."
Taeyong mengangguk paham, "Emang kamu mau ngasih tau tentang apa?"
"Besok kita ketemu Bunda ya?"
"Hah?"
Taeyong tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Seolah yang diucapkan Jaehyun tadi adalah sebuah kalimat sakral dan masih enggan ia dengar terucap dari bibir si lelaki berlesung pipi malam ini. Meski beberapa kali sang kekasih telah berkata bahwa Bunda sangat ingin bertemu dengannya, namun ia takut ekspektasi si wanita paruh baya tentangnya akan berubah.
Terlebih, ia tahu bahwa Jaehyun kerap melebih-lebihkan sesuatu tentang dirinya ketika sedang mencurahkan isi hati pada Bunda.
Bahkan tidak hanya pada Bunda, tapi ke semua orang yang ditemuinya.
"Iya, Bunda mau ketemu sama kamu besok," Jaehyun terkekeh. "Kelas kamu selesai jam dua siang kan?"
Taeyong mengangguk kaku. Jantung dibalik dadanya seketika berdebar kencang. Jika dibiarkan, mungkin organ dalamnya itu bisa terlepas dari tempat semestinya. Ia benar-benar gugup.
"Kenapa, Yang?" Jaehyun mencubit gemas pipi kanan Taeyong, "Besok kamu enggak bisa ya?"
"Bisa kok, Jae. Tapi..." Taeyong menggigit bibir bawahnya. Raut gelisah dan ragu seketika tercetak di wajahnya, "Tapi aku malu. Aku juga takut kalau ternyata Bunda enggak suka sama aku."
Jaehyun menghela napas, "Ini nih, ini. Kayaknya kamu keseringan nonton sinetron ratapan menantu yang disakiti mertua bareng Mimih. Makanya pikiran kamu jadi gini," katanya lalu tergelak melihat Taeyong cemberut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth 2 : Before | Jaeyong ✓
Fanfiction❝Before we begin anything, there's a lot of stories the world should know about us❞ LOCAL AU | HURT/COMFORT | NC-17 | INTROSPECTIVE Jaehyun Jayantaka Pradana, seorang mahasiswa di Universitas Biantara yang nyaris memiliki segala harapan dari setiap...