Kalimat yang dilontarkan Jaehyun membuat tubuh Taeyong seketika menegang. Ia tiba-tiba merasa gugup saat iris kelam si lelaki berlesung pipi dengan lancang menyelami miliknya, begitu dalam. Belum lagi lekukan curam pada kedua pipi Jaehyun yang seolah bisa membuatnya tenggelam.
Menghembuskan napasnya pelan, Taeyong memalingkan wajah sejenak. Ia menghindari tatapan Jaehyun untuk beberapa saat guna menetralisir degupan aneh dibalik rongga dadanya. Selang beberapa detik kemudian, ia kembali mempertemukan kedua irisnya dengan milik si lelaki berlesung pipi.
"Iya, aku emang sayang sama kamu." Tuturnya dengan tenang.
Jaehyun semakin melebarkan senyumnya. Apa Taeyong akan membalas perasaannya mulai saat ini? Ia berharap dalam batin.
"Tapi rasa sayang aku ke kamu enggak lebih dari rasa sayang adik ke kakak laki-lakinya, Jae." Mengingat Jaehyun lebih tua lima bulan darinya. Si lelaki berlesung pipi lahir pada bulan Februari, sedangkan ia sendiri lahir di awal bulan Juli. "Udah, mending sekarang kamu pulang. Bentar lagi hujan. Lagian enggak enak dilihatin tetangga yang lewat."
Oke, Jaehyun ditolak lagi.
Bahkan diusir oleh sang tuan rumah secara halus. Padahal ia datang hanya untuk melepas rindu setelah tak bertemu sang pujaan hati seharian ini.
Malam yang indah, ditemani rintik hujan yang perlahan menyapu tanah Pasundan.
"Oke, habis ini aku pulang. Tapi kamu harus janji satu hal sama aku." Kata Jaehyun.
"Apa?"
Jaehyun menepuk pundak kanan Taeyong sebelum mengusapnya dengan ibu jari. "Kalau ada yang nyakitin kamu, apalagi ngomong yang enggak-enggak tentang kamu, bilang sama aku." Katanya, "Kamu sayang aku kayak seorang adik ke kakaknya kan?" Tanyanya dan dibalas anggukan kaku oleh si lelaki manis.
"Nah, jadi udah sepatutnya aku jagain kamu. Enggak ada seorang kakak yang bakal biarin adeknya disakitin." Sambung Jaehyun lalu beralih mengusap pipi kanan Taeyong dengan ibu jarinya. "Aku pulang dulu ya. Kamu istirahat, jangan banyak gerak dulu."
Taeyong berdeham ketika Jaehyun mengambil ranselnya yang sedari tadi tergeletak di atas mejaㅡtepat di samping mereka. Ia kemudian melirik sekilas ke arah pagar dan mendapati air langit semakin berlomba-lomba menjatuhi bumi.
"Jaehyun..."
"Hm?" Gumam Jaehyun seraya membungkus ranselnya dengan rain cover khusus tas, agar laptopnya tidak terkena air hujan. Ia kemudian menoleh pada Taeyong dan kembali bertanya. "Kenapa?"
Si lelaki manis berdeham pelanㅡlagi. "Kamu bawa jas hujan enggak?" Tanyanya. Terselip nada khawatir disana.
Meskipun belum beberapa menit berlalu ia menyuruh Jaehyun menjauh bahkan secara halus mengusir pria berlesung pipi itu, tapi Taeyong bukan lah tipikal pria yang tega. Ia tetap saja mengkhawatirkan orang lain, apalagi dengan Jaehyun yang sudah seperti saudaranya sendiri.
"Enggak nih, Yong." Jaehyun berdecak lalu memasang ransel dibalik punggungnya. "Entar deh, aku mampir beli di Yomart."
"Mau pinjam punya Babah enggak?" Katanya lalu menghindari kontak mata dengan Jaehyun. "Entar kamu keburu basah sebelum mampir di Yomart tau," gumamnya.
Jaehyun tersenyum simpul. Bagaimana bisa ia menjauh lalu melupakan perasaannya pada lelaki manis itu? Taeyong selalu menunjukkan perhatian, dan bukan perkara mudah untuk menepis gejolak dalam dada.
"Boleh deh, Yong." Jawab Jaehyun.
"Tapi ingat, dibalikin." Cibir Taeyong sebelum masuk ke dalam rumah, mengambil jas hujan yang disimpan Babah pada laci nakas di ruang tengah lalu kembali ke pintu utama. Jaehyun pun masih berdiri disana, menyambutnya dengan senyuman ramah yang justru membuat ia merasa canggung tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth 2 : Before | Jaeyong ✓
Fanfiction❝Before we begin anything, there's a lot of stories the world should know about us❞ LOCAL AU | HURT/COMFORT | NC-17 | INTROSPECTIVE Jaehyun Jayantaka Pradana, seorang mahasiswa di Universitas Biantara yang nyaris memiliki segala harapan dari setiap...