Kaki Davino melangkah lebih keras saat ia sampai di pelataran rumah sakit, nafasnya terburu ingin segera sampai ke ruang ICU dimana mama nya dirawat, ia sangat menginginkan agar mama nya tersadar dari koma panjangnya kemudian berkumpul kembali seperti dulu
Setelah sampai di ruang ICU, Davino langsung disambut oleh Silvi yang baru keluar dari ruangan tersebut
"Mas Davino" ucap Silvi
"Gimana keadaan mama?" tanya Davino dengan harap-harap cemas
Silvi tersenyum kecut "tetap mas, tidak ada perubahan. Tadi hanya gerakan refleks saraf Bu Laras" kata perempuan berusia 23 tahun itu
"Makasih ya" ucap Davino yang dibalas anggukan oleh Silvi kemudian perempuan itu berlalu pergi meninggalkan Davino yang merasakan lemas di sekujur tubuhnya, harapannya hancur lebur seperti kapas berterbangan
Ingin menangis tapi air matanya sudah mengering untuk mendengar kabar seperti ini
Harapannya adalah Laras bisa bangun, menghibur Davino kembali dan berkumpul bersama keluarga. Tapi semua itu hanya mimpi untuk saat ini
"Dav, kamu disini juga" ucapan Arya-papa nya langsung membuat Davino yang tadinya sibuk berfikir menjadi menoleh menatap seorang pria paruh baya yang kini menatapnya dengan tatapan teduh dan lembut
"Pa. Papa disini juga"
Arya mengangguk "papa dapat kabar dari rumah sakit kalau mama ada pergerakan" ucapnya sembari menarik Davino untuk duduk di ruang tunggu sebelah kiri ruang ICU
"Davino juga dapat kabar dari suster Silvi" ucap Davino "Pa, kapan mama akan bangun dari tidurnya?" tanya cowok berbalut hoodie hitam favoritnya
"Papa nggak tau Dav. Kita doakan yang terbaik untuk mama ya" ucap Arya sembari mengelus lembut pundak putra nya
"Kasian mama, mama pasti kesakitan seperti ini Pa" ucap Davino kemudian menyandarkan tubuhnya di dinding berwarna putih yang mewarnai seluruh rumah sakit
Arya mengangguk, ia merasakan hal yang sama seperti Davino. Alasannya tidak mendatangi istrinya yang masih koma adalah karena Arya tidak kuat menahan kesakitan yang ada dalam dirinya sendiri saat melihat Laras masih terbujur lemas diatas bankar. Wanita yang di cintai nya tidak kunjung sadar selama 2 tahun. Bukan masalah uang untuk Arya, tapi masalah kesakitan yang dirasakan Laras ketika kesadarannya tidak ada
"Dav. . Papa harus kembali ke kantor dulu. Pekerjaan papa menumpuk. Papa tinggal dulu ya. Kita ketemu nanti malam di rumah" ucap Arya yang diiyakan oleh Davino.
Arya bekerja di salah satu perusahaan koran yang cukup terkenal sebagai seorang wartawan dan juga sebagai seorang editor di Jakarta
Setelah papa nya pergi, ingatan Davino kembali kepada Adel yang entah bagaimana keadaannya setelah ia tinggalkan begitu saja di warung es pisang ijo. Perasaannya kalut seperti ini, ia pun segera membuka ponselnya, ia juga teringat jika Adel telah mengisikan nomornya dalam ponsel
Davino pun mencari nama Adel pada ponselnya. Cowok itu pun terkekeh melihat kontak yang dinamai sendiri oleh Adel. 'Adel Imut sekali di dunia'. Davino pun mengganti nama itu menjadi nama yang lebih baik dari nama yang diberi Adel itu sendiri 'Adel Bocil'. Setelah itu Davino mengirimkan beberapa pesan chat pada nomor Adel
Davino: Del, gue Davino. gue minta maaf ya. Gue nyesel. Tapi gue bener2 ada urusan penting
Davino: gue beliin eskrim ya. Maafin
Davino: del
Tapi tidak ada balasan sama sekali dari Adel. Bahkan dibaca saja tidak. Davino mengacak rambutnya kasar yang beralih hatinya yang ikut acak-acakan disusul dengan otaknya yang berantakan juga pada akhirnya. Ia benar-benar kacau hanya karena meninggalkan seorang Adel seorang diri.
🐞🐞🐞
Setelah mandi, mengganti baju dan makan. Adel pun terduduk di sofa ruang tengah berdampingan dengan Alan yang sibuk sendiri pada ponsel miringnya. Sama memang dengan Davino yang di otak nya hanya ada game, tidak ada hal yang lain. Dan bisa saja Davino meninggalkannya tadi karena ada hal yang berhubungan dengan mobile legends.
Adel memang sangat kesal dengan Davino yang menelantarkannya dijalan seperti itu, tapi ia sedikit lega, karena Davino masih memesankannya taksi untuk pulang hingga Adel selamat hingga dirumah
"Davino kemana? Kok nggak nganterin lo?" tanya Alan tanpa mengalihkan perhatian dari ponsel di tangannya
Adel tidak langsung menjawab, ia masih memutar otak untuk mencari jawaban. Ia tidak mungkin jika mengatakan bahwa Davino meninggalkannya seorang diri di warung es. Bisa saja Alan marah besar Davino dan akan terjadi perang saudara kedua mengingat jika Alan sangat posesif.
"Keburu hujan. Jadi gue pulang duluan pesen taksi online. Yakali gue mau hujan-hujanan" jawab Adel asal. Hanya itu yang ada di otaknya saat ini
Alan berdecak "alay banget sih. Nggak kasihan sama Davino lo tinggalin gitu aja" kata cowok yang masih menatap fokus game dihadapannya tanpa terfokus pada hal lain
"Harusnya lo kasian sama gue. Bukan sama kak beby yang kejam itu. Udah ninggalin gue di pinggir jalan, belum di bayar lagi es nya dan untungnya dia bayarin taksi. Kalo enggak? Gue mau bayar pake apa? Pake daon?" tanya Adel didalam hati. Ingin sekali gadis itu mengungkapkan apa yang ada di hatinya sampai ke permukaan. Ia benar-benar muak namun ditahannya mati-matian agar tidak keluar begitu saja
"Mau hujan"
"Hujannya masih air dek. Kalo hujannya batu baru kamu takut"
"Air tapi nyakitin"
"Lo nggak akan sakit cuma karena kehujanan"
"Kok lo belain kak beby sih"
"Ya masa gue belain yang salah" bela Alan
Adel hanya memutar bola matanya malas. Jika Alan tau cerita sebenarnya, tidak mungkin cowok itu akan menyalahkannya. Yang ada malah Alan memaki-maki Davino karena telah meninggalkan adiknya di warung es pisang ijo sendirian
Belum menimpali ucapan Alan, Adel teringat dengan ponsel nya yang tertinggal di meja makan. Tanpa pamit, gadis itu pun meninggalkan kakak nya yang masih tetap terfokus pada game. Ia mengambil ponsel lalu mengecek beberapa notifikasi yang masuk, dan salah satu notifikasi membuatnya membelalakan matanya, ada chat dari Davino disana, padahal nomor cowok itu telah ia simpan sejak 2 jam yang lalu saat Alan meminjamkan ponselnya kepada Adel
Beby: Del, gue Davino. gue minta maaf ya. Gue nyesel. Tapi gue bener2 ada urusan penting
Beby: gue beliin eskrim ya. Maafin
Beby: del
Adel yang masih kesal pun hanya mengetikkan beberapa huruf sebagai balasan
Adelia: ya
Setelah selesai mengirimkan balasan itu, Adel pun kembali ke ruang tengah dimana Alan berada, terduduk disamping kakak laki-lakinya itu kemudian menghembuskan nafasnya kasar. Benar-benar terlihat kekesalan Adel saat ini dan tidak bisa ia sembunyikan
KAMU SEDANG MEMBACA
if you're mine
Teen Fiction"Puncak mencintaimu adalah menyerah" Hidup Adelia Ariska Gatari yang biasa berubah 90° saat Davino Bobby Andersen Bagaskara yang lebih banyak diam kini memasuki hidupnya dengan perlahan hingga warna abu-abu itu menjadi berwarna Adelia tidak pernah m...