1. Hari yang Buruk

1K 54 1
                                    

Suara dentingan piring yang beradu dengan sendok terdengar nyaring di penjuru ruang makan. Adel yang sedari tadi menikmati nasi goreng buatan Fahira bersama dengan Papa yang berada di depannya dan juga Alan yang berada tepat disampingnya, kini beralih melirik ponselnya yang baru saja bergetar

Adel beralih dari sendok ke ponsel, membuka chat dari Alan yang baru masuk, denah SMA Mentari yang entah sejak kapan kakak laki-lakinya itu miliki

"Apaan sih kak, nggak penting banget" ucap Adel sembari melirik tajam kearah Alan

"Gue tau lo pelupa, simpen aja. Ntar juga butuh. Lo juga baru di Jakarta, belum tau apa-apa" kata Alan kemudian laki-laki itu berdiri dari duduknya "cepetan makan nya. Udah jam segini dek" sambungnya kemudian

Adel berdecak dengan mata yang terus menatap punggung Alan hingga menghilang dari pintu ruang makan.  Gadis itu memang sejak kecil tinggal di Bandung bersama dengan kakek dan juga nenek nya, hingga mereka berdua yang begitu Adel cintai meninggalkannya untuk selamanya. Menjadikan mama dan papa nya membawa Adel ke Jakarta setelah gadis itu lulus SMP.

"Bener itu kakak kamu, papa yang suruh Alan buat ngasih tau apapun yang berpeluang kamu lupain" ucap Fadli-Papa nya yang akhirnya angkat bicara

"Papa. . . . . . Adel nggak perlu" rengek Adel kemudian mengerucutkan bibirnya hingga 5 meter kedepan

"Yaudah Dek, Papa berangkat kerja dulu ya. Selesaiin makan nya" ucap Fadli seraya bangkit dari duduknya, meninggalkan Adel yang masih terdiam duduk ditempatnya dengan ditemani Fahira yang masih sibuk berkutat di dapur

Lima menit setelah itu, Adel telah menyelesaikan makan nya. Kemudian gadis itu beranjak pergi, menyusul Alan ke kamar nya

"Kak bukain" Adel mengetuk pintu kamar Alan dengan keras. Bahkan dikatakan menggedor

Alan yang masih memakai sebelah sepatu nya, lantas bangkit dan membukakan pintu untuk Adel

"Ada apa lagi?" tanya Alan

"Adel punya syarat buat kakak"

"Ha?" Alan masih tidak mengerti apa yang dikatakan oleh adik perempuan nya

"Gini ya kakakku yang super duper telmi" kata Adel lalu menghembuskan nafasnya panjang "Satu sekolah nggak boleh tau, kalo gue ini adek nya Alan si anak alay"

"Kenawhy?"

"Alay. Udah nurut aja. Gue nggak mau famous kayak lo. Gue mau jadi cewek biasa aja. Dan gue juga nggak mau ya siapapun tau kalo gue ini adek lo. Terus yang kedua, pura-pura aja nggak kenal sama gue kalo ketemu"

"Kenapa?"

"Gue nggak mau famous. Lo kan ketua tim futsal yang di yeyein sama cewek-cewek alay. Dan gue nggak mau dideketin mereka cuma gegara tau kalo gue ini adek lo. Males banget gue ngeladenin"

"Pede banget sih dek" Alan tertawa terbahak

"Awas aja kalo sampe ada yang tau. Gue mau balik Bandung aja" ancam Adel kemudian berbalik pergi "dan gue mau naik ojek online, jangan halangi gue kak" sambung gadis itu kemudian menutup pintu kamar Alan. Meskipun sudah lama Adel tidak bersama Alan, jelas gadis itu tau jika kakaknya bukanlah orang yang remeh di SMA Mentari. Selain Alan adalah ketua tim futsal, Alan juga masuk ke dalam geng dimana didalam geng tersebut hanya diisi oleh orang-orang dengan wajah diatas rata-rata dan idaman kaum hawa. Oleh karena itu, Adel tidak mau jika ada fans Alan mau berteman dengan Adel hanya karena ingin dekat dengan Alan. Adel menginginkan pertemanan yang real benar-benar ingin berteman dengan Adel, bukan karena kakak nya.

🐞🐞🐞

Davino Bobby Andersen Bagaskara memejamkan matanya rapat sembari bersandar di kursi ruang makan, kantuknya sama sekali belum hilang. Hingga suara sepatu kets yang beradu dengan lantai membuat cowok itu terusik. Suara sepatu kakak perempuannya yang juga merupakan tuan puteri di rumah ini. Davino berdiri dari duduknya, mood makan nya telah hilang meskipun nasi goreng buatan Bi Endang - pembantu rumahnya belum sama sekali ia sentuh

"Lo mau kemana?" pertanyaan Davina-kakak nya yang kerap disapa Vina membuat langkah Davino terhenti. Cowok itu mendengus malas lalu melangkahkan kakinya mengabaikan salah satu perempuan yang cukup ia benci setelah Winda mantan nya

"Davino. . . Hari ini gue nebeng lo" ucap Vina. Davino tetap tidak peduli. Jangankan menjawab, untuk menoleh saja ia benar-benar tidak sudi. Kepala nya terlalu mahal untuk disandingkan dengan Vina

"Kenapa sih lo selalu kayak gini? Hargai gue sebagai kakak lo" teriak Vina

Davino menahan nafasnya yang memburu kemudian membalikkan badannya "hargai mama sebagai nyokap lo juga" tandasnya kemudian berlalu pergi.

🐞🐞🐞

Jam di pergelangan tangan Davino sudah menunjukkan pukul 06:59 yang artinya dalam jangka waktu 1 menit ia sudah harus berada di kelas atau di hukum. Parkiran yang sudah sepi namun Davino masih malas untuk memasuki ruang kelasnya dimana ia akan menghadapi mata pelajaran matematika yang begitu ia benci setelah kakak nya

Dengan rasa super malas, Saat cowok itu hendak melangkahkan kakinya meninggalkan parkiran, seorang cewek dengan tubuh mungil datang menghampirinya dengan nafas tersengal-sengal seperti habis marathon 70 putaran monas

"Mas . . Mas bantuin gue dong. Gue lupa kelas gue apa" ucap seorang cewek yang tak lain dan tak bukan adalah Adel. Ia sangat lupa, dimana kelas dia berada. Dan kabar baiknya, masih ada orang berkeliaran diluar kelas pada jam sesiang ini

Cantik, imut, lucu, menggemaskan itulah kesan pertama yang Davino lihat dari Adel. Namun cowok itu acuh, semua perempuan sama saja, kecuali mama nya batin Davino.

Adel yang masih mengatur nafasnya berusaha dengan baik menelan saliva nya. Cowok kelewat tampan dengan rahang kokoh dan hidung mancung berdiri tegak di depannya seperti dewa Yunani. Adel mengaguminya, sangat mengaguminya. Namun kesadaran Adel kembali, mengagumi cowok itu tidak akan membuatnya mengingat dimana kelas baru nya berada

"Duh mas kok bengong sih. Cepet anterin gue ke aula" ucap Adel kemudian menarik lengan Davino namun cowok itu menepisnya dengan kasar

"Apaan sih" ketus Davino

"Mas, please ya, gue lupa dimana kelas gue berada. Bantuin gue dong"

"Gaada waktu" Davino berlalu pergi begitu saja.

Bukan Adel namanya jika ia menyerah begitu saja, cewek itu pun lantas menarik lengan Davino kembali dengan kuat dan menyeret nya kemanapun Adel inginkan meskipun berkali-kali Davino meminta dilepaskan dan mengomel hingga Adel menemukan dimana letak aula yang ada di lantai 2 berada tepat disebelah Utara laboratorium bahasa

"Lo gila ya?" itulah pertanyaan yang keluar dari mulut Davino saat Adel justru cengengesan saat berhasil menarik Davino hingga jam di pergelangan tangan nya menunjukkan angka 7 lebih 8 menit

"Gue inget . . Kenalin, gue Adel dari kelas X IPA 2" ucap Adel sembari menjulurkan tangan nya mengajak Davino berkenalan. Namun cowok itu justru berbalik pergi, ia seperti pernah melihat Adel. Tapi lupa dimana Davino bertemu dengan gadis gila yang hari ini sudah pasti membuatnya terhukum

"Hey. . Tunggu" Adel mengejar Davino yang sudah lebih dulu meninggalkannya

"Hey. . Nama lo siapa?" tanya Adel sembari melirik name tag yang berada di dada kanan Davino yang jelas terpampang disana nama Davino Bobby Andersen Bagaskara

"Lo nggak buta huruf kan?" tanya Davino kemudian berlalu meninggalkan Adel yang mendumel tidak karuan

"Ganteng ganteng kok jahat" ucap Adel polos

Davino tersenyum miring kemudian berbalik "terimakasih"

Satu hal yang Adel tambahkan dari sosok Davino, cowok dengan senyum begitu manis yang akan bisa membuat siapapun terkagum bahkan diabetes saat melihat senyumnya.

if you're mineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang