Langkah kaki Davino memasuki area rumahnya yang sepi, tidak ada orang yang berlalu lalang. Kecuali Vina yang terduduk di depan ruang tv dengan tangan yang memainkan ponselnya. Selalu seperti itu.
Tanpa mempedulikan Vina, cowok itu pun berlalu begitu saja hendak ke kamarnya namun suara Vina menginstruksinya untuk berhenti
"Dav"
"Apa?"
"Lo tadi ke toko buku sama cewek. Siapa?"
"Bukan urusan lo. Sejak kapan lo peduli sama gue atau mama? Bukannya lo nggak pernah anggep gue ada ya?" tanya Davino dengan ketus. Jantung Vina seperti tertusuk ribuan anak panah. Ia tidak pernah menyangka jika Davino memiliki dendam sedalam itu dan selama ini
"Dav gue minta maaf"
"Gak guna. Nggak usah" ucap Davino kemudian berlalu pergi. Sedangkan Vina masih mematung di sofa.
Setelah sampai di kamarnya, Davino langsung merebahkan tubuhnya diatas ranjang, menatap langit-langit kamar yang hanya berhias lampu gantung. Kejadian 7 tahun yang lalu terputar jelas di otaknya
*Flashback On*
Sinar matahari menyorot kearah jendela kamar Davino. Seorang wanita paruh baya tersenyum tipis kemudian memasuki kamar putranya, siapa lagi jika bukan Laras-mama nya yang setiap pagi rajin membangunkan nya
"Sayang. .udah siang. Ayo bangun sekolah" kata Laras sembari membuka selimut yang membalut tubuh Davino.
Davino yang merasakan dingin sampai ke tulang nya pun menarik kembali selimutnya "nggak mau ma. . Davino masih ngantuk
"Udah siang Dav. Ayo bangun. Mama anter ke sekolah"
"Enggak ma"
"Atau mau diantar papa?"
"Enggak juga ma.."
Belum Laras menimpali ucapan Davino, pintu kamar sudah lebih dulu dibuka, menampilkan sosok Vina yang sudah berseragam SD lengkap dengan rambut di kuncir kuda tinggi dan tas yang sudah ada di punggungnya
"Aku lapar" keluh Vina dengan nada ketus
"Sebentar ya Vina. Mama sudah masak nasi goreng kesukaan kamu. Di meja makan, mama bangunkan dulu Davino"
"Vina nggak bisa ngambil sendiri" kata Vina
Davino yang semula malas untuk bangun pun langsung bangkit lalu menatap tajam sosok kakak yang menurutnya tidak bisa dijadikan panutan itu "manja banget jadi anak" kata anak laki-laki itu
"Nggak usah ikut campur ya" ketus Vina yang tidak mau kalah dari adiknya.
Davino hanya diam tidak menanggapi apa yang dikatakan Vina, ia menganggapnya angin lalu
Selang 30 menit kemudian Davino sudah duduk berhadapan dengan Vina sembari menunggu mama nya membuatkan susu Cokelat kesukaannya
"Ini dia susu cokelat kesukaan kalian. Dihabiskan ya" kata Laras sembari memberikan 2 gelas susu kepada kedua anaknya
"Nggak usah. Vina udah kenyang'' kata Vina ketus
"Siniin ma kalo nggak mau biar Davino habisin sekalian" kata Davino setelah susu di gelasnya sudah habis tidak tersisa
"Biar aku minum" putus Vina
"Nggak enak" kata Vina Setelah 2 kali teguk. Vina menaruh segelas susu dengan keras yang akhirnya berbenturan dengan meja berlapis kaca.
Arya-Papa nya yang sedari tadi diam pun akhirnya angkat bicara "Vina.. Jaga sikap kamu" kata pria dengan kemeja abu-abu yang membalutnya
"Ngapain harus jaga sikap sama orang yang bukan siapa-siapa Vina?" tanya Vina terhadap papa nya
"Vina.. Dia ini mama kamu"
"Bukan. .mama aku itu mama Risa, sudah meninggal. Dia itu istrinya papa, mama nya Davino"
"Dia juga mama kamu"
"Mas sudah.. Vina memang belum bisa menerima" kata Laras yang menenangkan suaminya agar tidak terus menyudutkan Vina dan berakhir Vina akan mogok makan 3 hari lalu rawat inap rumah sakit selama 2 hari
"Nggak usah sok belain deh" ketus Vina kemudian berlalu begitu saja. Tidak menerima apa yang dikatakan papa nya. Memang ia tidak bisa menerima sepenuhnya Laras sebagai mama nya untuk saat ini meskipun wanita itu telah merawatnya sejak bayi sampai dengan hari ini, berumur 11 tahun.
"Vina" teriak Arya
Davino yang sedari tadi hanya menjadi penonton, sebenarnya tidak bisa Davino melihat mama nya diperlakukan semena-mena selama 11 tahun ini. Tapi ia masih berusia 10 tahun bisa apa? Memberi pelajaran yang bagaimana kepada Vina? Tidak mungkin.
*Flashback Off*
Suara dering ponsel membuyarkan Davino dari lamunan nya, cowok itu melihat layar ponselnya yang menyala menampilkan nama Alan disana. Davino pun menggeser tombol hijau pada layar benda pipih tersebut
"Iya Lan?"
"Ini gue Adel kak beby. Gue cuma mau ngasih tau, Jaket lo ketinggalan nih di mobil"
Davino memutar bola matanya saat ia tau jika Adel lah yang menelpon nya melalui ponsel Alan
"Oiya gue kelupaan. Ntar deh gue ambil Cil"
"Ntar malem? Ngajakin malem mingguan gue ya lo?" tanya Adel kemudian terkekeh dari seberang sana membuat Davino geli sendiri
"Idih pede banget lo bocil. Lo itu masih kecil, pake acara mau malem mingguan. Tunggu lilin aja sono cari duit"
"Enak aja"
"Lo nggak ada acara?"
"Enggak"
"Besok?"
"Enggak"
Davino mengangguk-angguk tanpa Adel ketahui. Davino bingung hendak mengatakan apalagi setelah ini
"Yaudah" kata Davino akhirnya setelah otaknya tidak tau hendak mengatakan apalagi
"Yaah.. Gue kira lo mau ngajakin gue jalan kak beby. Oiya, by the way gue mau ngucapin makasih ya, lo udah nemenin gue ke toko buku"
"Iya"
"Yaudah deh, ntar gue kena omelnya kak Alan lagi pulsanya habis" kata Adel kemudian memutuskan sambungan ponselnya secara sepihak tanpa meminta persetujuan dari Davino.
Setelah itu sambungan teleponnya terputus, Davino pun beralih melupakan kejadian lama itu dan berganti memikirkan Adel yang jauh disana.
"Otak gue kayaknya konslet deh" kata Davino saat menyadari tidak seharusnya ia memikirkan Adel
KAMU SEDANG MEMBACA
if you're mine
Teen Fiction"Puncak mencintaimu adalah menyerah" Hidup Adelia Ariska Gatari yang biasa berubah 90° saat Davino Bobby Andersen Bagaskara yang lebih banyak diam kini memasuki hidupnya dengan perlahan hingga warna abu-abu itu menjadi berwarna Adelia tidak pernah m...