"Kenapa, Jae? Kamu takut kalau aku bakal manfaatin kamu?"
Jaehyun menggeleng tegas. Semakin mempererat genggamannya pada jemari sang kekasih, namun Taeyong buru-buru menepisnya. Ia kemudian menghela napas panjang dengan raut sendu bercampur panik. Kilatan mata si lelaki manis sarat akan rasa kecewa, Jaehyun benar-benar takut jika Taeyong tak ingin mendengarkan penjelasannya lalu berakhir mendiaminya.
"Yang, enggak gitu." Ucap Jaehyun dengan suara baritonnya.
"Terus kenapa?" Taeyong mendengus. "Jangan bilang tadi kamu juga pura-pura enggak ada uang? Kenapa, Jaehyun? Kamu mau nge-tes aku?"
Lelaki bermata rusa itu tersenyum miring. "Sekarang aku enggak heran kenapa fans-fans kamu di kampus selalu ngomong kalau aku cuma manfaatin kamu lah, aku cuma mainan kamu lah."
"Taeyong, dengerin aku dulu, Sayang, please?" Pinta Jaehyun.
"Oke, tapi kasih aku alasan yang paling jujur dan masuk akal." Jawab Taeyong. "Aku enggak suka dibohongin."
Menyisir rambutnya kebelakang, Jaehyun lantas menghela napas panjang. Ia menatap lurus kedalam iris legam sang kekasih yang sedari tadi memicing padanya. "Iya, selama ini aku emang bohong tentang pekerjaan orang tua aku."
"Tapi aku berani bersumpah. Ini semua bukan karena aku takut dimanfaatin sama kamu, atau cuma mau nge-tes kamu." Jelasnya. "Sahabat-sahabat aku di kampus pun belum ada yang tau tentang asal-usul orang tua aku."
"Terus apa alasan kamu bohong?" Tanya Taeyong dengan tatapan sengit.
Jaehyun menipiskan bibir sejenak hingga membentuk bentangan garis lurus. Ia kemudian menarik napas dalam-dalam lalu menunduk. Membuat Taeyong yang melihatnya dibuat heran sekaligus semakin penasaran.
"Aku cuma mau punya teman, sahabat dan pacar yang benar-benar tulus sama aku, Yang." Ucapnya lirih. "Waktu aku masih di Jakarta, aku emang punya banyak teman. Tapi cuma segelintir dari mereka yang benar-benar tulus. Sisanya?" Ia tertawa hambar.
"Mereka cuma deketin aku karena aku pintar, kaya, dan ganteng diatas rata-rata." Ada nada candaan diakhir kalimatnya, namun Jaehyun pun tak bisa menampik jika hal itu juga fakta dibalik lika-liku hidupnya.
Lelaki berlesung pipi itu kembali mendongak, mempertemukan irisnya yang telah memerah dengan milik Taeyong lalu memaksakan senyum. "Aku cuma mau disukai apa adanya, Yang. Bukan karena ada apanya."
"Karena aku tahu..." Jaehyun melanjutkan ucapannya. "Ketika semua yang aku miliki suatu saat nanti tiba-tiba hilang, orang-orang yang deket sama aku pun akan pergi. Aku udah enggak ada gunanya lagi dimata mereka."
Taeyong mengulum bibirnya. Kini ia mengerti dan sontak bersimpati pada sang kekasih. Ia pun tahu bagaimana rasanya disukai hanya karena ingin dimanfaatkan. Sangat sakit.
"Tapi aku kan pacar kamu, Yang. Kenapa kamu enggak pernah cerita sama aku?" Taeyong melembutkan suaranya. "Apa kamu masih belum percaya kalau aku tulus sayang sama kamu?"
Jaehyun menggeleng. "Aku percaya kok. Aku juga udah berencana buat ngasih tau kamu secepatnya. Tapi nanti, pas aku ngajak kamu ketemu sama Bunda, soalnya dia lagi diluar kota." Ia berdecak. "Tapi kamu malah udah tau hari ini. Tau dari mana sih?"
"Aku lihat foto-foto keluarga kamu di laptop."
"Yah, aku enggak jadi pengakuan dosa sama kamu di depan Bunda dong." Jaehyun tersenyum tipis. Meraih tangan Taeyong lalu menggenggamnya erat. "Jangan marah sama aku ya? Aku salah, maaf."
Taeyong berdecak. "Belum aku maafin."
"Kenapa?" Jaehyun menjatuhkan pundak.
"Kamu belum jawab pertanyaan aku yang tadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth 2 : Before | Jaeyong ✓
Fanfiction❝Before we begin anything, there's a lot of stories the world should know about us❞ LOCAL AU | HURT/COMFORT | NC-17 | INTROSPECTIVE Jaehyun Jayantaka Pradana, seorang mahasiswa di Universitas Biantara yang nyaris memiliki segala harapan dari setiap...