27. Telpon Aira

183 19 1
                                    

"ini kenapa sih tv nya. Semua sinetron lupa ingatan. Bener-bener bikin mumet, sakit kepala Adel liatnya" gerutu Adel mengalihkan perhatian Kanaya, Alan dan kedua orang tuanya

"Bikin Adel mikir keras gitu lho. Kenapa nggak sekalian sutradaranya ikutan lupa ingatan biar makin kompleks paket klop sejuta rasa. Biar yang nonton makin gila" sambung Adel dengan suara yang meninggi. Pasalnya sejak Chanel A sampai Z semua sinetronnya bercerita tentang pemeran utama yang lupa ingatan

"Kenapa dek ngomel mulu?" Tanya Fadli - papa nya

"Tau tuh pa. Rese banget yang bikin sinetron, masa semua pemeran utama nya lupa ingatan. Kompak banget gitu ya. Yang nonton aja sekalian" jawab Adel sembari bangkit dari duduknya. Adel sudah muak dengan semua drama sinetron yang tidak berubah-rubah. Yang jahat selalu menang dan yang baik selalu kalah

"Dek mulutnya" tegur Fahira - mamanya sembari menggelengkan kepalanya. Adel sudah beranjak pergi ke kamarnya

"Adek kamu kenapa kak?" Tanya Fadli kepada Kanaya yang terus menatap punggung Adel sampai tidak lagi terlihat, digantikan dengan suara pintu yang ditutup

Kanaya mengangkat bahunya tidak tau, Adel memang sedikit sensitif dengan sesuatu yang bersifat drama secara berlebihan sampai melewati batas akal Adel sendiri. Mungkin Adel kesal karena sinetron yang dilihatnya tidak bisa dijadikan tolak ukur penontonnya, terlalu mendramatisir dan tidak masuk logika manusia normal.

"Biasa. Adel kan emang pada dasarnya nggak suka sama sinetron Pa. Udah biarin aja. Dia sukanya sama Doraemon, Spongebob, Masha and the bear, sama sincan. Jangan dimasukkan ke pikiran Pa" sahut Alan sembari mengambil cangkir dari meja kemudian beranjak pergi. Alan sendiri tidak menyukai tayangan sinetron. Alan lebih suka kartun, berita tengah malam dan pertandingan sepak bola.

Hari ini Alan hanya ingin berkumpul bersama saja. Jika Adel pergi, Alan pun ikut pergi. Ia ingin main game di kamarnya kembali.

"Anak anak kamu tuh makin aneh ya Pa" ucap Fahira

"Enggak dengan Naya dong Ma" sahut Kanaya yang tidak diajak berbicara

"Iya iya. Naya kan yang paling gede jadi jangan aneh" ucap Fadli sembari mengelus rambut lurus milik Kanaya

🐞🐞🐞

Setelah menutup pintu kamarnya rapat, Adel berjalan ke rak novel. Mengambil novel baru yang belum disentuhnya sama sekali, genre romance yang tidak terlalu drama seperti sinetron. Adel beranjak ke meja belajar, menyalakan lampu baca dan membaca novel miliknya tersebut.

Adel menguap, bukan karena ceritanya membosankan. Karena memang sudah memasuki jam tidurnya. Adel menutup novelnya, akan dilanjutkan besok. Gadis berambut terikat itu lantas mematikan lampu kamarnya, mengunci pintu sekali dan bersiap untuk tidur.

Baru beberapa detik memejamkan mata, ponsel yang lupa tidak ia mode pesawat berdering kencang membuat mata Adel kembali terbuka. Meraba ponselnya yang tergeletak diatas nakas, ada panggilan video dari Davino

Dengan mata yang berat untuk terbuka, Adel berusaha untuk bisa menatap layar ponselnya, gadis berbalut piama kotak-kotak itu menggeser tombol hijau yang langsung menampilkan wajah Davino di tepi jalan raya

"Ada apa Dav?" Tanya Adel yang tidak bersemangat

"Bukan apa-apa. Aku ada di taman"

"Taman apa?"

"Taman deket rumah kamu"

Adel melihat jam melalui ponselnya. Ini sudah larut untuk menemui Davino disana

"Udah malem buruan balik"

"Iya ntar" jawab Davino lalu tersenyum

"Aku ngantuk"

"Yaudah tidur Del"

"Aku matiin ya Dav?"

"Jangan. Aku lihatin kamu tidur"

Adel mendesis kesal. Duduk di meja belajar lalu menatap wajah Davino yang seperti tersenyum tapi paksa. Adel melihat jelas tatapan itu, tatapan seperti keterpaksaan

"Aku pengen cerita. Tapi belum saatnya Del" ucap Davino pelan

"Ngomong aja Dav" ucap Adel

"Nggak bisa sekarang. Besok aja gimana? Kamu ada waktu?" Tanya Davino

"Ada. Mau jam berapa?" Tanya Adel balik. Adel tersenyum melihat wajah Davino yang begitu tampan di lihat dari segi manapun. Davino pun begitu, melihat wajah Adel yang lugu membuatnya begitu gemas.

Davino menyesali pertemuannya dengan Aira. Jika saja Davino lebih bisa bersyukur sudah memiliki Adel, mungkin Aira tidak akan memiliki celah untuk masuk dalam hubungan mereka. Tapi Davino terlalu naif dan terpengaruh dengan apa yang Aira katakan.

"Kok diem" protes Adel

"Jam berapa ya? 9 pagi gimana Del?" Tanya Davino

"Bisa. . Gimana kalau kita ke Bandung?" Tanya Adel antusias. Ia merindukan Bandung dengan segala kenangannya. Kota kelahirannya dan kota yang membuatnya tidak bisa lupa begitu saja.

"Boleh Del" jawab Davino

"Katanya mau tidur" ucap Davino saat wajah Adel hanya tersenyum-senyum

"Aku kalau tidur nggak bisa dilihatin" ucap Adel. Tentu fokus tidur Adel akan buyar jika saja Davino terus menatapnya. Selalu terfikir jika sampai Adel ileran dan membuat Davino illfeel padanya. Adel sangat tidak mau jika image nya jelek di depan Davino.

"Kenapa? Pasti takut ileran ya?" Tebak Davino dengan wajah menggoda. Adel berdecak. bisa-bisanya Davino tau kemana otak Adel berfikir.

"Ya udah kamu tidur aja. Aku matiin. Good night" ucap Davino. Adel melambaikan tangannya lalu memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak.

Melihat Davino tersenyum memiliki efek samping pada diri Adel. Kini jantung gadis itu sedang tidak baik-baik saja. Terlebih pada senyum terakhir yang ditunjukkan begitu manis dan membekas di hati.

****

Davino meletakkan ponselnya di atas nakas, lalu menutup tubuhnya dengan selimut tebal. Sudah memejamkan mata beberapa saat tapi ponsel Davino bergetar kembali. Davino tersenyum lebar, ia mengira jika Adel mengiriminya chat lagi dan meminta balasan. Tapi bukan, Aira lah yang mengirim chat pada Davino

Aira: Dav kita perlu ketemu

Aira: sebelum gue balik ke Bangkok

Davino: nggak ada. Kita udah berakhir

Aira: gue tunggu besok jam 10 pagi di Livia garden.

Davino: Ra gue nggak mau

Aira: gue bakalan tunggu

Davino tidak menanggapi chat balasan dari Aira. Tidak ada gunanya berdebat dengan manusia yang tidak begitu penting. Orang yang datang dari masa lalu hanya akan mengacaukan hidup masa depan dan masa sekarang. Davino sangat tidak ingin hidupnya kembali berantakan hanya karena seorang Aira. Davino ingin hidup normal dengan lembaran barunya bernama Adel.

Davino tidak ingin bermain api yang bisa menyebabkan kebakaran dan menyebabkan kerusakan yang besar. Hal baru bagi Davino adalah Adel, setelah itu tidak ada lagi.

if you're mineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang